Jakarta: Semua zat gizi penting bagi tubuh, namun kekurangan zat gizi mikro-yang hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun penting, sering kali tak disadari. Ir. Titin Hartini, MsC, Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa menurut Studi Masalah Gizi Mikro di 10 Provinsi oleh P3GM Kementerian Kesehatan RI, menunjukkan bahwa angka prevalensi balita kurang zinc sebesar 32 persen (2012).
Prof Dr. Ir. Hardinsyah MS, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) menyatakan bahwa, "Kekurangan zat gizi mikro - vitamin, mineral dan sekelumit (trace minerals) – sering kali tersembunyi dan tidak disadari, namun jika tidak segera diatasi bisa membawa dampak buruk dalam jangka panjang.”
"Zat gizi mikro memiliki peran untuk membantu pertumbuhan (tulang, gigi, sel dan lainnya), pencernaan dan metabolisme, pembentukan imunitas, tekanan darah dan cairan tubuh serta pengendalian syaraf, oleh karena itu kecukupan zat gizi mikro sangat penting terutama untuk ibu hamil dan anak-anak balita,” tambahnya.
“Kekurangan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) lebih sering terjadi – terutama kekurangan kalsium, zat besi, zinc, asam folat , B12, C dan D pada anak, perempuan dan ibu hamil. Kekurangan ini sering kali diakibatkan karena diet (pola makan) miskin sumber pangan hewani dan buah,” lanjut Hardinsyah. Tanpa pangan hewani dan sayur akan sulit untuk memenuhi kecukupan asupan zat gizi mikro.
Defisiensi zat gizi mikro dalam jangka yang lama dapat memberikan dampak malnutrisi yang nantinya akan memengaruhi peningkatan angka kesakitan dan kematian, serta memengaruhi gangguan yang serius pada tumbuh kembang anak.

(Zinc bisa didapat dari konsumsi sereal yang telah diolah, beras, ayam, daging berlemak serta ikan, tiram, umbi-umbian dan beberapa sayuran hijau.Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Zinc merupakan zat gizi mikro jenis mineral yang hanya sedikit diperlukan tubuh namun sangat penting diperlukan untuk tumbuh kembang anak. Ir. Titin Hartini, MsC menyatakan zat gizi mikro zinc pertama kali ditemukan pada tahun 1934 dan esensi pentingnya zinc bagi kesehatan manusia baru diketahui pada tahun 1958.
Kekurangan zinc pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1960-an yang ditengarai bisa menghambat pertumbuhan pada anak dan remaja.
“Setelah itu perhatian pada zinc bertambah karena tingginya prevalensi zinc yang cukup tinggi di negara-negara berkembang serta keterkaitan kekurangan zinc dengan penyakit infeksi,” tambah Titin.
“Penelitian Kemenkes di tahun 2006 menunjukkan prevalensi zinc pada balita di Indonesia sebesar 32 persen sementara asupan zat gizi zinc pada balita: 30 persen dari AKG (angka kecukupan gizi),” beber Titin. Defisiensi ini bisa menimbulkan beragam dampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak karena pentingnya fungsi zinc bagi tubuh.
“Zinc memiliki fungsi katalitik, terdiri dari hampir 300 macam enzim yang berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, lemak dan protein serta metabolism zat gizi mikro lainnya. Zinc juga memiliki fungsi struktural, berperan penting dalam kestabilan protein enzim dan membran sel."
"Selain itu, zinc juga memiliki fungsi regulasi, di mana ‘zinc finger protein’ meregulasi ekspresi gen dengan bertindak sebagai faktor transkripsi (berikatan dengan DNA dan memengaruhi transkripsi gen spesifik,” Titin menjelaskan.
Selain itu zinc juga berperan dalam system imun (seluler dan humoral), memengaruhi pelepasan hormon serta transmisi impuls syaraf.
Sumber zinc bisa berasal dari bahan makanan seperti daging merah, gandum utuh, biji-bijian dan kacang-kacangan. Dalam jumlah yang lebih sedikit, zinc bisa didapat dari konsumsi sereal yang telah diolah, beras, ayam, daging berlemak serta ikan, tiram, umbi-umbian dan beberapa sayuran hijau.
Selain terdapat dalam bahan pangan alami, pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro termasuk zinc juga dapat diperoleh melalui konsumsi pangan tambahan yang telah difortifikasi (diperkaya) dengan tambahan zat gizi mikro. Beberapa produk makanan pelengkap untuk anak, seperti susu pertumbuhan untuk anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Prof Dr. Ir. Hardinsyah MS, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) menyatakan bahwa, "Kekurangan zat gizi mikro - vitamin, mineral dan sekelumit (trace minerals) – sering kali tersembunyi dan tidak disadari, namun jika tidak segera diatasi bisa membawa dampak buruk dalam jangka panjang.”
"Zat gizi mikro memiliki peran untuk membantu pertumbuhan (tulang, gigi, sel dan lainnya), pencernaan dan metabolisme, pembentukan imunitas, tekanan darah dan cairan tubuh serta pengendalian syaraf, oleh karena itu kecukupan zat gizi mikro sangat penting terutama untuk ibu hamil dan anak-anak balita,” tambahnya.
“Kekurangan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) lebih sering terjadi – terutama kekurangan kalsium, zat besi, zinc, asam folat , B12, C dan D pada anak, perempuan dan ibu hamil. Kekurangan ini sering kali diakibatkan karena diet (pola makan) miskin sumber pangan hewani dan buah,” lanjut Hardinsyah. Tanpa pangan hewani dan sayur akan sulit untuk memenuhi kecukupan asupan zat gizi mikro.
Defisiensi zat gizi mikro dalam jangka yang lama dapat memberikan dampak malnutrisi yang nantinya akan memengaruhi peningkatan angka kesakitan dan kematian, serta memengaruhi gangguan yang serius pada tumbuh kembang anak.

(Zinc bisa didapat dari konsumsi sereal yang telah diolah, beras, ayam, daging berlemak serta ikan, tiram, umbi-umbian dan beberapa sayuran hijau.Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Peran dan kebutuhan zinc
Zinc merupakan zat gizi mikro jenis mineral yang hanya sedikit diperlukan tubuh namun sangat penting diperlukan untuk tumbuh kembang anak. Ir. Titin Hartini, MsC menyatakan zat gizi mikro zinc pertama kali ditemukan pada tahun 1934 dan esensi pentingnya zinc bagi kesehatan manusia baru diketahui pada tahun 1958.
Kekurangan zinc pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1960-an yang ditengarai bisa menghambat pertumbuhan pada anak dan remaja.
“Setelah itu perhatian pada zinc bertambah karena tingginya prevalensi zinc yang cukup tinggi di negara-negara berkembang serta keterkaitan kekurangan zinc dengan penyakit infeksi,” tambah Titin.
“Penelitian Kemenkes di tahun 2006 menunjukkan prevalensi zinc pada balita di Indonesia sebesar 32 persen sementara asupan zat gizi zinc pada balita: 30 persen dari AKG (angka kecukupan gizi),” beber Titin. Defisiensi ini bisa menimbulkan beragam dampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak karena pentingnya fungsi zinc bagi tubuh.
“Zinc memiliki fungsi katalitik, terdiri dari hampir 300 macam enzim yang berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, lemak dan protein serta metabolism zat gizi mikro lainnya. Zinc juga memiliki fungsi struktural, berperan penting dalam kestabilan protein enzim dan membran sel."
"Selain itu, zinc juga memiliki fungsi regulasi, di mana ‘zinc finger protein’ meregulasi ekspresi gen dengan bertindak sebagai faktor transkripsi (berikatan dengan DNA dan memengaruhi transkripsi gen spesifik,” Titin menjelaskan.
Selain itu zinc juga berperan dalam system imun (seluler dan humoral), memengaruhi pelepasan hormon serta transmisi impuls syaraf.
Sumber zinc bisa berasal dari bahan makanan seperti daging merah, gandum utuh, biji-bijian dan kacang-kacangan. Dalam jumlah yang lebih sedikit, zinc bisa didapat dari konsumsi sereal yang telah diolah, beras, ayam, daging berlemak serta ikan, tiram, umbi-umbian dan beberapa sayuran hijau.
Selain terdapat dalam bahan pangan alami, pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro termasuk zinc juga dapat diperoleh melalui konsumsi pangan tambahan yang telah difortifikasi (diperkaya) dengan tambahan zat gizi mikro. Beberapa produk makanan pelengkap untuk anak, seperti susu pertumbuhan untuk anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)