FAMILY
Peran Penting Pustakawan Dalam Meningkatkan Minat Baca
K. Yudha Wirakusuma
Jumat 11 Desember 2020 / 20:44
Jakarta: Selain keluarga, pustakawan juga memiliki peranan yang bisa dipandang sebelah mata dalam meningkatkan minat baca. Tak terkecuali saat pandemi covid-19.
Pada saat ini VUCA, yang memiliki makna Volality (kecepatan perubahan), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), dan Ambiguity (ketidakjelasan akan realitas).
Konsep VUCA juga bisa digunakan untuk mengambarkan kondisi umum bidang perpustakaan sekarang ini.
Diskusi mengenai pentingnya layanan perpustakaan mengikuti ekosistem VOCA dilaksanakan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Tren Perubahan Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi Menghadapi Ekosistem VUCA”, pada Kamis, 10 Desember 2020.
Hasil diskusi yang diinisiasi oleh Komisi X DPR RI ini akan digunakan sebagai referensi rumusan kebijakan layanan perpustakaan perguruan tinggi.
Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional RI Woro Titi Haryanti menyatakan kunci adaptasi perpustakaan terhadap ekosistem VUCA ada di tangan pustakawan dan tenaga perpustakaan. “Pustakawan harus memiliki kemampuan untuk terus menerus belajar, beradaptasi terhadap ketidakpastian melalui inovasi, berpikir secara strategis, dan mendorong eksekusi strategi tersebut,” ujar Woro.
Pandemi Covid-19 merupakan salah satu situasi di mana pustakawan harus cepat beradaptasi untuk mengatasinya.
“Pendekatan self-service model dengan menghadirkan layanan pick up yang memungkinkan pemustaka untuk dapat secara mandiri mengambil koleksi yang dibutuhkan dan mengembalikannya melalui layanan book drop merupakan salah satu contoh adaptasi pustakawan dalam menghadapi perubahan yang cepat,” urainya.
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, sepakat dengan hal ini. Menurutnya, kompetensi pustakawan sangat penting untuk memastikan bahwa pustakawan menjadi tenaga profesional di bidangnya.
“Tidak ada lagi nanti istilah pustakawan PNS dan Non PNS. Sebagai sebuah profesi, sudah seyogyanya tunjangan profesi pustakawan sama baik PNS maupun non PNS,” jelasnya.
Dia menambahkan, dalam konteks kompetensi, sebaiknya pustakawan disamakan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen. “Pustakawan harus memiliki kompetensi pedagogi dan andragogi, kompetensi profesional, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial,” ujarnya.
Sementara itu, Abdul Rahman Saleh, Pustakawan Utama dari Institut Pertanian Bogor mengatakan bahwa ekosistem VUCA dipengaruhi revolusi industri. Memasuki revolusi industri 4.0, perubahan teknologi yang cepat mempengaruhi perilaku pengguna layanan perpustakaan.
Menurut Abdul Rahman Saleh, pustakawan harus melakukan perubahan atau transformasi agar dapat melayani pemustaka dari era sekarang ini.
“Aplikasi perpustakaan digital yang dimiliki Perpusnas, iPusnas, merupakan contoh bagaimana perpustakaan dapat berkembang mengikuti perubahan yang cepat dan penuh ketidakpastian,” ungkap Abdul Rahman Saleh dalam acara ini.
“Dulu tidak pernah terbayang oleh saya ada perpustakaan digital yang membuat orang dapat meminjam dan membaca buku dari mana saja seperti iPusnas. Kita dapat membaca buku dengan jumlah halaman ratusan dan ukuran file yang besar dari gawai kita,” tambahnya.
Ekosistem VUCA harus dilihat sebagai potensi terhadap pengembangan perpustakaan dan profesi pustakawan, ketimbang dilihat sebagai sebuah ancaman. “Banyak pekerjaan lama yang terancam hilang karena digantikan mesin, robot, dan komputer. Sementara banyak juga pekerjaan baru yang akan muncul. Pekerjaan yang tidak akan terpengaruh adalah pekerjaan yang bersifat personal dan memerlukan pemikiran,” tekannya.
Karenanya, Abdul Rahman menambahkan, pustakawan saat ini harus memiliki kompetensi penguasaan TIK, kemampuan riset, kemampuan komunikasi, mengajar, menulis, mengemas informasi, manajemen informasi, dan telaah sistem kepustakawanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(YDH)
Pada saat ini VUCA, yang memiliki makna Volality (kecepatan perubahan), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), dan Ambiguity (ketidakjelasan akan realitas).
Konsep VUCA juga bisa digunakan untuk mengambarkan kondisi umum bidang perpustakaan sekarang ini.
Diskusi mengenai pentingnya layanan perpustakaan mengikuti ekosistem VOCA dilaksanakan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Tren Perubahan Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi Menghadapi Ekosistem VUCA”, pada Kamis, 10 Desember 2020.
Hasil diskusi yang diinisiasi oleh Komisi X DPR RI ini akan digunakan sebagai referensi rumusan kebijakan layanan perpustakaan perguruan tinggi.
Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional RI Woro Titi Haryanti menyatakan kunci adaptasi perpustakaan terhadap ekosistem VUCA ada di tangan pustakawan dan tenaga perpustakaan. “Pustakawan harus memiliki kemampuan untuk terus menerus belajar, beradaptasi terhadap ketidakpastian melalui inovasi, berpikir secara strategis, dan mendorong eksekusi strategi tersebut,” ujar Woro.
Pandemi Covid-19 merupakan salah satu situasi di mana pustakawan harus cepat beradaptasi untuk mengatasinya.
“Pendekatan self-service model dengan menghadirkan layanan pick up yang memungkinkan pemustaka untuk dapat secara mandiri mengambil koleksi yang dibutuhkan dan mengembalikannya melalui layanan book drop merupakan salah satu contoh adaptasi pustakawan dalam menghadapi perubahan yang cepat,” urainya.
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, sepakat dengan hal ini. Menurutnya, kompetensi pustakawan sangat penting untuk memastikan bahwa pustakawan menjadi tenaga profesional di bidangnya.
“Tidak ada lagi nanti istilah pustakawan PNS dan Non PNS. Sebagai sebuah profesi, sudah seyogyanya tunjangan profesi pustakawan sama baik PNS maupun non PNS,” jelasnya.
Dia menambahkan, dalam konteks kompetensi, sebaiknya pustakawan disamakan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen. “Pustakawan harus memiliki kompetensi pedagogi dan andragogi, kompetensi profesional, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial,” ujarnya.
Sementara itu, Abdul Rahman Saleh, Pustakawan Utama dari Institut Pertanian Bogor mengatakan bahwa ekosistem VUCA dipengaruhi revolusi industri. Memasuki revolusi industri 4.0, perubahan teknologi yang cepat mempengaruhi perilaku pengguna layanan perpustakaan.
Menurut Abdul Rahman Saleh, pustakawan harus melakukan perubahan atau transformasi agar dapat melayani pemustaka dari era sekarang ini.
“Aplikasi perpustakaan digital yang dimiliki Perpusnas, iPusnas, merupakan contoh bagaimana perpustakaan dapat berkembang mengikuti perubahan yang cepat dan penuh ketidakpastian,” ungkap Abdul Rahman Saleh dalam acara ini.
“Dulu tidak pernah terbayang oleh saya ada perpustakaan digital yang membuat orang dapat meminjam dan membaca buku dari mana saja seperti iPusnas. Kita dapat membaca buku dengan jumlah halaman ratusan dan ukuran file yang besar dari gawai kita,” tambahnya.
Ekosistem VUCA harus dilihat sebagai potensi terhadap pengembangan perpustakaan dan profesi pustakawan, ketimbang dilihat sebagai sebuah ancaman. “Banyak pekerjaan lama yang terancam hilang karena digantikan mesin, robot, dan komputer. Sementara banyak juga pekerjaan baru yang akan muncul. Pekerjaan yang tidak akan terpengaruh adalah pekerjaan yang bersifat personal dan memerlukan pemikiran,” tekannya.
Karenanya, Abdul Rahman menambahkan, pustakawan saat ini harus memiliki kompetensi penguasaan TIK, kemampuan riset, kemampuan komunikasi, mengajar, menulis, mengemas informasi, manajemen informasi, dan telaah sistem kepustakawanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)