FAMILY

Apa Saja Bentuk Kekerasan pada Anak dan Bagaimana Cara Orang tua Mengatasi Emosi?

Yatin Suleha
Rabu 17 November 2021 / 18:03
Jakarta: Kekerasan pada anak yang terjadi nyatanya bukan hanya berbentuk secara fisik melainkan juga termasuk psikis.

Salah satu kasusnya, kejadian kekerasan pada anak juga belum lama terjadi yaitu, balita laki-laki di Surabaya meninggal dunia karena dianiaya oleh ibu kandunganya sendiri. Dan sang ibu berinisial AS sudah sudah ditahan di Mapolres Surabaya. 

Dalam data yang dipaparkan News Research Center, ditemukan 2.726 kasus kekerasan pada anak dari Maret hingga 2020 Juli 2021. Setengahnya merupakan kekerasan atau 55 persen merupakan kejahatan kekerasan seksual dan sisanya kekerasan fisik pada anak. 
 

Lalu sebenarnya bagaimana bentuk kekerasan itu sendiri?


Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung sekaligus penulis buku "Survive Menghadapi Quarter Life Crisis" memaparkan bahwa jika berbicara mengenai kekerasan, maka tentunya hal ini mengacu pada perilaku agresi yang diberikan pada sang anak. 

"Jika ada unsur agresi, maka tentunya perilaku tersebut akan menyakiti," papar Efnie.

Menurut Psikolog Efnie, kekerasan pada anak bisa dikategorikan menjadi dua yaitu kekerasan fisik dan psikis

"Kekerasan fisik sudah jelas yaitu menyakiti secara fisik seperti memukul, melukai fisik, dan lainnya. Kekerasan psikis biasanya dalam bentuk kata-kata verbal yang tidak pantas seperi memaki, memarahi dengan teriakan dan nada yang ekstrem, mengancam dan lainnya yang tentunya ini berdampak pada kondisi kejiwaan anak seperti rasa cemas yang berkepanjangan, ketakutan, dan lain-lain," tambah Efnie.


kekerasan pada anak
(Segera pulihkan jika kekerasan yang diterima oleh anak sudah terjadi meskipun hanya sebentar. Foto: Ilustrasi/Pexels.com) 
 

Mengapa hal tersebut bisa terjadi?


Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena faktor kesengajaan karena memang sang pelaku bersifat tega dan tidak memiliki rasa menyayangi. Ada juga yang melakukannya karena tidak disengaja, di mana terkadang sang pelaku merasa itu bagian dari proses mendidik. 

"Pelaku yang tidak sengaja melakukannya biasanya karena minimnya pengetahuan tentang dampak dari hal tersebut pada anak, atau refleks otomatis yang ia lakukan karena ia pun memiliki pengalaman yang sama sewaktu ia masih kecil," jelas Efnie.

Lalu, apa yang akan terjadi pada anak, jika ia mendapatkan kekerasan tersebut? Efnie menjelaskan, kerasan dapat melukai kondisi kejiwaan anak dalam bentuk luka batin.

Ini bisa saja membuat anak yang bersangkutan menjadi pribadi yang tidak bahagia, membentuk kepribadian yang bermasah setelah ia dewasa. 
 

Lalu bagaimana mengatasi anak yang telah mendapatkan kekerasan?


Ia berpedan, jika kekerasan yang diterima oleh anak sudah terjadi meskipun hanya sebentar, atau hanya beberapa kali sebaiknya kondisi psikis anak segera dipulihkan. Ciptakan lingkungan baru yang mampu menciptakan rasa aman dan hangat untuk anak. 

"Berikan ia unconditional love. Tentunya hal ini harus dilakukan secara terus-menerus dan konsisten. Perhatikan nutrisi anak juga, terutama brain nutrition karena untuk memulihkan memori traumatik otak juga membutuhkan nutrisi yang tepat," kata Efnie.

"Jika anak sudah sampai mengalami trauma yang berat sebaiknya dibawa ke ahli/profesional yang bisa memberikan terapi pemulihan psikis anak," pesan Efnie.

Apakah juga anak yang tidak mendapatkan kekerasan sama sekali akan menjadikan si anak lebih baik secara psikologi dan mental? 

"Sebanarnya bukan kekerasan yang diperlukan dalam mendidik anak, namun ketegasan dan penegakan “rules” tentang apa yang boleh dan tidak, serta secara konsisten menegakkan rules tersebut," beber Efnie.


kekerasan pada anak
(Tenangkan diri sendiri dulu jika merasa sedang stres sehingga tidak dilimpahkan pada si kecil. Foto: Ilustrasi/Pexels.com) 
 

Saat orang tua stres...


Tak mungkin stres tak ada bukan? Lalu apa yang harus dilakukan saat orang tua sedang stres dan menghadapai anak?

Efnie menerangkan bahwa kuncinya adalah orang tua harus melakukan relaksasi sesaat melalui mengendalikan napas, minum air hangat, serta luangkan waktu sesaat untuk menenangkan diri. 

"Jika saat betul-betul sedang kalut, hindari dulu untuk mendekati anak karena terkadang hanya sekedar melihat perilaku anak yang aktif, banyak bertanya, saat anak mencari-cari perhatian kita maka refleks marah kita biasanya menjadi sulit untuk dikendalikan," terang Efnie.

Ini menjadi sangat penting untuk dilakukan kata Efnie, karena luka batin yang sudah terbentuk pada anak meskipun perlahan bisa dipulihkan namun ia tetap memberikan bekas di dalam memori tumbuh kembangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH