Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen. Foto: Kemen LHK/YouTube
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen. Foto: Kemen LHK/YouTube

Bank Dunia Terdorong dengan Target Rehabilitasi Mangrove Indonesia

Fajar Nugraha • 18 Oktober 2021 18:54
Jakarta: Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen memberikan pengakuan atas upaya rehabilitasi mangrove yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Menurutnya hal itu penting dilakukan untuk menghindari risiko iklim yang dihadapi Indonesia.
 
Pada 2050, perubahan iklim bisa memaksa sekitar 250 juta warga mengungsi di dalam negara mereka sendiri. Sementara dalam 10 tahun ke depan, perubahan iklim bisa menyebabkan 150 juta orang menjadi miskin.
 
Kahkonen mengatakan, Indonesia berada di tiga besar dunia yang menghadapi risiko perubahan iklim. Indonesia dihadapkan pada banjir, panas ekstrem hingga meningkatnya permukaan air laut.

Baca: Utusan Khusus Presiden AS Akui Peran Penting Indonesia Hadapi Krisis Iklim.
 
“Jika tidak segera diambil tindakan, risiko iklim yang dihadapkan Indonesia akan semakin parah dan menghantam inti kemanusiaan dalam skala besar. Bahkan dapat memperparah kondisi ekonomi hingga menganggu GDP pada angka sekitar 2,5 hingga 7 persen. Ini angka yang besar,” ujar Kahkonen dalam Festival Iklim 2021-Climate Leaders Message 2021, yang disiarkan YouTube Kementerian LHK, Senin 18 Oktober 2021.
 
“Ini mengartikan, tidak ada tindakan (untuk mengatasi perubahan iklim) bukan pilihan yang harus diambil. Tidak ada pemenang jika semua bersikap tidak peduli, semuanya kalah,” tegasnya.
 
“Emisi global perlu dikurangi saat ini juga, jika kita ingin menghindari imbas terburuk dari perubahan iklim. Hal ini memerlukan upaya kolaborasi multilateral yang signifikan di seluruh dunia dan juga tentunya sektor keuangan. Kita semua perlu melakukan bagian masing-masing, pemerintah, sektor swasta, masyarakat, rumah tangga, individual. Ini adalah tantangan global bersama,” menurut Kahkonen.
 
Mengenai Indonesia, yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan salah satu negara dengan keanekaragaman biologis terbanyak, menjadikannya sebagai negara dalam posisi terdepan untuk memimpin agenda pengobatan dan adaptasi.
 
Bank Dunia mengakui Pemerintah Indonesia dalam upayanya selama ini.  Kahkonen mengatakan, pihaknya sangat terdorong dengan target ambisius untuk meraih netralitas karbon di hutan dan sektor lahan pada 2030.
 
Ini termasuk juga dengan komitmen Indonesia terhadap program rehabilitasi hutan mangrove terbesar di dunia, dengan target 600 ribu hektar hutan mangrove dalam 4 tahun. Inisiatif tersebut tentu sangat penting karena mangrove adalah penyimpan gas karbon.
 
Pihak Bank Dunia juga menyambut baik adaptasi carbon tax baru-baru ini dari Indonesia dan juga menanti keputusan presiden yang bisa mengaktifkan adopsi ketiga dari instrumen kebijakan harga karbon, seperti skema perdagangan emisi.
 
Kahkonen juga menambahkan bahwa Bank Dunia memuji tindakan Pemerintaah Indonesia yang menerbitkan moratorium pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru, hingga 2023.  Termasuk juga mengumumkan penutupan penutupan secara berkala pembangkit listrik tenaga batu bara hingga 2050 yang disertai perubahan ke Energi Terbarukan.
 
“Ini adalah semua tindakan penting dan kami harus memberikan pengakuan,” tegas Kahkonen.
 
Dengan dukungan USD83 miliar dalam 4 tahun terakhir, Bank Dunia adalah pendonor multilateral investasi iklim bagi negara berkembang. Di Indonesia, Bank Dunia secara aktif mendukung upaya pemerintah transisi ke ekonomi rendah karbon melalui bantuan teknis, dukungan dan investasi.
 
Aktivitas ini meliputi, energi bersih, mempromosikan manajemen lanskap terbarukan termasuk rehabilitasi mangrove, manajemen kelautan berkelanjutan dan mobilisasi pendanaan perubahan iklim.
 
“Kami bekerja erat dengan Kemen LHK, untuk mendanai konservasi hutan dan pengurangan emisi gas rumah kaca di Kalimantan Timur. Apa yang sudah dicapai Indonesia, bisa menghasilkan  pembayaran pengurangan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia,” ungkapnya.
 
Terakhir Kahkonen menegaskan bahwa mitigasi dampak perubahan iklim tidaklah mudah. Namun dengan kerja sama dari semua pihak, semua jadi mungkin.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan