FITNESS & HEALTH
Vaksin AstraZeneca Punya Efek Samping TTS, Kemenkes RI Buka Suara
Aulia Putriningtias
Rabu 01 Mei 2024 / 21:07
Jakarta: Persidangan gugatan class action di Inggris terkait vaksin Covid-19 AstraZeneca membuka fakta baru. Vaksin ini ternyata memiliki risiko kejadian langka Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS).
Dilansir dalam The Telegraph, TTS yang merupakan singkatan dari Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome, menyebabkan seseorang mengalami pembekuan darah. Ditambah, jumlah trombosit darah yang rendah juga dapat terjadi.
Kasus pertama diajukan tahun lalu oleh Jamie Scott, ayah dua anak, yang mengalami cedera otak permanen setelah terkena pembekuan darah dan perdarahan di otak. Namun, AstraZeneca sempat menentang klaim tersebut.
Baca juga: Kemenkes dan AstraZeneca Young Health Programme Dorong Kaum Muda Skrining Kanker Paru
Namun, perusahaan farmasi ini mengakui dalam sebuah dokumen hukum yang diserahkan ke pengadilan Inggris di Februari. Pernyataan tersebut bahwa vaksin Covid-19 mereka dapat memicu kasus TTS, meski sangat jarang terjadi.
"TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apapun). Penyebab dalam setiap kasus individual akan bergantung pada bukti ahli," tulis dokumen tersebut, dikutip pada Rabu, 1 Mei 2024.
Pengakuan AstraZeneca terjadi setelah perselisihan hukum yang intens. 51 kasus telah diajukan ke Pengadilan Tinggi, dengan korban dan keluarga yang berduka meminta ganti rugi yang diperkirakan bernilai hingga £100 juta.
Para ilmuwan pertama kali mengidentifikasi hubungan antara vaksin dan penyakit baru yang disebut trombositopenia dan trombosis imun yang diinduksi vaksin (VITT) pada awal Maret 2021. Ini tak lama setelah peluncuran vaksin Covid-19 dimulai.
Pengacara penggugat berpendapat bahwa VITT adalah bagian dari TTS. Namun, perusahaan farmasi ini tampaknya tidak mengakui istilah tersebut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pun membuka suara terkait hal ini. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi memastikan hingga saat ini belum ada laporan kasus serupa di Indonesia.
Dr. Nadia mengatakan bahwa vaksinasi ini sudah diberikan setidaknya kepada satu miliar orang, dengan seribu kasus yang terkena efek samping TTS. Mereka yang mengalami efeknya yakni pembekuan darah umumnya dilaporkan memiliki penyakit bawaan atau penyakit penyerta.
"Ini kejadian sangat jarang dan bisa dipengaruhi faktor ras, genetik. Di Indonesia belum ada laporan terkait TTS ini," kata dr. Nadia kepada wartawan, Rabu.
Selain itu, Badan POM juga ikut serta dalam melakukan serangkaian pengujian terhadap keamanan dan efektivitas vaksin dan juga obat. Menurutnya, pemberian vaksinasi ini bermanfaat dalam kepentingan melawan Covid-19.
"Dari sisi keamanan juga sudah diuji oleh BPOM RI, karena memang vaksin ini sudah disuntikan kepada jutaan orang diseluruh dunia," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Dilansir dalam The Telegraph, TTS yang merupakan singkatan dari Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome, menyebabkan seseorang mengalami pembekuan darah. Ditambah, jumlah trombosit darah yang rendah juga dapat terjadi.
Kasus pertama diajukan tahun lalu oleh Jamie Scott, ayah dua anak, yang mengalami cedera otak permanen setelah terkena pembekuan darah dan perdarahan di otak. Namun, AstraZeneca sempat menentang klaim tersebut.
Baca juga: Kemenkes dan AstraZeneca Young Health Programme Dorong Kaum Muda Skrining Kanker Paru
Namun, perusahaan farmasi ini mengakui dalam sebuah dokumen hukum yang diserahkan ke pengadilan Inggris di Februari. Pernyataan tersebut bahwa vaksin Covid-19 mereka dapat memicu kasus TTS, meski sangat jarang terjadi.
"TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apapun). Penyebab dalam setiap kasus individual akan bergantung pada bukti ahli," tulis dokumen tersebut, dikutip pada Rabu, 1 Mei 2024.
Pengakuan AstraZeneca terjadi setelah perselisihan hukum yang intens. 51 kasus telah diajukan ke Pengadilan Tinggi, dengan korban dan keluarga yang berduka meminta ganti rugi yang diperkirakan bernilai hingga £100 juta.
Para ilmuwan pertama kali mengidentifikasi hubungan antara vaksin dan penyakit baru yang disebut trombositopenia dan trombosis imun yang diinduksi vaksin (VITT) pada awal Maret 2021. Ini tak lama setelah peluncuran vaksin Covid-19 dimulai.
Pengacara penggugat berpendapat bahwa VITT adalah bagian dari TTS. Namun, perusahaan farmasi ini tampaknya tidak mengakui istilah tersebut.
Bagaimana tanggapan Kemenkes RI?
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pun membuka suara terkait hal ini. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi memastikan hingga saat ini belum ada laporan kasus serupa di Indonesia.
Dr. Nadia mengatakan bahwa vaksinasi ini sudah diberikan setidaknya kepada satu miliar orang, dengan seribu kasus yang terkena efek samping TTS. Mereka yang mengalami efeknya yakni pembekuan darah umumnya dilaporkan memiliki penyakit bawaan atau penyakit penyerta.
"Ini kejadian sangat jarang dan bisa dipengaruhi faktor ras, genetik. Di Indonesia belum ada laporan terkait TTS ini," kata dr. Nadia kepada wartawan, Rabu.
Selain itu, Badan POM juga ikut serta dalam melakukan serangkaian pengujian terhadap keamanan dan efektivitas vaksin dan juga obat. Menurutnya, pemberian vaksinasi ini bermanfaat dalam kepentingan melawan Covid-19.
"Dari sisi keamanan juga sudah diuji oleh BPOM RI, karena memang vaksin ini sudah disuntikan kepada jutaan orang diseluruh dunia," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)