COMMUNITY
Pertunjukan Seni 'Putra Sang Maestro' Siap Digelar, Bukti Semangat Indonesia Rawat Tanah Air Kebudayaan
Patrick Pinaria
Selasa 12 November 2024 / 21:12
Jakarta: Indonesia Kita kembali menggelar pertunjukan seni pada penghujung 2024. Pada pertunjukan edisi ke-43 ini, mereka akan menampilkan lakon berjudul 'Putra Sang Maestro'.
Pementasan ini sekaligus menunjukkan semangat dan komitmen Indonesia Kita untuk terus memajukan Indonesia melalui kebudayaan. Meskipun minim dukungan, Indonesia Kita tetap terus ingin mempersembahkan karya mereka kepada para pendukungnya alias penonton setianya.
Keinginan untuk menampilkan sebuah ikhtiar merawat kebangsaan melalui pertunjukan seni menjadi komitmen bersama seluruh tim Indonesia Kita. Sehingga ketika pementasan yang didirikan oleh Butet Kartaredjasa, almarhum Djaduk Ferianto, dan Agus Noor ini tidak mendapatkan dukungan produksi dari pihak mana pun, seluruh pekerja seni yang terlibat bersepakat untuk tetap 'manggung'.
Adapun naskah pentas 'Putra Sang Maestro' ini ditulis oleh Agus Noor. Lakon ini akan dipentaskan di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta selama dua hari, pada 14-15 November 2024.
Pertunjukan ini akan menampilkan para pemain Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Akbar Kobar, Endah Laras, Oppie Andaresta, Sri Krishna Encik, Mucle Katulistiwa, Marwoto, Susilo Nugroho, Wisben, dan Joened. Penampilan para aktor dan aktris ini akan diiringi musik yang diaransemen oleh Arie Pekar dan dimeriahkan gerak tari yang dikoreografi oleh Siti Alisa.
Kisah 'Putra Sang Maestro' menceritakan seorang seniman badut tua yang akan diberi gelar Sang Maestro. Baginya, gelar maestro tidak layak diterima oleh badut seperti dirinya. Masih banyak seniman atau tokoh lain yang menurutnya lebih pantas menyandang gelar ini. Namun pimpinan kota yang hendak memberikan gelar ini, bersikeras supaya badut senior ini mau menerima gelar Maestro.
Alasan si pimpinan, badut selama ini terpinggirkan dan direndahkan sehingga gelar ini merupakan upaya untuk mengangkat profesi ini. Karena bimbang dan ragu, sosok Sang Badut jadi viral karena banyak pendapat yang pro dan kontra. Satu sisi ada yang menilainya sombong, namun pihak lain ada yang menilainya punya sikap.
Sejatinya ada alasan tersendiri bagi Pimpinan Kota untuk memberikan gelar ini, yaitu karena anaknya sering dianggap badut. Jika badut jadi profesi terhormat dengan pemberian gelar ini, maka anaknya setidaknya bisa dianggap sebagai badut terhormat.
Menanggapi tantangan yang dihadapi Indonesia Kita di pentas terakhir di tahun 2024 ini, Agus Noor menyatakan rasa terharunya akan semangat rekan-rekan seniman yang terlibat di pentas kali ini.
"Saya sangat tersentuh dengan semangat para pendukung pentas kali ini saat menerima kabar dari tim produksi bahwa sponsor yang tadinya akan mendukung, tiba-tiba mundur. Teman-teman seniman di pentas ini tiba-tiba sepakat untuk sama-sama saweran untuk menambah dana produksi supaya pentas tetap terlaksana. Semua tim sama-sama berupaya dengan caranya masing-masing. Misalnya tim artistik mencoba menyesuaikan bujet, dan tim produksi mencoba menghubungi penonton loyal Indonesia Kita untuk membeli tiket donasi. Begitulah, dengan segala upaya dan semangat memperjuangkan gagasan, kami mencoba terus mewujudkan pementasan ini," ujar Agus Noor.
Kondisi prihatin yang tengah dirasakan Indonesia Kita di pementasan ke-43 kali ini, justru dinyatakan oleh Butet Kartaredjasa. Hal ini sebagai bukti keberhasilan Indonesia Kita dalam membangun ekosistem kebudayaan yang sesungguhnya.
"Baik itu antara sesama pemain, tim artistik, dan kru panggung, sampai mereka yang berada di garda depan dalam penjualan tiket, ternyata memiliki semangat dan kekompakan yang padu untuk mewujudkan pementasan ini. Yang lebih menakjubkan lagi, ternyata keberadaan penonton yang loyal yang turut serta memberikan donasi, memperlihatkan bahwa Indonesia Kita ternyata telah membangun suatu ekosistem. Dengan keberadaan ekosistem ini, kami optimis bahwa masih banyak pihak-pihak yang mendukung ikhtiar-ikhtiar berkesenian yang menghargai akal sehat dan nurani," kata Butet Kartaredjasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ROS)
Pementasan ini sekaligus menunjukkan semangat dan komitmen Indonesia Kita untuk terus memajukan Indonesia melalui kebudayaan. Meskipun minim dukungan, Indonesia Kita tetap terus ingin mempersembahkan karya mereka kepada para pendukungnya alias penonton setianya.
