FEATURE
Tak Menyerah, Tahun Depan Seniman Ini Gelar Pameran
K. Yudha Wirakusuma
Minggu 25 April 2021 / 21:30
Jakarta: Dengan mengenakan jas dan topi, seorang lelaki setengah baya duduk di barisan dengan salah satu ruangan di Hotel Shang-la, Jakarta. Sebagian mukanya dibalut masker berwarna putih.
"Kita memang harus seperti ini, mengikuti protokol kesehatan," ucap seniman patung I Nyoman Nuarta.
Menurutnya ruang gerak saat ini memang terbatas, namun tidak dengan ide dan kreatifitas. Menurutnya, pandemi hampir memukul semua sektor, tak terkecuali berimbas kepada seniman. Namun bukan berarti sebagai seniman harus menyerah dan pasrah kepada keadaan.
Dengan ruang gerak yang terbatas, seniman dituntut harus bisa lebih kreatif dalam membuat karya. “Pandemi semua bisa jadi ide, petaka, tsunami, kebahagiaan, tergantung seniman mengolahnya. Seniman harus bisa survive. Kita ada kesulitan. Apapun keadaannya, seniman harus bisa menjadikan ide,” kata Nyoman Nuarta.
Tahun depan Nyoman Nuarta berkolaborasi dengan Linda Gallery akan menggelar pameran " Road to Beijing". Pameran ini sendiri merupakan rangkaian pameran kelilingnya yang akan bermuara di China.
"Gagasan keliling China ini adalah ide brilian dari Linda Gallery. Saya melihat prospek pasar Asia luar biasa. Karya seniman Indonesia lebih mudah diterima di Malaysia, Singapura, Taiwan, Jepang dan juga negara Asia lainnya karena memiliki karakter budaya yang hampir sama," kata Nyoman Nuarta di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Pada pameran bertajuk “Road to Beijing” ini, dipamerkan sembilan karya yang dikerjakannya dalam periode 2010-2021; dari “Sleepy Leopard II” (2010) sampai “Luh III” (2021). Seekor macan tutul yang tertidur pulas di atas sebongkah batu, menjadi metafora betapa dalam kediaman manusia tersimpan hasrat pemburu yang tersamarkan.
Sebaliknya, pembekuan gerak angin pada karya “Luh III” justru melahirkan impresi keindahan tiada tara. Logam yang kaku dan beku, seolah bergerak dan perlahan mengespresikan kelembutan jiwa perempuan.
“Saya gelisah seperti semua orang di masa pandemi. Pertanyaannya sama, kapan ini akan berakhir. Tetapi kalau kita terus bertanya, tentu tak mendapatkan jawaban. Karena saya seniman, maka jawaban saya ada pada karya-karya ini,” ujarnya.
Ia berharap semoga jawaban-jawaban lewat karya ini memberikan dirinya dan sebagian besar orang menemukan jalan keluar. “Setidaknya lewat keindahan kita bisa menghadirkan kebahagiaan,” katanya.
Pameran “Road to Beijing” yang digelar bersama Linda Gallery ini menjadi ajang pemanasan untuk pameran utama tahun berikutnya di Beijing, China.
Menurut Nuarta, pameran di Beijing sudah disiapkan sejak beberapa tahun lalu, tetapi terpaksa ditunda karena pandemi. “Karya-karya sudah siap semua, tinggal pelaksanaannya, tetapi karena pandemi kita tunda. Semoga tahun depan bisa terlaksana,” ujar Nuarta.
Sementara itu, CEO Linda Gallery Ali Kusno Fusin mengungkapkan alasan memilih I Nyoman Nuarta. Menurut Ali, Indonesia memang banyak seniman yang hebat, Pak Nyoman salah satunya.
