FAMILY

Apakah Program Bayi Tabung Dapat Menghindari Cacat pada Anak? Dokter Jawab Begini

Aulia Putriningtias
Sabtu 22 Februari 2025 / 11:11

Jakarta: Tak sedikit pasangan ingin memiliki momongan dan mencoba bayi tabung. Namun, beberapa dari mereka termakan omongan bahwa program ini dapat membuat bayi lahir tak mengalami cacat sama sekali. Padahal, hal ini tidak sepenuhnya benar, loh!

Bayi tabung sendiri merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kehamilan pada pasangan infertilitas (gangguan kesuburan). Hal ini dilakukan dengan cara mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia. Kemudian, setelah terjadi pembuahan, sejumlah 2-3 embrio akan ditanam kembali ke rahim calon ibu.

Menurut dr. Mila Maidarti, Sp. O.G, Subsp. F.E.R., Ph.D selaku Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Rumah Sakit Pondok Indah, dalam program bayi tabung ada hal-hal yang dapat diperhatikan dan juga dipantau untuk mengurangi risiko kecacatan pada janin. Namun, bukan berarti benar-benar sepenuhnya terhindar dari kecacatan.

Salah satunya adalah down syndrome. Menurutnya, ini dapat diusahakan untuk memeriksakan antara sel sperma dan sel telur, apakah memiliki 2PN (pronukleus) atau tidak. Jika memiliki 2PN, tandanya adalah tidak memiliki masalah down syndrome atau turner syndrome. Jika memiliki 1PN, dikatakan sebagai turner syndrome, kemudian 3PN adalah down syndrome.

Baca juga:
Ingin Lakukan Proses Bayi Tabung? Dokter Imbau Benahi Lifestyle Dulu!

“Ketika kita temukan sperma dan sel telur, lalu besoknya kita lihat. Itu ada 2PN. 2PN di dalam sel telur yang ada jendol-jendolnya itu ada dua, itu yang normal. Kalau ada 3PN, itu berisiko down syndrome, trisomi namanya. Atau 1PN, ada satu kelainan namanya monosomi itu namanya turner syndrome,” jelasnya dalam temu media di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025.

Namun, dr. Mila menekankan bahwa kelainan genetik yang diturunkan oleh orang tua tak sepenuhnya dapat dilihat melalui program bayi tabung pada umumnya. Pasangan perlu melakukan pre-implantation genetic testing (PGT) untuk melihat lebih dalam kromosom terkait kecacatan melalui genetik.

“Kalau kelainan ini, seharusnya bisa, tetapi kelainan genetik lainnya, kita tidak bisa kalau tidak PGT,” kata dr. Mila.

Ia menambahkan bahwa kondisi di Indonesia sendiri, belum ada laboratorium yang benar-benar mendukung untuk melihat riwayat genetik melalui kromosom untuk calon janin pasangan. Salah satu yang dikhawatirkan adalah talasemia. Namun, dr. Mila mengatakan bahwa saat ini, sedang proses untuk menghadirkan laboratorium ini demi mencegah kecacatan pada calon janin.

“Setahu saya di Indonesia belum ada laboratorium pre-implantation genetic yang struktural dari kromosom. Jadi, hanya jumlah saja,” pungkasnya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH