FAMILY
Mana yang Lebih Menjanjikan untuk Masa Depan, Menikah atau Mapan Dulu?
Rosa Anggreati
Senin 31 Oktober 2022 / 14:42
Jakarta: Menikah atau meniti karier dulu? Dua pilihan tersebut kerap membuat galau. Mana yang lebih menjanjikan untuk masa depan, menikah atau mapan dulu?
Menjawab kegalauan tersebut, Chief Agency Officer Manulife Indonesia Jeffrey Kie, memberikan contoh pengalaman yang dialaminya saat memutuskan menikah puluhan tahun silam.
“Mapan itu relatif, ini yang menjadi masalah sehingga banyak tertunda. Saya menikah usia 27. Saat itu, akhirnya kita putuskan on the way deh, jadi sudah cukup untuk melangkah, tidak perlu sampai ke ujungnya dulu. Lebih ke mapan bersama. Ketika kita sudah bisa mencukupi biaya dan sedikit saving, itu bisa dibilang tidak modal nekat,” kata Jeffrey Kie.
Jeffrey menekankan sebelum menikah, sebaiknya harus siap secara mental dan finansial. Kedua hal itu penting untuk mencegah timbul masalah yang berpotensi menjadi duri dalam pernikahan di kemudian hari.
“Jika finansial belum cukup, itu namanya nekat. Namun jika finansial cukup, tapi mental belum siap untuk menerima orang lain dalam hidup, masih ingin bebas, maka itu yang dipikirkan kembali. Yang paling bagus adalah mental sudah siap dan finansial direncanakan,” katanya.
DI Indonesia urusan keuangan jarang dibicarakan karena sebagian orang merasa malu. Padahal keterbukaan akan keadaan finansial penting untuk mencegah kesalahpahaman.
“Dari keterbukaan tersebut akan ketahuan apakah pendapatan sudah cukup atau masih kurang, apakah perlu menambah income. Apakah banyak utang atau tidak. Itu perlu kita perhatikan,” ucapnya.
Lebih lanjut Jeffrey mengatakan salah satu kunci sukses keuangan jangka panjang adalah menunda kesenangan, serta harus bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
“Kita boleh saja bersenang-senang, memanjakan diri, asalkan jangan kebablasan. Makanya penting kita mencatat keuangan setiap bulan. Kalau sekarang keuangan kita pas banget, ya belum bisa senang. Tapi sekarang banyak orang tergoda membeli barang dengan cicilan, itu namanya mempercepat kesenangan tapi meninggalkan utang,” ucapnya.
Jeffrey menyarankan untuk melakukan perencanaan yang matang. Dengan begitu rencana jangka panjang akan lebih mudah dicapai.
Ia mencontohkan, masyarakat kita yang cenderung lebih memilih menyenangkan orang lain ketimbang diri sendiri. Misalnya, menyelenggarakan pesta pernikahan besar-besaran.
“Apakah kita perlu mengadakan pesta besar-besaran, tapi kemudian kita hidup susah penuh utang? Atau uang yang tadi untuk pesta kita gunakan untuk usaha, beli rumah, dan tabungan masa depan. Biaya pesta sekarang bisa cukup untuk DP satu rumah, lho,” katanya.
Poin berikutnya yang mesti dilakukan sebelum menikah adalah keterbukaan soal keuangan dengan calon pasangan hidup, dan selalu melakukan perhitungan sebelum memutuskan membeli sesuatu. Kata Jeffrey, hitung-hitungan di sini bukan “pelit.”
“Ketika memegang uang kecil tidak bisa bertanggung jawab, maka saat memegang uang besar akan kacau. Itulah pentingnya mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan. Kita hitung segala pengeluaran, bukan karena pelit,” ujarnya.
Berikutnya, Jeffrey menganjurkan untuk melengkapi proteksi asuransi sebelum menikah.
“Hal ini penting karena untuk mempertimbangkan risiko kehidupan ke depan. Bagaimana rencana pendidikan anak ke depan, bagaimana kehidupan berjalan jika salah satu dari kita meninggal,” ucapnya.
Untuk membantu Anda mengatur keuangan dengan bijak, dan mendapatkan edukasi finansial, silakan klik Manulife Indonesia. Follow juga akun Twitter dan Instagram @doit_metrotv untuk mendapatkan informasi terkini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ROS)
Menjawab kegalauan tersebut, Chief Agency Officer Manulife Indonesia Jeffrey Kie, memberikan contoh pengalaman yang dialaminya saat memutuskan menikah puluhan tahun silam.
“Mapan itu relatif, ini yang menjadi masalah sehingga banyak tertunda. Saya menikah usia 27. Saat itu, akhirnya kita putuskan on the way deh, jadi sudah cukup untuk melangkah, tidak perlu sampai ke ujungnya dulu. Lebih ke mapan bersama. Ketika kita sudah bisa mencukupi biaya dan sedikit saving, itu bisa dibilang tidak modal nekat,” kata Jeffrey Kie.
Jeffrey menekankan sebelum menikah, sebaiknya harus siap secara mental dan finansial. Kedua hal itu penting untuk mencegah timbul masalah yang berpotensi menjadi duri dalam pernikahan di kemudian hari.
“Jika finansial belum cukup, itu namanya nekat. Namun jika finansial cukup, tapi mental belum siap untuk menerima orang lain dalam hidup, masih ingin bebas, maka itu yang dipikirkan kembali. Yang paling bagus adalah mental sudah siap dan finansial direncanakan,” katanya.
DI Indonesia urusan keuangan jarang dibicarakan karena sebagian orang merasa malu. Padahal keterbukaan akan keadaan finansial penting untuk mencegah kesalahpahaman.
“Dari keterbukaan tersebut akan ketahuan apakah pendapatan sudah cukup atau masih kurang, apakah perlu menambah income. Apakah banyak utang atau tidak. Itu perlu kita perhatikan,” ucapnya.
Lebih lanjut Jeffrey mengatakan salah satu kunci sukses keuangan jangka panjang adalah menunda kesenangan, serta harus bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
“Kita boleh saja bersenang-senang, memanjakan diri, asalkan jangan kebablasan. Makanya penting kita mencatat keuangan setiap bulan. Kalau sekarang keuangan kita pas banget, ya belum bisa senang. Tapi sekarang banyak orang tergoda membeli barang dengan cicilan, itu namanya mempercepat kesenangan tapi meninggalkan utang,” ucapnya.
Jeffrey menyarankan untuk melakukan perencanaan yang matang. Dengan begitu rencana jangka panjang akan lebih mudah dicapai.
Ia mencontohkan, masyarakat kita yang cenderung lebih memilih menyenangkan orang lain ketimbang diri sendiri. Misalnya, menyelenggarakan pesta pernikahan besar-besaran.
“Apakah kita perlu mengadakan pesta besar-besaran, tapi kemudian kita hidup susah penuh utang? Atau uang yang tadi untuk pesta kita gunakan untuk usaha, beli rumah, dan tabungan masa depan. Biaya pesta sekarang bisa cukup untuk DP satu rumah, lho,” katanya.
Poin berikutnya yang mesti dilakukan sebelum menikah adalah keterbukaan soal keuangan dengan calon pasangan hidup, dan selalu melakukan perhitungan sebelum memutuskan membeli sesuatu. Kata Jeffrey, hitung-hitungan di sini bukan “pelit.”
“Ketika memegang uang kecil tidak bisa bertanggung jawab, maka saat memegang uang besar akan kacau. Itulah pentingnya mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan. Kita hitung segala pengeluaran, bukan karena pelit,” ujarnya.
Berikutnya, Jeffrey menganjurkan untuk melengkapi proteksi asuransi sebelum menikah.
“Hal ini penting karena untuk mempertimbangkan risiko kehidupan ke depan. Bagaimana rencana pendidikan anak ke depan, bagaimana kehidupan berjalan jika salah satu dari kita meninggal,” ucapnya.
Untuk membantu Anda mengatur keuangan dengan bijak, dan mendapatkan edukasi finansial, silakan klik Manulife Indonesia. Follow juga akun Twitter dan Instagram @doit_metrotv untuk mendapatkan informasi terkini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)