FAMILY
Moms Perlu Tahu! Ini Ciri Bayi Mengalami Anemia menurut IDAI
A. Firdaus
Rabu 18 Juni 2025 / 15:10
Jakarta: Anemia bukan hanya dialami orang dewasa, bayi pun juga bisa. Untuk itu Moms perlu mengetahui ciri, efek, dan upaya menanganinya.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) coba membeberkan ciri, efek dan upaya menangani anemia defisiensi besi (ADB) pada bayi. Hal ini sangat penting agar bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
"Anemia itu kadar hemoglobinnya rendah sesuai usia maupun rasnya, dan itu terjadi karena produksi eritrosit yang berlebihan sehingga terjadi hemoglobin yang berkurang," kata Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K) dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Prof. Parlin menyebut, penyebab anemia dapat dibagi menjadi empat.
- Persediaan zat besi dalam tubuh yang kurang akibat berat badan lahir rendah (BBLR).
- Bayi lahir kembar.
- Ibu hamil telah terkena ADB.
- Ibu mengalami pendarahan fetus.
- Pertumbuhan bayi yang cepat.
- Infeksi akut berulang.
- Bayi terkena enteritis atau peradangan usus, malnutrisi, dan sindrom malabsorbsi.
Bayi yang mengalami ADB akan mengalami gejala klinis berupa iritabel atau merengek, lesu, dada berdebar-debar, sakit kepala sampai dengan tidak lincah saat berlari. Tanda lainnya yaitu nafsu makan berkurang, bayi tampak pucat, lesu dan kadang-kadang menderita penyakit.
"Tandanya tentu ada pucat, tapi tidak ada pendarahan. Ini bisa kita lihat di kelopak mata bagian dalamnya, itu ada kelihatan warna putih, di selaputnya juga pucat. Yang paling jelas di telapak tangan atau kaki atau bibir," ujar Prof. Parlin.
Lebih lanjut salah satu gejala khas dari bayi anemia yang Prof. Parlin sebutkan dapat terlihat pada permukaan lidah yang mulus dan kuku lentik.

Menurut Prof. Parlin, gejala khas bayi anemia terdapat pada kuku yang lentik. Ilustrasi Freepik
"Bulu mata boleh lentik, tapi kalau kuku tidak boleh lentik," ujar Prof. Parlin.
Adapun efek anemia pada bayi adalah gangguan perkembangan motorik, kemampuan koginitif yang menurun, gangguan perilaku, pendengaran, penglihatan hingga gangguan mielinisasi.
Prof. Parlin menekankan anemia tidak boleh dibiarkan karena dapat berdampak pada masyarakat. Sebab, kemampuan dan prestasi anak di masa depan dapat menurun.
"Anemia juga dapat memengaruhi tingkat produktivitas dan kualitas sumber daya manusia Indonesia," ucap Prof. Parlin.
Oleh karenanya, IDAI sejak tahun 2011 sudah mengeluarkan rekomendasi agar Moms memberikan suplemen besi pada anak dengan prioritas usia balita 0-5 tahun, terutama usia 0-2 tahun.
Profl. Parlin melanjutkan ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan Moms untuk mencegah anak terkena ADB sejak dini, di antaranya memberikan ASI selama mungkin sejak bayi lahir, memberikan Pengganti ASI (PASI) yang telah diperkaya dengan Fe, memberikan makanan fortifikasi yang kaya Fe dalam bentuk makanan padat, hindari peningkatan badan yang berlebihan.
Makanan yang diberikan juga diharapkan dapat meningkatkan absorpsi Fe seperti buah-buahan, ikan dan hati hingga melakukan penyuluhan makanan banyak yang mengandung Fe. Sementara pencegahan sekunder dapat dilakukan melibatkan skrining, diagnosis dan pengobatan ADB.
Dalam kesempatan itu, Prof. Parlin turut menyampaikan bahwa Akademi Pediatri Amerika Serikat (AAP) telah merekomendasikan skrining laboratorium universal untuk menangani ADB pada usia sekitar 1 tahun untuk anak yang sehat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) coba membeberkan ciri, efek dan upaya menangani anemia defisiensi besi (ADB) pada bayi. Hal ini sangat penting agar bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
"Anemia itu kadar hemoglobinnya rendah sesuai usia maupun rasnya, dan itu terjadi karena produksi eritrosit yang berlebihan sehingga terjadi hemoglobin yang berkurang," kata Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K) dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Prof. Parlin menyebut, penyebab anemia dapat dibagi menjadi empat.
- Persediaan zat besi dalam tubuh yang kurang akibat berat badan lahir rendah (BBLR).
- Bayi lahir kembar.
- Ibu hamil telah terkena ADB.
- Ibu mengalami pendarahan fetus.
- Pertumbuhan bayi yang cepat.
- Infeksi akut berulang.
- Bayi terkena enteritis atau peradangan usus, malnutrisi, dan sindrom malabsorbsi.
Bayi yang mengalami ADB akan mengalami gejala klinis berupa iritabel atau merengek, lesu, dada berdebar-debar, sakit kepala sampai dengan tidak lincah saat berlari. Tanda lainnya yaitu nafsu makan berkurang, bayi tampak pucat, lesu dan kadang-kadang menderita penyakit.
"Tandanya tentu ada pucat, tapi tidak ada pendarahan. Ini bisa kita lihat di kelopak mata bagian dalamnya, itu ada kelihatan warna putih, di selaputnya juga pucat. Yang paling jelas di telapak tangan atau kaki atau bibir," ujar Prof. Parlin.
Lebih lanjut salah satu gejala khas dari bayi anemia yang Prof. Parlin sebutkan dapat terlihat pada permukaan lidah yang mulus dan kuku lentik.

Menurut Prof. Parlin, gejala khas bayi anemia terdapat pada kuku yang lentik. Ilustrasi Freepik
"Bulu mata boleh lentik, tapi kalau kuku tidak boleh lentik," ujar Prof. Parlin.
Adapun efek anemia pada bayi adalah gangguan perkembangan motorik, kemampuan koginitif yang menurun, gangguan perilaku, pendengaran, penglihatan hingga gangguan mielinisasi.
Prof. Parlin menekankan anemia tidak boleh dibiarkan karena dapat berdampak pada masyarakat. Sebab, kemampuan dan prestasi anak di masa depan dapat menurun.
"Anemia juga dapat memengaruhi tingkat produktivitas dan kualitas sumber daya manusia Indonesia," ucap Prof. Parlin.
Hal yang harus Moms lakukan?
Oleh karenanya, IDAI sejak tahun 2011 sudah mengeluarkan rekomendasi agar Moms memberikan suplemen besi pada anak dengan prioritas usia balita 0-5 tahun, terutama usia 0-2 tahun.
Profl. Parlin melanjutkan ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan Moms untuk mencegah anak terkena ADB sejak dini, di antaranya memberikan ASI selama mungkin sejak bayi lahir, memberikan Pengganti ASI (PASI) yang telah diperkaya dengan Fe, memberikan makanan fortifikasi yang kaya Fe dalam bentuk makanan padat, hindari peningkatan badan yang berlebihan.
Makanan yang diberikan juga diharapkan dapat meningkatkan absorpsi Fe seperti buah-buahan, ikan dan hati hingga melakukan penyuluhan makanan banyak yang mengandung Fe. Sementara pencegahan sekunder dapat dilakukan melibatkan skrining, diagnosis dan pengobatan ADB.
Dalam kesempatan itu, Prof. Parlin turut menyampaikan bahwa Akademi Pediatri Amerika Serikat (AAP) telah merekomendasikan skrining laboratorium universal untuk menangani ADB pada usia sekitar 1 tahun untuk anak yang sehat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)