FITNESS & HEALTH

Mengenal Kolonoskopi, Prosedur Deteksi Dini Penanganan Kanker Usus Besar

Medcom
Kamis 10 April 2025 / 10:00
Jakarta: Akhir-akhir ini, kanker kolon bukan hanya menyerang orang-orang usia lanjut di atas lima puluh tahun, melainkan kalangan muda berusia 20 tahun ke atas mulai rentan terkena kanker kolon atau yang lebih dikenal kanker usus besar. 

Berdasarkan data The Global Cancer Observatory (Globocan), di tahun 2022 ada lebih dari 1,9 juta kasus kanker kolon terdeteksi di seluruh  dunia. 

Selain itu, dikutip dari  situs IARC,  World Health Organization (WHO), kanker kolorektal mengakibatkan lebih dari 900.000 orang wafat per tahun, sehingga menjadikannya penyebab kematian kedua di dunia setelah kanker paru-paru. 

"Kanker kolon merupakan kanker yang  tumbuh di area usus besar. Ini tidak  serta merta muncul melainkan berproses. Sebagian besar berasal dari polip yang kecil dan terus tumbuh mengalami mutasi genetik, hingga akhirnya pertumbuhan tumor tidak terkendali dan menjadi ganas," ujar dr. Randy Adiwinata, Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam dari RS Siloam MRCCC Semanggi.

Menurut dr. Randy, diagnosis kanker kolon utamanya dilakukan melalui tindakan kolonoskopi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan selang endoskopi melalui dubur untuk memeriksa permukaan dalam usus. 

Dengan kolonoskopi, dokter akan mengambil sampel atau biopsi dari massa kanker. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium untuk mengetahui jenis kanker serta mutasi genetiknya.  

Selain itu, dokter juga bisa menggunakan CT scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), bahkan Positron Emission Tomography (PET) scan untuk memeriksa lebih lanjut penyebaran kanker.

"American College of Gastroenterology merekomendasikan skrining kolonoskopi pada semua orang dengan atau tanpa gejala pada usia 45 tahun. Ini untuk mendeteksi kemungkinan  polip usus sehingga  kanker usus bisa dicegah. Cara lain adalah melakukan pemeriksaan darah samar pada feses. Apabila ditemukan darah, kolonoskopi tetap perlu dilakukan," jelasnya. 

Seperti pada kasus aktor besar, Ryan Reynolds, dengan tindakan kolonoskopi dokter menemukan polip di usus besarnya, yang jika tidak terdeteksi sejak dini bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih serius. 

Dr. Randy, mengatakan penemuan polip ini berpotensi menyelamatkan nyawa Reynolds, mengingat deteksi dini kanker usus besar dapat meningkatkan peluang penyembuhan secara signifikan.


(dr. Randy Adiwinata, Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam dari RS Siloam MRCCC Semanggi. Foto: Dok. Istimewa)
 

Faktor risiko

Diketahui, kanker kolon bersifat multifaktorial dan dipengaruhi oleh berbagai aspek. Salah satu faktor utama adalah faktor genetik. Selain itu, usia juga berperan penting, karena kanker kolon lebih sering terjadi pada individu berusia 50 tahun ke atas. 

"Gaya hidup dan kondisi kesehatan tertentu turut menjadi pemicu, seperti obesitas dan diabetes melitus yang dapat meningkatkan risiko. Keberadaan polip usus yang tidak ditangani juga berpotensi berkembang menjadi kanker.
Kondisi medis tertentu seperti penyakit radang usus kronik (Inflammatory Bowel Disease), juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena kanker kolon. Memahami berbagai faktor risiko ini sangat penting untuk pencegahan serta deteksi dini yang lebih efektif," papar dr. Randy. 
 

Pencegahan

Dr. Randy, mengatakan kanker kolon dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat. Pertama, mulailah dengan mengurangi ultra processed food (UPF) atau makanan olahan yang tinggi garam dan berpengawet. 

Kedua, kurangi konsumsi daging merah. Ketiga, biasakan konsumsi makanan berserat. Semua ini akan lebih efektif kalau Anda merutinkan olahraga dan berhenti merokok.  Selain itu, tetap waspada dengan memperhatikan  pola BAB dan perubahan pada konsistensi kotoran (feses).  
 

Penanganan kanker kolon multidispilin

Menurut dr. Randy, penanganan kanker kolon harus dilakukan secara multidisiplin. Dokter yang terlibat terdiri dari dokter ahli onkologi, dokter ahli gastroenterologi, dokter ahli bedah, ahli radioterapi, ahli gizi, perawat stoma, termasuk alat penunjangnya. 

Saat ini, terapi kanker kolon sudah berkembang sangat pesat. Para dokter bisa menerapkan terapi  yang  lebih  tepat melalui pemeriksaan mutasi  genetik dan pemeriksaan biomarker. 

Hasil terapinya lebih maksimal dengan efek samping lebih minimal. Di antaranya dengan terapi imun (immunotherapy) atau terapi bertarget (targeted therapy). 

Pada kanker kolon stadium awal, terapi pembedahan umumnya menjadi pilihan. Tujuannya untuk mengangkat seluruh kanker usus besar. Sedangkan pengobatan lanjutan dengan kemoterapi tergantung pada stadium kanker. 

Pada beberapa kasus, kemoterapi dilakukan lebih dulu untuk mengecilkan kanker agar pembedahan bisa dilakukan. Radiasi  juga bisa menjadi tambahan pengobatan.

"Penanganan kanker kolon di RS Siloam MRCCC Semanggi dilakukan secara multidisiplin. Kami melakukan multidisciplinary team meeting, mendiskusikan rencana tindak lanjut, baik diagnostik maupun terapi. Selain itu, terdapat perawat ahli luka untuk stoma dan juga unit paliatif untuk para pasien kanker kolon stadium lanjut. Alat diagnostik yang dimiliki RS Siloam MRCCC Semanggi pun meliputi pemeriksaan CT scan, MRI, hingga PET scan untuk diagnosis lebih akurat. Tersedia pula pemeriksaan biomarker atau mutasi genetik. Pemeriksaan ini untuk menentukan pilihan apakah immunotherapy atau targeted therapy yang cocok untuk pasien," pungkas dr. Randy. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)

MOST SEARCH