Jakarta: Berkaos merah dan bercelana ripped jeans belel, duduk santai sambil ditemani kopi pahit. Sore itu cuaca sedikit mendung. Ya, persis seperti prakiraan cuaca yang sebelumnya didengungkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Mendung, dan akan hujan.
Tempat serta nama di kisah ini tetap menjadi anonim, namun pelajaran yang ia bagikan bisa menjadi cermin yang tak perlu dimiliki kekelamannya untuk orang lain.
Tumbuh dari sebuah keluarga besar, ya, sembilan bersaudara, ia menjadi anak ketujuh yang cukup mendapatkan kasih sayang. Berasal dari keluarga yang berkecukupan, ibunya yang hanya mengurusi rumah tangga dan bapak yang punya jabatan bertugas di lautan.
Bisa dibilang, keberadaan sebut saja Peter menjadi keceriaan tersendiri di dalam keluarga besarnya. Kakak-kakaknya yang semua perempuan dan adiknya yang terakhir laki-laki membuat 'sang jagoan' di dalam rumahnya hanya berdua saja. Bukan hanya sebagai bukti dari benarnya penelitian, bahwa anak lelaki seperti 'dihujani' kasing sayang, tapi secara riil hal ini pun nyata pada Peter.
(1).jpg)
(Peter besar dengan limpahan kasih sayang dari keluarganya. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Berlimpahan kasih sayang, Peter besar dengan banyak perhatian, cenderung sangat minim mendapatkan omelan dari orang tua serta kakak-kakak dan orang lain, Peter seperti 'permata' yang kilaunya diminati oleh semua orang. Sebuah pribadi yang menyenangkan, ceria, cerdas, dan cukup berprestasi di sekolah.
Peter semasa SMA mulai bereksplorasi pada kehidupan yang lebih kompleks. Kali ini ia tergoda ajakan temannya yang menyebut 'Cannabis sativa' alias ganja untuk dicoba-coba. Dicampur dalam lintingan rokok, ia mulai merasakan sensasinya.
Seakan ketergugahan ini menjadikan 'Peter' versi lain dari Peter yang sebelumnya. Sensasi berbeda serta merasa lebih asyik lagi. Rileks, ringan, seperti daun yang melayang terhempas udara.
Peter, yang dicintai pada pandangan pertama oleh banyak orang sungguh 'melepaskan' semua potensi dari dirinya secara tak sadar. Sosoknya yang berparas Indo dengan postur yang tinggi semampai, dan bergaya casual dengan rambut gondrongnya, berparas tampan tanpa cela sungguh idaman semua perempuan. Tapi lama-kelamaan 'terbuang' jadi percuma. Ditelan jeratan 'setan ganja."
.jpg)
(Kuliahnya yang beberapa kali di beberapa kampus pun, harus berakhir tak bertitel. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Terhitung sudah tiga tahun ia merasa 'nyaman' dengan narkoba ini. Namun, kini ia mulai sulit untuk terlepas dari jeratannya. Berkuliah dan serasa 'bebas' karena stay indekos, membuatnya lebih lepas kendali.
Pernah sampai dua minggu pada suatu waktu ia tak berkuliah. Namun, ia mengakui semua teman-temannya tak ada yang 'ingin mengganggunya'. "It's a private, it's a choice," katanya. Berteman dengan banyak orang, dan mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis, Peter mulai dikenal dengan pria yang suka gonta-ganti pacar.
Tak terhitung sudah berapa perempuan di berbagai provinsi yang ia kencani. Sosoknya yang murah senyum dan pandai bergaul membawanya wara-wiri dari Sabang sampai Merauke. Berorganisasi dan menjadi valounteer di berbagai kejadian bencana alam di Indonesia. Dan kuliahnya mulai berantakan.
Pemutihan di perkuliahannya hingga berakhir membuatnya harus DO. Kali ini, Peter sudah tak peduli lagi dengan pendidikan. Ia merasa tak ada yang mengganggu hidupnya hingga ia disekolahkan lagi di universitas ternama lainnya.
Saat itu pun Peter merasa sudah bisa hidup sejalan dengan penggunaan ganjanya. "Hidup gue kayaknya baik-baik aja, sampai gue DO lagi dari kampus itu," paparnya.
.jpg)
(Saat berhalusinasi, Peter yang sudah lebih dari lima tahun menggunakan ganja itu melihat warna-warna menjadi lebih indah. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Tahun berlalu, namun kebiasaannya tak jua berubah. Malah saat setelah DO dan DO kembali, sudah terhitung 9 tahunan ditambah 2 tahun saat pertama kali ia memakai ganja dan mungkin ini sudah menjadi 'darah' yang dikotori dengan si 'mary jane.' Terlanjur berputar-putar dan merasuk jauh dalam diri Peter.
