FITNESS & HEALTH
Waspada! Peneliti BRIN Sebut Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik
A. Firdaus
Sabtu 18 Oktober 2025 / 18:52
Jakarta: Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova memberi peringatan terkait turunya air hujan yang mengandung partikel mikroplastik. Menurutnnya, kandungan tersebut tak lepas dari aktivitas manusia di perkotaan.
Reza mengatakan, bahwa penelitian sejak tahun 2022 menemukan mikroplastik di setiap sampel air hujan di Ibu Kota. Mikroplastik ini terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara karena aktivitas manusia.
Dilansir dari Antaranews, Reza menjelaskan bahwa mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik. Ini terdiri dari polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan.
"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka," kata Reza.
Rata-rata, katanya, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan Pesisir Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik sekarang sudah mencapai atmosfer. Mikroplastik bisa terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri. Kemudian, partikel ini terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Ini disebut sebagai atmospheric microplastic deposition.
"Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan," ujarnya.
Reza mengatakan bahwa temuan ini menimbulkan kekhawatiran. Partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa. Jadi, partikel ini bisa terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
"Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain," lanjut Reza menegaskan.
Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik bisa menimbulkan dampak kesehatan serius. Dampak ini termasuk stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.
Dari sisi lingkungan, air hujan yang mengandung mikroplastik bisa mencemari sumber air permukaan dan laut. Akhirnya, partikel ini masuk ke rantai makanan.
Untuk mengatasi masalah ini, Reza mengatakan bahwa BRIN mendorong langkah konkret lintas sektor. Langkah pertama adalah memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara serta air hujan secara rutin di kota-kota besar.
Selain itu, memperbaiki pengelolaan limbah plastik di hulu, seperti mengurangi plastik sekali pakai dan meningkatkan fasilitas daur ulang. Juga, mendorong industri tekstil untuk menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci agar menahan pelepasan serat sintetis.
Reza juga mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan.
"Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya." tutur Muhammad Reza Cordova.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Reza mengatakan, bahwa penelitian sejak tahun 2022 menemukan mikroplastik di setiap sampel air hujan di Ibu Kota. Mikroplastik ini terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara karena aktivitas manusia.
Dilansir dari Antaranews, Reza menjelaskan bahwa mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik. Ini terdiri dari polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan.
"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka," kata Reza.
Rata-rata, katanya, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan Pesisir Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik sekarang sudah mencapai atmosfer. Mikroplastik bisa terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri. Kemudian, partikel ini terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Ini disebut sebagai atmospheric microplastic deposition.
"Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan," ujarnya.
Dampaknya terhadap kesehatan
Reza mengatakan bahwa temuan ini menimbulkan kekhawatiran. Partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa. Jadi, partikel ini bisa terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
"Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain," lanjut Reza menegaskan.
Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik bisa menimbulkan dampak kesehatan serius. Dampak ini termasuk stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.
Dari sisi lingkungan, air hujan yang mengandung mikroplastik bisa mencemari sumber air permukaan dan laut. Akhirnya, partikel ini masuk ke rantai makanan.
Langkah mengatasinya
Untuk mengatasi masalah ini, Reza mengatakan bahwa BRIN mendorong langkah konkret lintas sektor. Langkah pertama adalah memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara serta air hujan secara rutin di kota-kota besar.
Selain itu, memperbaiki pengelolaan limbah plastik di hulu, seperti mengurangi plastik sekali pakai dan meningkatkan fasilitas daur ulang. Juga, mendorong industri tekstil untuk menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci agar menahan pelepasan serat sintetis.
Reza juga mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan.
"Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya." tutur Muhammad Reza Cordova.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)