FITNESS & HEALTH
70% Pasien Kanker Payudara ke Rumah Sakit dalam Kondisi Stadium Lanjut
Raka Lestari
Kamis 07 Oktober 2021 / 09:11
Jakarta: Kanker payudara masih menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia, terutama perempuan Indonesia. Menurut data The Global Cancer Observatory tahun 2020, kanker payudara di Indonesia merupakan kanker paling banyak ditemukan pada perempuan dengan proporsi 30,8 persen dari total kasus kanker lainnya, yakni terdapat 65.858 kasus baru.
Sementara itu, kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua penyebab kematian akibat kanker dengan persentase sebesar 9,6 persen. Salah satu penyebab tingginya angka kasus kejadian dan kematian, yaitu akibat rendahnya kesadaran mendeteksi dini dan melakukan pemeriksaan kanker payudara secara klinis.
Dr. Walta Gautama, Sp.B(K)Onk, sebagai Ahli Bedah Onkologi dan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) menjelaskan, sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut.
"Padahal jika kanker payudara terdeteksi lebih awal, akan ada lebih banyak pilihan perawatan dan kesempatan untuk bertahan hidup juga akan lebih besar, bisa mencapai 95 persen apabila terdeteksi pada stadium pertama," kata Dr. Walta dalam acara Virtual Gathering PT. Uni-Charm Indonesia, pada Rabu, 6 Oktober 2021.
Dengan begitu secara tidak langsung juga akan meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan angka kematian, akibat kanker payudara di Indonesia.
“Oleh karena itu melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) penting dilakukan oleh setiap perempuan Indonesia agar bisa mengetahui sejak dini apabila terjadi perubahan pada payudaranya. SADARI ini sendiri bisa dilakukan secara teratur setiap bulannya. Dilakukan pada hari ke 7-10 setelah hari pertama menstruasi, atau tanggal tertentu untuk yang sudah menopause,” jelas Dr. Walta.
SADANIS merupakan singkatan dari Periksa Payudara Klinis yang berarti dilakukan oleh tenaga medis. Dan pada masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini, menurut Dr. Walta terjadi adanya peningkatan kasus kanker payudara.
“Prinsip penanganan kanker itu kan sebenarnya jangan sampai ditundah, tetapi karena pandemi ini ada yang merasa ketakutan untuk memeriksakan ke dokter sehingga terjadilah peningkatan kasus. Terutama pada kasus-kasus yang memang sudah memasuki stadium 3-4. Sebelum ada pandemi penanganan kanker payudara saja sudah telat, ditambah lagi ada pandemi seperti sekarang,” tutup Dr. Walta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(YDH)
Sementara itu, kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua penyebab kematian akibat kanker dengan persentase sebesar 9,6 persen. Salah satu penyebab tingginya angka kasus kejadian dan kematian, yaitu akibat rendahnya kesadaran mendeteksi dini dan melakukan pemeriksaan kanker payudara secara klinis.
Dr. Walta Gautama, Sp.B(K)Onk, sebagai Ahli Bedah Onkologi dan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) menjelaskan, sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut.
"Padahal jika kanker payudara terdeteksi lebih awal, akan ada lebih banyak pilihan perawatan dan kesempatan untuk bertahan hidup juga akan lebih besar, bisa mencapai 95 persen apabila terdeteksi pada stadium pertama," kata Dr. Walta dalam acara Virtual Gathering PT. Uni-Charm Indonesia, pada Rabu, 6 Oktober 2021.
Dengan begitu secara tidak langsung juga akan meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan angka kematian, akibat kanker payudara di Indonesia.
“Oleh karena itu melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) penting dilakukan oleh setiap perempuan Indonesia agar bisa mengetahui sejak dini apabila terjadi perubahan pada payudaranya. SADARI ini sendiri bisa dilakukan secara teratur setiap bulannya. Dilakukan pada hari ke 7-10 setelah hari pertama menstruasi, atau tanggal tertentu untuk yang sudah menopause,” jelas Dr. Walta.
SADANIS merupakan singkatan dari Periksa Payudara Klinis yang berarti dilakukan oleh tenaga medis. Dan pada masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini, menurut Dr. Walta terjadi adanya peningkatan kasus kanker payudara.
“Prinsip penanganan kanker itu kan sebenarnya jangan sampai ditundah, tetapi karena pandemi ini ada yang merasa ketakutan untuk memeriksakan ke dokter sehingga terjadilah peningkatan kasus. Terutama pada kasus-kasus yang memang sudah memasuki stadium 3-4. Sebelum ada pandemi penanganan kanker payudara saja sudah telat, ditambah lagi ada pandemi seperti sekarang,” tutup Dr. Walta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)