"Kita harus melihat diri kita sendiri dan orang lain, Indonesia punya artis seperti I Nyoman Nuarta, nyata, enggak bisa dijelasin lagi, Patung GWK, dan patung Jalesveva Jayamahe, GWK terbesar di dunia, bangga bisa bawa artis yang bikin patung terbesar di dunia yang terbuat dari tembaga,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(YDH)
"Kita memang harus seperti ini, mengikuti protokol kesehatan," ucap seniman patung I Nyoman Nuarta.
Menurutnya ruang gerak saat ini memang terbatas, namun tidak dengan ide dan kreatifitas. Menurutnya, pandemi hampir memukul semua sektor, tak terkecuali berimbas kepada seniman. Namun bukan berarti sebagai seniman harus menyerah dan pasrah kepada keadaan.
Dengan ruang gerak yang terbatas, seniman dituntut harus bisa lebih kreatif dalam membuat karya. “Pandemi semua bisa jadi ide, petaka, tsunami, kebahagiaan, tergantung seniman mengolahnya. Seniman harus bisa survive. Kita ada kesulitan. Apapun keadaannya, seniman harus bisa menjadikan ide,” kata Nyoman Nuarta.
Tahun depan Nyoman Nuarta berkolaborasi dengan Linda Gallery akan menggelar pameran " Road to Beijing". Pameran ini sendiri merupakan rangkaian pameran kelilingnya yang akan bermuara di China.
"Gagasan keliling China ini adalah ide brilian dari Linda Gallery. Saya melihat prospek pasar Asia luar biasa. Karya seniman Indonesia lebih mudah diterima di Malaysia, Singapura, Taiwan, Jepang dan juga negara Asia lainnya karena memiliki karakter budaya yang hampir sama," kata Nyoman Nuarta di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Pada pameran bertajuk “Road to Beijing” ini, dipamerkan sembilan karya yang dikerjakannya dalam periode 2010-2021; dari “Sleepy Leopard II” (2010) sampai “Luh III” (2021). Seekor macan tutul yang tertidur pulas di atas sebongkah batu, menjadi metafora betapa dalam kediaman manusia tersimpan hasrat pemburu yang tersamarkan.
Sebaliknya, pembekuan gerak angin pada karya “Luh III” justru melahirkan impresi keindahan tiada tara. Logam yang kaku dan beku, seolah bergerak dan perlahan mengespresikan kelembutan jiwa perempuan.
“Saya gelisah seperti semua orang di masa pandemi. Pertanyaannya sama, kapan ini akan berakhir. Tetapi kalau kita terus bertanya, tentu tak mendapatkan jawaban. Karena saya seniman, maka jawaban saya ada pada karya-karya ini,” ujarnya.
Ia berharap semoga jawaban-jawaban lewat karya ini memberikan dirinya dan sebagian besar orang menemukan jalan keluar. “Setidaknya lewat keindahan kita bisa menghadirkan kebahagiaan,” katanya.
Pameran “Road to Beijing” yang digelar bersama Linda Gallery ini menjadi ajang pemanasan untuk pameran utama tahun berikutnya di Beijing, China.
Menurut Nuarta, pameran di Beijing sudah disiapkan sejak beberapa tahun lalu, tetapi terpaksa ditunda karena pandemi. “Karya-karya sudah siap semua, tinggal pelaksanaannya, tetapi karena pandemi kita tunda. Semoga tahun depan bisa terlaksana,” ujar Nuarta.
Sementara itu, CEO Linda Gallery Ali Kusno Fusin mengungkapkan alasan memilih I Nyoman Nuarta. Menurut Ali, Indonesia memang banyak seniman yang hebat, Pak Nyoman salah satunya.
"Kita harus melihat diri kita sendiri dan orang lain, Indonesia punya artis seperti I Nyoman Nuarta, nyata, enggak bisa dijelasin lagi, Patung GWK, dan patung Jalesveva Jayamahe, GWK terbesar di dunia, bangga bisa bawa artis yang bikin patung terbesar di dunia yang terbuat dari tembaga,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)