Jakarta: Aneurisma otak adalah tonjolan atau pembengkakan pada pembuluh darah di otak. Jika benjolannya pecah, aneurisma bisa menyebabkan kejang, hilang kesadaran, stroke, hingga kematian.
Karena itu, Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS (K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS, atau yang akrab disapa Dr. Joy mengingatkan pentingnya skrining Aneurisma otak dilakukan sejak dini. Apalagi, dia menyebut Aneurisma otak tidak bergejala.
"Jadi tidak ada yang tahu kita punya aneurisma otak. Ternyata statistiknya di Indonesia itu tidak kecil, 1 dari 100 orang," kata Dr. Joy di Mandaya Royal Hospital Puri.
"Jadi kalau punya faktor risiko seperti merokok, tekanan darah tinggi, wanita di atas usia 50 tahun, punya riwayat penyakit Aneurisma otak sebelumnya," jelasnya.
Dokter berpraktek di Mandaya Royal Hospital Puri ini menyebut, mayoritas pasien aneurisma otak di Indonesia sudah memiliki aneurisma otak yang pecah.
"Sudah kena stroke semua. Di Finlandia, Jepang, Korea tempat saya belajar, Aneurisma otak yang pecah cuma 30-40 persen. Makanya walau gak ada gejala lakukan skrining. Kalau ketemu sebelum pecah, hasilnya akan berbeda jauh kalau Aneurisma sudah pecah," jelasnya.
Berdasarkan statistik, Finlandia adalah salah satu negara dengan kasus aneurisma otak tertinggi di dunia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa Dr. Joy menuntut ilmu tentang aneurisma otak di negara Eropa tersebut.
"Di Finlandia, saya mendalami penyakit aneurisma otak. Kenapa di Finlandia? Karena negara ini salah satu negara dengan penyakit aneurisma terbanyak, jadi ilmu tentang aneurisma di sana berkembang pesat,” ucap Dr. Joy.
Finlandia juga memiliki dokter bedah saraf yang legendaris, yaitu Prof. Juha Hernesniemi yang sudah menangani lebih dari 16.000 operasi otak. Dr. Joy berkesempatan langsung untuk belajar dari Prof. Juha.
“Saya berjanji pada Prof. Juha bahwa saya akan belajar dengan baik di Finlandia. Jadi saya akan bawa pulang ilmu ini dan memberikannya kepada masyarakat di Indonesia,” lanjut Dr. Joy.
Dokter yang sempat menempuh pelatihan neurovaskular di Korea Selatan ini juga menyebutkan bahwa di Indonesia, hampir 90% pasiennya datang dalam kondisi aneurisma yang sudah pecah, sehingga sudah terjadi kegawatdaruratan. Sementara itu di Finlandia, pasien aneurisma yang datang ke dokter sebagian besar belum mengalami pecah.
“Selisihnya signifikan antara Indonesia dan Finlandia dalam hal deteksi dini aneurisma. Padahal, aneurisma yang ditangani sebelum pecah, kesempatan sembuhnya jauh lebih tinggi dibanding jika sudah pecah. Saya harap kedepannya Indonesia dapat mengikuti Finlandia dalam hal angka deteksi dini aneurisma yang tinggi," jelasnya.
Dr. Joy menamatkan pendidikan S3 kedokterannya di University of Helsinki, Finlandia, dalam waktu 18 bulan 12 hari saja. Berkat dedikasinya itu, dia memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan pencapaian "Dokter yang Lulus Tercepat Dalam Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran".
Acara penganugerahan MURI untuk Dr. Joy digelar di RS Mandaya Puri. Turut hadir Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp.BS (K) selaku guru besar ahli bedah saraf di Indonesia dan juga Prof. dr. Ahmad Faried, PhD., Sp.BS (K)., FICS selaku perwakilan dari Rumah Sakit Universitas Padjadjaran Bandung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ELG)
Karena itu, Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS (K), Subsp.N.Vas., PhD, FICS, atau yang akrab disapa Dr. Joy mengingatkan pentingnya skrining Aneurisma otak dilakukan sejak dini. Apalagi, dia menyebut Aneurisma otak tidak bergejala.
"Jadi tidak ada yang tahu kita punya aneurisma otak. Ternyata statistiknya di Indonesia itu tidak kecil, 1 dari 100 orang," kata Dr. Joy di Mandaya Royal Hospital Puri.
"Jadi kalau punya faktor risiko seperti merokok, tekanan darah tinggi, wanita di atas usia 50 tahun, punya riwayat penyakit Aneurisma otak sebelumnya," jelasnya.
Dokter berpraktek di Mandaya Royal Hospital Puri ini menyebut, mayoritas pasien aneurisma otak di Indonesia sudah memiliki aneurisma otak yang pecah.
"Sudah kena stroke semua. Di Finlandia, Jepang, Korea tempat saya belajar, Aneurisma otak yang pecah cuma 30-40 persen. Makanya walau gak ada gejala lakukan skrining. Kalau ketemu sebelum pecah, hasilnya akan berbeda jauh kalau Aneurisma sudah pecah," jelasnya.
baca juga: Penyebab Wanita Berisiko Lebih Tinggi Mengalami Aneurisma Otak |
Berdasarkan statistik, Finlandia adalah salah satu negara dengan kasus aneurisma otak tertinggi di dunia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa Dr. Joy menuntut ilmu tentang aneurisma otak di negara Eropa tersebut.
"Di Finlandia, saya mendalami penyakit aneurisma otak. Kenapa di Finlandia? Karena negara ini salah satu negara dengan penyakit aneurisma terbanyak, jadi ilmu tentang aneurisma di sana berkembang pesat,” ucap Dr. Joy.
Finlandia juga memiliki dokter bedah saraf yang legendaris, yaitu Prof. Juha Hernesniemi yang sudah menangani lebih dari 16.000 operasi otak. Dr. Joy berkesempatan langsung untuk belajar dari Prof. Juha.
“Saya berjanji pada Prof. Juha bahwa saya akan belajar dengan baik di Finlandia. Jadi saya akan bawa pulang ilmu ini dan memberikannya kepada masyarakat di Indonesia,” lanjut Dr. Joy.
Dokter yang sempat menempuh pelatihan neurovaskular di Korea Selatan ini juga menyebutkan bahwa di Indonesia, hampir 90% pasiennya datang dalam kondisi aneurisma yang sudah pecah, sehingga sudah terjadi kegawatdaruratan. Sementara itu di Finlandia, pasien aneurisma yang datang ke dokter sebagian besar belum mengalami pecah.
“Selisihnya signifikan antara Indonesia dan Finlandia dalam hal deteksi dini aneurisma. Padahal, aneurisma yang ditangani sebelum pecah, kesempatan sembuhnya jauh lebih tinggi dibanding jika sudah pecah. Saya harap kedepannya Indonesia dapat mengikuti Finlandia dalam hal angka deteksi dini aneurisma yang tinggi," jelasnya.
Dr. Joy menamatkan pendidikan S3 kedokterannya di University of Helsinki, Finlandia, dalam waktu 18 bulan 12 hari saja. Berkat dedikasinya itu, dia memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan pencapaian "Dokter yang Lulus Tercepat Dalam Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran".
Acara penganugerahan MURI untuk Dr. Joy digelar di RS Mandaya Puri. Turut hadir Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp.BS (K) selaku guru besar ahli bedah saraf di Indonesia dan juga Prof. dr. Ahmad Faried, PhD., Sp.BS (K)., FICS selaku perwakilan dari Rumah Sakit Universitas Padjadjaran Bandung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)