Orang tua serta semua kakak dan adiknya pernah suatu kali meminta beberapa sahabat dekatnya untuk menjawab apa yang Peter makan, minum, dan konsumsi. Hal ini karena saat ini di usia Peter yang sudah 26 atau 27 tahunan ia jobless dan tanpa pendidikan yang benar, Peter sering berhalusinasi.
Peter kali ini bukan hanya merasa rileks, santai, dan happy sesaat. Tapi ia mulai bicara pada tembok, atap kamar, euforia atau kegembiraan berlebihan sambil lebih sering tersenyum-senyum sendiri tanpa sebab.
Ia pernah juga bilang, ada lubang besar yang terus memanggil-manggil namanya. Warna-warna menjadi lebih indah katanya. Seakan waktu melambat dan menyenangkan.
Namun ia juga bisa merasakan depresi, paranoid, cemas sampai serangan panik. Kehilangan memori singkat seperti ia sering kehilangan handphone di warung makan dan tempat lainnya, karena beberapa kali lupa dan kemudian hilang.
Pernah pula ia meninggalkan teman yang tadinya bersama makan di restoran dan jalan bersama. Dengan santainya ia bisa bilang, "Lo tadi sama gue ya? Masa sih, gue enggak inget??" tukasnya berseloroh.
Hal yang lainnya, terkadang Peter juga makan seperti 'setan', seakan ia habis kerja keras dan tak makan selama beberapa hari.
Namun, mungkin benar kata orang, kali ini nasi sudah menjadi bubur. Keluarganya yang sempat memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa dan proses denial Peter malah membuat parah kondisi psikis Peter.
Sang Titanium Quartz yang bersinar itu, kini mulai redup dan menggelap. Kini ia hidup dengan keseringan delusi dan diskoneksi dari kenyataan.
.jpg)
(Peter mendapatkan dukungan dan bantuan untuk berkonsultasi dengan dokter dan para ahli lainnya. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Sepeninggal kedua orang tuanya, kini semua kakak dan adik serta saudaranya meyakinkan diri untuk terus membawanya berkonsultasi. Perawatan komprehensif kali ini ia dapatkan. Dokter, psikolog keluarga, sampai psikiater. Ini dilakukan demi membuat Peter kembali pada kehidupan yang lebih baik.
Dengan berbagai bantuan, Peter mulai bisa menenangkan diri. Menerima bahwa hidupnya masih terus berjalan di tempat. Tapi ia yakin dibantu dengan support materi dan immateri dari semua orang, ia mulai berjalan ke depan. "It's a baby step," katanya.
Ini ia lakukan karena ia bilang, "Semakin gue menolak, jadi semakin sering gue ke RS. Jadi, sekarang gue sedang dalam proses menerima diagnosa dan prosesnya. I want to move on by my self, with accepting all things about me," lirihnya sendu.
Bantuan yang diberikan oleh keluarga besar serta sahabatnya, membuatnya Peter lebih aware akan diri serta hidupnya kini.
Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung mengatakan tentu saja ini adalah hal yang sangat berat, baik bagi Peter sendiri maupun bagi keluarganya.
"Idealnya (bantuan psikologis dan ketergantungan akan ganja) dari tahun-tahun awal (saat ia baru merasakan) ganja, atau sebelum lima tahun dan direhab. Sekarang sudah berat kondisinya," ujar Efnie.
"Adiksi ganja jika tidak direhab dari awal-awal akan susah disembuhkan," tegas Psikolog Efnie.
Ini juga menjadi jawaban atas mengapa dunia percintaan dan romansa Peter tak pernah sukses. Ia bukannya mengidap Peter Pan Syndrome, yaitu pibadi yang tidak menunjukkan kematangan dan pantang berkomitmen, melainkan ujar Psikolog Efnie adalah karena adiksi ganja yang sudah merambat ke dalam otaknya.
"Fungsi otak terganggu. Enggak akan bisa berkomitmen," jelas Efnie.
Dibalik perjuangannya yang kini Peter rasakan, Efnie memaparkan bahwa peran obat mampu mengurangi halusinasi dan delusi. Ini membantu Peter untuk tetap berfungsi dengan cukup efektif dalam hidupnya.
Tak ada yang mau membaca data dan penelitian yang buruk. Hanya sisa asa yang menginginkan Peter hidup dengan sehat serta menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Kini hidupnya diawasi oleh seluruh keluarganya. Mulai dari asupan yang didapat, lingkungan sekitarnya, sampai kehidupan media sosialnya. Perawatan harian, ia terima dengan baik dari semua keluarganya.
Semua harapan indah ditujukan bagi Peter, sang batu indah Titanium Quartz. Untuk bisa kilaunya terlahir lagi.
