Dirjen PSLB3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati (ketiga dari kanan) saat menjadi pembicara pada side event Konvensi BRS. Foto: Dok KLHK
Dirjen PSLB3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati (ketiga dari kanan) saat menjadi pembicara pada side event Konvensi BRS. Foto: Dok KLHK

Perlu Kerja Sama Internasional Tangani Perdagangan Limbah Ilegal

Medcom • 14 Juni 2022 23:34
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan perlu kerja sama internasional dalam menangani perdagangan limbah ilegal. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan kasus perdagangan limbah ilegal ini termasuk empat besar kejahatan bisnis global.
 
"Bahkan Interpol Italia menyampaikan bahwa diperlukan keterlibatan kepolisian dalam menangani persoalan perdagangan limbah ilegal," kata Rosa di sela persiapan pertemuan Konvensi Internasional Basel, Roterdam, dan Stockholm (BRS) terkait bahan kimia dan limbah, Selasa, 14 Juni 2022.
 
Rosa menjadi salah satu pembicara bersama perwakilan Bea dan Cukai Thailand dan Interpol Italia. Ketiganya berbicara dalam side event bertema “Combatting Illicit Waste Flows from the EU to South-East Asia: Contributions to Sound Managements of Waste and to the Implementation to the Basel Convention.” 

Melalui Rosa, Indonesia menyampaikan pengalamannya dalam menyelesaikan permasalahan impor ilegal limbah non-B3 yang ternyata terkontaminasi dengan limbah B3 dan tercampur dengan sampah. "Perdagangan limbah antarnegara menjadi salah satu perhatian utama pada agenda Konvensi BRS," kata dia.
 
Indonesia telah meratifikasi Konvensi BRS melalui Keppres 61 Tahun 1993. Indonesia juga sudah meratifikasi Ban Amendment melalui Pepres 47 Tahun 2005 yang melarang perpindahan limbah, khususnya limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang. 
 
"Indonesia telah memiliki peraturan yang jelas dan ketat dalam perdagangan limbah non-B3 (lintas batas limbah), termasuk kebijakan dalam pelaksanaannya," kata Rosa.
 
Meski begitu, penanganan perdagangan limbah ilegal tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Antarnegara harus bekerja sama. 
 
Berkaca pada pengalaman Thailand, ada perbedaan jalur dalam menerima limbah (red line dan green line). Jika kontainer yang datang masuk ke jalur merah, maka perlu dilakukan pemindaian sinar x untuk melihat isinya. Dan hal ini, kata Rosa, sudah diterapkan oleh Bea dan Cukai di Indonesia. 
 
"Memperhatikan hal ini, Sekretariat Konvensi BRS merasa perlu untuk membangun kerja sama internasional dalam penanganan illegal traffic untuk limbah, terutama dalam hal pertukaran informasi dari negara maju dan negara berkembang (ASEAN)," kata dia.
 
Baca: Puluhan Ton Limbah Beracun Ditemukan di Permukiman Warga Kota Kupang
 
Data KLHK pada 2019, dari 1.121 kontainer yang diperiksa, sebanyak 423 kontainer dikategorikan ilegal. Dan Indonesia berhasil melakukan reekspor sebanyak 309 kontainer ke negara asalnya.
 
Saat ini impor limbah non-B3 telah ditangani bersama dengan pembentukan Satgas Khusus Pemeriksaan Importasi Limbah Non-B3. Satgas Khusus ini beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait, yaitu Menko Maritim dan Investasi, Sekretariat Kabinet, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kepolisian.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan