Jakarta: Sosok humas atau hubungan masyarakat mungkin seperti kiasan, menggoyangkan tongkat ajaib kemudian perubahan terjadi. Bekerja seperti bayangan, menghabiskan waktu semaksimal mungkin untuk membuat aneka insight atau persepsi positif, dan terus "mendampingi" hasil sampai perubahan tersebut terjadi, namun tidak tampil.
Layaknya berada di balik layar, profesi humas merupakan salah satu pekerjaan keras yang mungkin tidak semua orang punya talent atau bakat di sana.
Salah satu yang sukses di bidang ini adalah Hendy Yudistira, lelaki manis yang menjabat sebagai Pranata Humas di Biro Komunikasi dan Pelayan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membagikan kisah eksklusifnya untuk Medcom.id.
.jpeg)
(Hendy saat bertugas dengan Menkes Nila Moeloek. Foto: Dok. Hendy Yudistira)
Jauh sebelum lelaki murah senyum ini duduk di posisi sebagai Humas Kemenkes, ia memilih jalur seni lebih tepatnya yaitu menjadi pengajar piano klasik. Saking sukanya pada bidang ini, sampai-sampai katanya ia ingin memilih jurusan seni. "Dulu saya ingin masuk jurusan musik, ha ha ha," tawa Hendy membuka wawancara pada tim Medcom.id.
Namun takdir berkata lain. Dalam banyak proses pertimbangan serta sharing bersama orang tua kemudian ia memutuskan meneruskan pendidikannya di bidang lainnya, yaitu Ilmu Komunikasi. Baginya, tidak tampil di depan layar masih bisa melakukannya di belakang layar.
"Kalau tidak bisa di depan layar, saya memutuskan untuk bisa di belakang layar," tambah pria yang hobi traveling ini.
Kecintaannya pada membagi ilmu dalam dunia seni memudahkannya dalam menjalani profesi sebagai humas. Ia bilang, kecintaannya pada bidang komunikasi tumbuh dari pengalamannya dari menjadi seorang pengajar.
Selesai menyelesaikan studinya ia kemudian memutuskan untuk mengikuti ujian CPNS. Tak disangka hasilnya sangat memuaskan. Ini selanjutnya mengantarkannya berada di Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini.
.jpeg)
(Hendy bersama dengan dr. Nadia selaku Juru Bicara Kemenkes pada penyelenggaraan rangkaian Pertemuan Bidang Kesehatan dalam Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022. Foto: Dok. Hendy Yudistira)
Hendy juga menjelaskan dalam menjalani profesinya sebagai humas ia juga sering menemukan banyak tantangan, di antaranya adalah kesulitan dalam memenuhi permintaan para jurnalis untuk mewawancarai pimpinan.
"Kenapa ini sulit, karena pimpinan kan jadwalnya sudah terbentuk dari hari-hari sebelumnya, mengisi plotting waktunya sulit sekali, sedangkan teman-teman media biasanya meminta permintaan wawancara dengan mendadak," paparnya sambil sedikit curhat.
"Di sini diperlukan teknik lobbying juga kombinasi, bagaimana saya bisa menyelipkan wawancara dalam jadwal para pimpinan," tukasnya.
Baginya seorang humas harus dapat menjelaskan sekaligus mengatur press conference maupun wawancara eksklusif apabila dibutuhkan.
Serta memerhatikan kebutuhan institusi yaitu mencari wadah atau sarana untuk mempublikasikan kebijakan-kebijakan, serta menyebarluaskan program-program kerja institusi.
"Kalau dalam masa pandemi ini tentu saja untuk menenangkan masyarakat serta memberikan update untuk isu-isu yang beredar," bebernya.
.jpeg)
(Ia juga mendampingin Menkes sebelumnya yaitu Dr. Terawan Agus Putranto. Foto: Dok. Hendy Yudistira)
Dunia humas dalam pandangan Hendy tak cukup hanya bekerja secara baik, melainkan dibangun juga dengan dedikasi dengan komitmen yang tinggi.
Salah satu contohnya adalah, handphone yang dijadikan sebagai sarana berkomunikasi antara anggota instansi, atasan atau menteri, sampai kepada para wartawan, dilarang sampai mati. Membekali diri dengan aneka "peralatan tempur" supaya handphone tersebut bisa hidup lagi.
Baginya, komunikasi satu dengan lainnya dalam dunia humas menjadi kunci utama dan dibutuhkan komitmen yang luar biasa untuk terus connect satu dengan lainnya. Sabar juga menjadikannya salah satu yang wajib dimiliki seorang humas.
Jadi, katanya, hati dan pikirannya harus "open mind" apabila seorang wartawan tiba-tiba meneleponnya atau memberikan chatt untuk memintanya mewawancarai menteri kesehatan untuk isu tertentu.
Atau bisa juga menanyakan hal lainnya di jam-jam 'ajaib' untuk mengetahui update-update tertentu. Penerimaannya harus terbuka berkaitan dengan profesi yang diemban tersebut.
Dan, menurutnya bagi anak muda yang ingin terjun dibidang humas ia memberikan pesannya yaitu terjun dibidang humas tidak hanya diperlukan ketertarikan, tapi juga perlu dedikasi yang tinggi.
"Memulai itu mudah, membuka diri itu mudah, yang sulit adalah menjaga, dan berkomitmen bahwa setiap waktu kita dapat menjembatani antara pimpinan dengan masyarakat, kapan pun di mana pun," jelasnya.
Lebih jauh ia bilang, semua harus diawali dengan membangun rasa cinta di bidang ini.
“Percaya deh bidang humas ini bukan pekerjaan yang bisa digantikan dengan kecerdasan artificial atau robot bahkan di masa depan, karena ini soal komunikasi dengan manusia yang punya perasaan, perlu ikatan emosional di situ,” pungkasnya.
Fadhilla Syarafina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Layaknya berada di balik layar, profesi humas merupakan salah satu pekerjaan keras yang mungkin tidak semua orang punya talent atau bakat di sana.
Salah satu yang sukses di bidang ini adalah Hendy Yudistira, lelaki manis yang menjabat sebagai Pranata Humas di Biro Komunikasi dan Pelayan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membagikan kisah eksklusifnya untuk Medcom.id.
.jpeg)
(Hendy saat bertugas dengan Menkes Nila Moeloek. Foto: Dok. Hendy Yudistira)
Penggajar piano klasik
Jauh sebelum lelaki murah senyum ini duduk di posisi sebagai Humas Kemenkes, ia memilih jalur seni lebih tepatnya yaitu menjadi pengajar piano klasik. Saking sukanya pada bidang ini, sampai-sampai katanya ia ingin memilih jurusan seni. "Dulu saya ingin masuk jurusan musik, ha ha ha," tawa Hendy membuka wawancara pada tim Medcom.id.
Namun takdir berkata lain. Dalam banyak proses pertimbangan serta sharing bersama orang tua kemudian ia memutuskan meneruskan pendidikannya di bidang lainnya, yaitu Ilmu Komunikasi. Baginya, tidak tampil di depan layar masih bisa melakukannya di belakang layar.
"Kalau tidak bisa di depan layar, saya memutuskan untuk bisa di belakang layar," tambah pria yang hobi traveling ini.
Kecintaannya pada membagi ilmu dalam dunia seni memudahkannya dalam menjalani profesi sebagai humas. Ia bilang, kecintaannya pada bidang komunikasi tumbuh dari pengalamannya dari menjadi seorang pengajar.
Selesai menyelesaikan studinya ia kemudian memutuskan untuk mengikuti ujian CPNS. Tak disangka hasilnya sangat memuaskan. Ini selanjutnya mengantarkannya berada di Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini.
.jpeg)
(Hendy bersama dengan dr. Nadia selaku Juru Bicara Kemenkes pada penyelenggaraan rangkaian Pertemuan Bidang Kesehatan dalam Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022. Foto: Dok. Hendy Yudistira)
Banyak tantangan
Hendy juga menjelaskan dalam menjalani profesinya sebagai humas ia juga sering menemukan banyak tantangan, di antaranya adalah kesulitan dalam memenuhi permintaan para jurnalis untuk mewawancarai pimpinan.
"Kenapa ini sulit, karena pimpinan kan jadwalnya sudah terbentuk dari hari-hari sebelumnya, mengisi plotting waktunya sulit sekali, sedangkan teman-teman media biasanya meminta permintaan wawancara dengan mendadak," paparnya sambil sedikit curhat.
"Di sini diperlukan teknik lobbying juga kombinasi, bagaimana saya bisa menyelipkan wawancara dalam jadwal para pimpinan," tukasnya.
Baginya seorang humas harus dapat menjelaskan sekaligus mengatur press conference maupun wawancara eksklusif apabila dibutuhkan.
Serta memerhatikan kebutuhan institusi yaitu mencari wadah atau sarana untuk mempublikasikan kebijakan-kebijakan, serta menyebarluaskan program-program kerja institusi.
"Kalau dalam masa pandemi ini tentu saja untuk menenangkan masyarakat serta memberikan update untuk isu-isu yang beredar," bebernya.
.jpeg)
(Ia juga mendampingin Menkes sebelumnya yaitu Dr. Terawan Agus Putranto. Foto: Dok. Hendy Yudistira)
Komitmen penuh seorang humas
Dunia humas dalam pandangan Hendy tak cukup hanya bekerja secara baik, melainkan dibangun juga dengan dedikasi dengan komitmen yang tinggi.
Salah satu contohnya adalah, handphone yang dijadikan sebagai sarana berkomunikasi antara anggota instansi, atasan atau menteri, sampai kepada para wartawan, dilarang sampai mati. Membekali diri dengan aneka "peralatan tempur" supaya handphone tersebut bisa hidup lagi.
Baginya, komunikasi satu dengan lainnya dalam dunia humas menjadi kunci utama dan dibutuhkan komitmen yang luar biasa untuk terus connect satu dengan lainnya. Sabar juga menjadikannya salah satu yang wajib dimiliki seorang humas.
Jadi, katanya, hati dan pikirannya harus "open mind" apabila seorang wartawan tiba-tiba meneleponnya atau memberikan chatt untuk memintanya mewawancarai menteri kesehatan untuk isu tertentu.
Atau bisa juga menanyakan hal lainnya di jam-jam 'ajaib' untuk mengetahui update-update tertentu. Penerimaannya harus terbuka berkaitan dengan profesi yang diemban tersebut.
Dan, menurutnya bagi anak muda yang ingin terjun dibidang humas ia memberikan pesannya yaitu terjun dibidang humas tidak hanya diperlukan ketertarikan, tapi juga perlu dedikasi yang tinggi.
"Memulai itu mudah, membuka diri itu mudah, yang sulit adalah menjaga, dan berkomitmen bahwa setiap waktu kita dapat menjembatani antara pimpinan dengan masyarakat, kapan pun di mana pun," jelasnya.
Lebih jauh ia bilang, semua harus diawali dengan membangun rasa cinta di bidang ini.
“Percaya deh bidang humas ini bukan pekerjaan yang bisa digantikan dengan kecerdasan artificial atau robot bahkan di masa depan, karena ini soal komunikasi dengan manusia yang punya perasaan, perlu ikatan emosional di situ,” pungkasnya.
Fadhilla Syarafina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)