"I am accepting." "So... I am is a new person now. Completely different than before," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Tempat serta nama di kisah ini tetap menjadi anonim, namun pelajaran yang ia bagikan bisa menjadi cermin yang tak perlu dimiliki kekelamannya untuk orang lain.
Lelaki 'favorit'
Tumbuh dari sebuah keluarga besar, ya, sembilan bersaudara, ia menjadi anak ketujuh yang cukup mendapatkan kasih sayang. Berasal dari keluarga yang berkecukupan, ibunya yang hanya mengurusi rumah tangga dan bapak yang punya jabatan bertugas di lautan.
Bisa dibilang, keberadaan sebut saja Peter menjadi keceriaan tersendiri di dalam keluarga besarnya. Kakak-kakaknya yang semua perempuan dan adiknya yang terakhir laki-laki membuat 'sang jagoan' di dalam rumahnya hanya berdua saja. Bukan hanya sebagai bukti dari benarnya penelitian, bahwa anak lelaki seperti 'dihujani' kasing sayang, tapi secara riil hal ini pun nyata pada Peter.
(1).jpg)
(Peter besar dengan limpahan kasih sayang dari keluarganya. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Berlimpahan kasih sayang, Peter besar dengan banyak perhatian, cenderung sangat minim mendapatkan omelan dari orang tua serta kakak-kakak dan orang lain, Peter seperti 'permata' yang kilaunya diminati oleh semua orang. Sebuah pribadi yang menyenangkan, ceria, cerdas, dan cukup berprestasi di sekolah.
Peter semasa SMA mulai bereksplorasi pada kehidupan yang lebih kompleks. Kali ini ia tergoda ajakan temannya yang menyebut 'Cannabis sativa' alias ganja untuk dicoba-coba. Dicampur dalam lintingan rokok, ia mulai merasakan sensasinya.
Seakan ketergugahan ini menjadikan 'Peter' versi lain dari Peter yang sebelumnya. Sensasi berbeda serta merasa lebih asyik lagi. Rileks, ringan, seperti daun yang melayang terhempas udara.
Peter, yang dicintai pada pandangan pertama oleh banyak orang sungguh 'melepaskan' semua potensi dari dirinya secara tak sadar. Sosoknya yang berparas Indo dengan postur yang tinggi semampai, dan bergaya casual dengan rambut gondrongnya, berparas tampan tanpa cela sungguh idaman semua perempuan. Tapi lama-kelamaan 'terbuang' jadi percuma. Ditelan jeratan 'setan ganja."
.jpg)
(Kuliahnya yang beberapa kali di beberapa kampus pun, harus berakhir tak bertitel. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Berkelanjutan
Terhitung sudah tiga tahun ia merasa 'nyaman' dengan narkoba ini. Namun, kini ia mulai sulit untuk terlepas dari jeratannya. Berkuliah dan serasa 'bebas' karena stay indekos, membuatnya lebih lepas kendali.
Pernah sampai dua minggu pada suatu waktu ia tak berkuliah. Namun, ia mengakui semua teman-temannya tak ada yang 'ingin mengganggunya'. "It's a private, it's a choice," katanya. Berteman dengan banyak orang, dan mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis, Peter mulai dikenal dengan pria yang suka gonta-ganti pacar.
Tak terhitung sudah berapa perempuan di berbagai provinsi yang ia kencani. Sosoknya yang murah senyum dan pandai bergaul membawanya wara-wiri dari Sabang sampai Merauke. Berorganisasi dan menjadi valounteer di berbagai kejadian bencana alam di Indonesia. Dan kuliahnya mulai berantakan.
Pemutihan di perkuliahannya hingga berakhir membuatnya harus DO. Kali ini, Peter sudah tak peduli lagi dengan pendidikan. Ia merasa tak ada yang mengganggu hidupnya hingga ia disekolahkan lagi di universitas ternama lainnya.
Saat itu pun Peter merasa sudah bisa hidup sejalan dengan penggunaan ganjanya. "Hidup gue kayaknya baik-baik aja, sampai gue DO lagi dari kampus itu," paparnya.
.jpg)
(Saat berhalusinasi, Peter yang sudah lebih dari lima tahun menggunakan ganja itu melihat warna-warna menjadi lebih indah. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Mulai halusinasi
Tahun berlalu, namun kebiasaannya tak jua berubah. Malah saat setelah DO dan DO kembali, sudah terhitung 9 tahunan ditambah 2 tahun saat pertama kali ia memakai ganja dan mungkin ini sudah menjadi 'darah' yang dikotori dengan si 'mary jane.' Terlanjur berputar-putar dan merasuk jauh dalam diri Peter.
Orang tua serta semua kakak dan adiknya pernah suatu kali meminta beberapa sahabat dekatnya untuk menjawab apa yang Peter makan, minum, dan konsumsi. Hal ini karena saat ini di usia Peter yang sudah 26 atau 27 tahunan ia jobless dan tanpa pendidikan yang benar, Peter sering berhalusinasi.
Peter kali ini bukan hanya merasa rileks, santai, dan happy sesaat. Tapi ia mulai bicara pada tembok, atap kamar, euforia atau kegembiraan berlebihan sambil lebih sering tersenyum-senyum sendiri tanpa sebab.
Ia pernah juga bilang, ada lubang besar yang terus memanggil-manggil namanya. Warna-warna menjadi lebih indah katanya. Seakan waktu melambat dan menyenangkan.
Namun ia juga bisa merasakan depresi, paranoid, cemas sampai serangan panik. Kehilangan memori singkat seperti ia sering kehilangan handphone di warung makan dan tempat lainnya, karena beberapa kali lupa dan kemudian hilang.
Pernah pula ia meninggalkan teman yang tadinya bersama makan di restoran dan jalan bersama. Dengan santainya ia bisa bilang, "Lo tadi sama gue ya? Masa sih, gue enggak inget??" tukasnya berseloroh.
Hal yang lainnya, terkadang Peter juga makan seperti 'setan', seakan ia habis kerja keras dan tak makan selama beberapa hari.
Namun, mungkin benar kata orang, kali ini nasi sudah menjadi bubur. Keluarganya yang sempat memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa dan proses denial Peter malah membuat parah kondisi psikis Peter.
Sang Titanium Quartz yang bersinar itu, kini mulai redup dan menggelap. Kini ia hidup dengan keseringan delusi dan diskoneksi dari kenyataan.
.jpg)
(Peter mendapatkan dukungan dan bantuan untuk berkonsultasi dengan dokter dan para ahli lainnya. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Bersatunya keluarga
Sepeninggal kedua orang tuanya, kini semua kakak dan adik serta saudaranya meyakinkan diri untuk terus membawanya berkonsultasi. Perawatan komprehensif kali ini ia dapatkan. Dokter, psikolog keluarga, sampai psikiater. Ini dilakukan demi membuat Peter kembali pada kehidupan yang lebih baik.
Dengan berbagai bantuan, Peter mulai bisa menenangkan diri. Menerima bahwa hidupnya masih terus berjalan di tempat. Tapi ia yakin dibantu dengan support materi dan immateri dari semua orang, ia mulai berjalan ke depan. "It's a baby step," katanya.
Ini ia lakukan karena ia bilang, "Semakin gue menolak, jadi semakin sering gue ke RS. Jadi, sekarang gue sedang dalam proses menerima diagnosa dan prosesnya. I want to move on by my self, with accepting all things about me," lirihnya sendu.
Bantuan yang diberikan oleh keluarga besar serta sahabatnya, membuatnya Peter lebih aware akan diri serta hidupnya kini.
Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung mengatakan tentu saja ini adalah hal yang sangat berat, baik bagi Peter sendiri maupun bagi keluarganya.
"Idealnya (bantuan psikologis dan ketergantungan akan ganja) dari tahun-tahun awal (saat ia baru merasakan) ganja, atau sebelum lima tahun dan direhab. Sekarang sudah berat kondisinya," ujar Efnie.
"Adiksi ganja jika tidak direhab dari awal-awal akan susah disembuhkan," tegas Psikolog Efnie.
Ini juga menjadi jawaban atas mengapa dunia percintaan dan romansa Peter tak pernah sukses. Ia bukannya mengidap Peter Pan Syndrome, yaitu pibadi yang tidak menunjukkan kematangan dan pantang berkomitmen, melainkan ujar Psikolog Efnie adalah karena adiksi ganja yang sudah merambat ke dalam otaknya.
"Fungsi otak terganggu. Enggak akan bisa berkomitmen," jelas Efnie.
Dibalik perjuangannya yang kini Peter rasakan, Efnie memaparkan bahwa peran obat mampu mengurangi halusinasi dan delusi. Ini membantu Peter untuk tetap berfungsi dengan cukup efektif dalam hidupnya.
Tak ada yang mau membaca data dan penelitian yang buruk. Hanya sisa asa yang menginginkan Peter hidup dengan sehat serta menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Kini hidupnya diawasi oleh seluruh keluarganya. Mulai dari asupan yang didapat, lingkungan sekitarnya, sampai kehidupan media sosialnya. Perawatan harian, ia terima dengan baik dari semua keluarganya.
Semua harapan indah ditujukan bagi Peter, sang batu indah Titanium Quartz. Untuk bisa kilaunya terlahir lagi.
"I am accepting." "So... I am is a new person now. Completely different than before," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)