Jakarta: Di hadapan mertua, konflik sering kali muncul dari persoalan yang paling kecil. Dan sudah menjadi rahasia umum bila hubungan menantu dengan mertua tidak tercipta harmonis, terlebih pada menantu perempuan dengan ibu mertua.
Bahkan menurut psikolog Terri Apter dari Cambridge University yang dinukil dari Psychology Today, menunjukkan bahwa tiga dari empat pasangan menikah menunjukkan konflik signifikan dengan mertuanya.
Ya, ada banyak anggapan, bila kita menikahi seseorang artinya kita menikahi keluarganya juga. Maka tidak heran bila saat baru-baru menikah, kita harus menyesuaikan diri dan membangun hubungan baik dengan pasangan sekaligus keluarganya, utamanya dengan orang tuanya yang kita sebut mertua.
Namun faktanya, beberapa pasangan justru mengalami masalah dengan salah satu atau kedua mertua? Apa alasannya?
Bila kamu sudah memiliki momongan dan masih tinggal bersama mertua, urusan anak yang notabene adalah cucu mereka, bisa menjadi masalah. Mulai dari prefernsi pola asuh, kaitannya dengan kebutuhan perkembangan, metode kedisiplinan, serta apa yang berhasil dan apa yang tidak mungkin akan dipandang berbeda baik oleh kamu maupun mertua.

(Perbedaan cara pandang dengan mertua bisa menjadi salah satu bom yang memecah sebuah keluarga. Ada baiknya saling bicarakan dan tentukan mana jalan yang terbaik. Foto: Ilustrasi/Dok. Freepik.com)
Pandangan kamu tentang masalah tertentu mungkin sangat berbeda dengan pandangan mertua. Ini dikarenakan perbedaan tahapan kehidupan dan pengalaman yang kalian berdua lalui.
Misalnya, kamu dan pasangan mungkin merasa bahwa keterbukaan dan menyuarakan ketidaksepakatan secara teratur membantu komunikasi terbuka dan merupakan cara untuk memperkuat pernikahan kalian.
Namun, mertua kamu mungkin tidak setuju dan mendorong kamu berdua untuk mengalah satu sama lain untuk menghindari pertengkaran yang dapat membahayakan pernikahan dalam jangka panjang.
Orang-orang dari keluarga yang lebih terhubung dan dekat cenderung menghargai rutinitas keluarga yang memungkinkan mereka menghabiskan waktu dan melakukan berbagai hal bersama.
Misalnya, mertua mungkin senang berbicara dengan kamu dan pasangan melalui telepon setiap dua hari sekali dan bersikeras mengadakan makan malam keluarga setiap akhir pekan untuk menghabiskan waktu bersama sebagai sebuah keluarga.
Di sisi lain, orang-orang yang berasal dari keluarga yang tidak terlalu dekat mungkin akan lebih leluasa dalam berkumpul atau menghabiskan waktu bersama keluarga. Tergantung pada preferensi pribadi sendiri, kamu mungkin menganggap praktik dan tuntutan seperti itu berlebihan.
Bagi sebagian orang, merayakan acara-acara khusus seperti ulang tahun pernikahan, hari jadi, dan peristiwa penting dalam hidup, adalah cara untuk membangun signifikansi hubungan. Orang lain mungkin kurang antusias dengan acara ini dan hanya memandangnya sebagai tugas atau kewajiban yang harus dipenuhi.
Signifikansi yang tak tertandingi yang diberikan oleh mertua dan pasangan terhadap peristiwa semacam itu berpotensi menjadi bahan perdebatan.
Apapun yang kamu dan pasangan lakukan, mertua mengharapkan selalu berkonsultasi dengannya terlebih dulu. Dengan kata lain, sebelum kalian membuat keputusan seputar karier, anak-anak, bahkan tempat tinggal, pihak mertua harus tahu.
Memiliki sebuah support system yang solid memang merupakan sebuah hal yang positif, namun lain halnya jika cenderung mengarah ke menghalangi, mencampuri, hingga memperkeruh isu-isu pribadi yang bukan menjadi urusan orang lain selain kamu dan pasangan.
Menurut pakar hubungan Dr John Gottman yang dikutip dari laman TOUCH Community Services, pasangan sering bertengkar berkisar 69 persen dari masalah yang tidak dapat diselesaikan seperti beberapa masalah yang disebutkan di atas.
Untuk mengelola hubungan, kamu bisa berusaha memahami mertua dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengakomodasinya. Namun, kamu tentu tidak sendirian dalam hal ini. Pasangan juga dapat berperan besar dalam menangani masalah mertua!
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Bahkan menurut psikolog Terri Apter dari Cambridge University yang dinukil dari Psychology Today, menunjukkan bahwa tiga dari empat pasangan menikah menunjukkan konflik signifikan dengan mertuanya.
Ya, ada banyak anggapan, bila kita menikahi seseorang artinya kita menikahi keluarganya juga. Maka tidak heran bila saat baru-baru menikah, kita harus menyesuaikan diri dan membangun hubungan baik dengan pasangan sekaligus keluarganya, utamanya dengan orang tuanya yang kita sebut mertua.
Namun faktanya, beberapa pasangan justru mengalami masalah dengan salah satu atau kedua mertua? Apa alasannya?
1. Anak-anak
Bila kamu sudah memiliki momongan dan masih tinggal bersama mertua, urusan anak yang notabene adalah cucu mereka, bisa menjadi masalah. Mulai dari prefernsi pola asuh, kaitannya dengan kebutuhan perkembangan, metode kedisiplinan, serta apa yang berhasil dan apa yang tidak mungkin akan dipandang berbeda baik oleh kamu maupun mertua.
2. Perbedaan cara pandang

(Perbedaan cara pandang dengan mertua bisa menjadi salah satu bom yang memecah sebuah keluarga. Ada baiknya saling bicarakan dan tentukan mana jalan yang terbaik. Foto: Ilustrasi/Dok. Freepik.com)
Pandangan kamu tentang masalah tertentu mungkin sangat berbeda dengan pandangan mertua. Ini dikarenakan perbedaan tahapan kehidupan dan pengalaman yang kalian berdua lalui.
Misalnya, kamu dan pasangan mungkin merasa bahwa keterbukaan dan menyuarakan ketidaksepakatan secara teratur membantu komunikasi terbuka dan merupakan cara untuk memperkuat pernikahan kalian.
Namun, mertua kamu mungkin tidak setuju dan mendorong kamu berdua untuk mengalah satu sama lain untuk menghindari pertengkaran yang dapat membahayakan pernikahan dalam jangka panjang.
3. Tingkat keterhubungan keluarga asal
Orang-orang dari keluarga yang lebih terhubung dan dekat cenderung menghargai rutinitas keluarga yang memungkinkan mereka menghabiskan waktu dan melakukan berbagai hal bersama.
Misalnya, mertua mungkin senang berbicara dengan kamu dan pasangan melalui telepon setiap dua hari sekali dan bersikeras mengadakan makan malam keluarga setiap akhir pekan untuk menghabiskan waktu bersama sebagai sebuah keluarga.
Di sisi lain, orang-orang yang berasal dari keluarga yang tidak terlalu dekat mungkin akan lebih leluasa dalam berkumpul atau menghabiskan waktu bersama keluarga. Tergantung pada preferensi pribadi sendiri, kamu mungkin menganggap praktik dan tuntutan seperti itu berlebihan.
4. Tradisi dan praktik keluarga
Bagi sebagian orang, merayakan acara-acara khusus seperti ulang tahun pernikahan, hari jadi, dan peristiwa penting dalam hidup, adalah cara untuk membangun signifikansi hubungan. Orang lain mungkin kurang antusias dengan acara ini dan hanya memandangnya sebagai tugas atau kewajiban yang harus dipenuhi.
Signifikansi yang tak tertandingi yang diberikan oleh mertua dan pasangan terhadap peristiwa semacam itu berpotensi menjadi bahan perdebatan.
5. Terlalu ikut campur urusan rumah tangga
Apapun yang kamu dan pasangan lakukan, mertua mengharapkan selalu berkonsultasi dengannya terlebih dulu. Dengan kata lain, sebelum kalian membuat keputusan seputar karier, anak-anak, bahkan tempat tinggal, pihak mertua harus tahu.
Memiliki sebuah support system yang solid memang merupakan sebuah hal yang positif, namun lain halnya jika cenderung mengarah ke menghalangi, mencampuri, hingga memperkeruh isu-isu pribadi yang bukan menjadi urusan orang lain selain kamu dan pasangan.
Menurut pakar hubungan Dr John Gottman yang dikutip dari laman TOUCH Community Services, pasangan sering bertengkar berkisar 69 persen dari masalah yang tidak dapat diselesaikan seperti beberapa masalah yang disebutkan di atas.
Untuk mengelola hubungan, kamu bisa berusaha memahami mertua dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengakomodasinya. Namun, kamu tentu tidak sendirian dalam hal ini. Pasangan juga dapat berperan besar dalam menangani masalah mertua!
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)