Keinginan untuk menampilkan sebuah ikhtiar merawat kebangsaan melalui pertunjukan seni menjadi komitmen bersama seluruh tim Indonesia Kita. Sehingga ketika pementasan yang didirikan oleh Butet Kartaredjasa, almarhum Djaduk Ferianto, dan Agus Noor ini tidak mendapatkan dukungan produksi dari pihak mana pun, seluruh pekerja seni yang terlibat bersepakat untuk tetap 'manggung'.
Adapun naskah pentas 'Putra Sang Maestro' ini ditulis oleh Agus Noor. Lakon ini akan dipentaskan di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta selama dua hari, pada 14-15 November 2024.
Pertunjukan ini akan menampilkan para pemain Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Akbar Kobar, Endah Laras, Oppie Andaresta, Sri Krishna Encik, Mucle Katulistiwa, Marwoto, Susilo Nugroho, Wisben, dan Joened. Penampilan para aktor dan aktris ini akan diiringi musik yang diaransemen oleh Arie Pekar dan dimeriahkan gerak tari yang dikoreografi oleh Siti Alisa.
Kisah 'Putra Sang Maestro' menceritakan seorang seniman badut tua yang akan diberi gelar Sang Maestro. Baginya, gelar maestro tidak layak diterima oleh badut seperti dirinya. Masih banyak seniman atau tokoh lain yang menurutnya lebih pantas menyandang gelar ini. Namun pimpinan kota yang hendak memberikan gelar ini, bersikeras supaya badut senior ini mau menerima gelar Maestro.
Baca: ARTSUBS 2024, Pameran Seni Rupa Kontemporer Nasional Hadir di Pos Bloc Surabaya |
Alasan si pimpinan, badut selama ini terpinggirkan dan direndahkan sehingga gelar ini merupakan upaya untuk mengangkat profesi ini. Karena bimbang dan ragu, sosok Sang Badut jadi viral karena banyak pendapat yang pro dan kontra. Satu sisi ada yang menilainya sombong, namun pihak lain ada yang menilainya punya sikap.
Sejatinya ada alasan tersendiri bagi Pimpinan Kota untuk memberikan gelar ini, yaitu karena anaknya sering dianggap badut. Jika badut jadi profesi terhormat dengan pemberian gelar ini, maka anaknya setidaknya bisa dianggap sebagai badut terhormat.
Menanggapi tantangan yang dihadapi Indonesia Kita di pentas terakhir di tahun 2024 ini, Agus Noor menyatakan rasa terharunya akan semangat rekan-rekan seniman yang terlibat di pentas kali ini.
"Saya sangat tersentuh dengan semangat para pendukung pentas kali ini saat menerima kabar dari tim produksi bahwa sponsor yang tadinya akan mendukung, tiba-tiba mundur. Teman-teman seniman di pentas ini tiba-tiba sepakat untuk sama-sama saweran untuk menambah dana produksi supaya pentas tetap terlaksana. Semua tim sama-sama berupaya dengan caranya masing-masing. Misalnya tim artistik mencoba menyesuaikan bujet, dan tim produksi mencoba menghubungi penonton loyal Indonesia Kita untuk membeli tiket donasi. Begitulah, dengan segala upaya dan semangat memperjuangkan gagasan, kami mencoba terus mewujudkan pementasan ini," ujar Agus Noor.
Kondisi prihatin yang tengah dirasakan Indonesia Kita di pementasan ke-43 kali ini, justru dinyatakan oleh Butet Kartaredjasa. Hal ini sebagai bukti keberhasilan Indonesia Kita dalam membangun ekosistem kebudayaan yang sesungguhnya.
"Baik itu antara sesama pemain, tim artistik, dan kru panggung, sampai mereka yang berada di garda depan dalam penjualan tiket, ternyata memiliki semangat dan kekompakan yang padu untuk mewujudkan pementasan ini. Yang lebih menakjubkan lagi, ternyata keberadaan penonton yang loyal yang turut serta memberikan donasi, memperlihatkan bahwa Indonesia Kita ternyata telah membangun suatu ekosistem. Dengan keberadaan ekosistem ini, kami optimis bahwa masih banyak pihak-pihak yang mendukung ikhtiar-ikhtiar berkesenian yang menghargai akal sehat dan nurani," kata Butet Kartaredjasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)