Namun, masalah lingkungan masih menjadi perhatian utama pemerintah dan investor yang ingin memperluas operasi pertambangan ke negara-negara berkembang. Sementara itu, beberapa studi terkemuka telah membuktikan pertambangan berdampak positif terhadap kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Praktik pertambangan berkelanjutan adalah solusi yang tak terelakkan untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi sambil menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, kegiatan pertambangan terutama dari penambang liar berdampak buruk terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya bencana. Ia menyebutkan, kegiatan yang tidak bertanggung jawab tersebut menimbulkan pencemaran lingkungan, banjir, dan bahkan dapat memakan korban jiwa.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 96/2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, mendefinisikan industri hijau sebagai industri berwawasan lingkungan yang pertumbuhannya selaras dengan kelestarian lingkungan, pengutamaan efisiensi, dan efektivitas penggunaan sumber daya di alam serta memberi manfaat bagi masyarakat.
Dengan memberlakukan standar tersebut, pemerintah bertujuan untuk mempercepat pencapaian emisi nol karbon (net zero emission) di Indonesia dan menciptakan instrumen positif untuk praktik pertambangan yang lebih ramah lingkungan. Hal terpenting bagi pemerintah Indonesia adalah memastikan ekosistem yang mendukung untuk menghasilkan pendapatan, membantu masyarakat, dan menjaga lingkungan sehijau mungkin. Sumber daya Indonesia yang melimpah sudah seharusnya dimanfaatkan secara maksimal tanpa terjadi adanya perusakan lingkungan yang berarti.
Praktik penambangan hijau merupakan konsep yang telah diperkenalkan sebelumnya di Indonesia. Penerapan Environment, Social, dan Governance (ESG) telah meningkat seiring dengan berubahnya sistem tata kelola lingkungan dunia beberapa dekade terakhir ini. Perusahaan pertambangan menunjukkan tren positif untuk mengubah teknologi mereka guna meminimalisir dampak kerusakan ekosistem dan termotivasi untuk melaporkan emisi tahunan yang mereka hasilkan.
Baca juga: Vale Gandeng Perusahaan Tiongkok Bangun Smelter di Morowali |
Dalam dunia pertambangan dan produksi nikel, PT Vale Indonesia (PTVI) adalah salah satu produsen nikel di Indonesia yang secara konsisten berfokus pada pertambangan dan produksi nikel yang berkelanjutan. Selama 55 tahun beroperasi, PTVI telah memantapkan diri sebagai produsen nikel dengan jejak karbon terkecil di Indonesia. Untuk menerapkan praktik pertambangan yang berkesinambungan dengan memperhatikan aspek sebelum dan setelah penambangan, PT Vale Indonesia membagi alokasi anggaran untuk tiga bagian, yakni 22 persen untuk pra penambangan dan konservasi, 53 persen untuk proses penambangan, dan 25 persen untuk pascatambang termasuk rehabilitasi.
Hingga Juli 2022 lahan bekas tambang yang sudah direklamasi di Blok Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, sudah mencapai 3.338,61 hektare (ha), dari total lahan konsesi yang telah dibuka seluas 5.376,5 ha. Total pohon yang sudah ditanam di lahan reklamasi mencapai 4,4 juta pohon.
Selain itu, PT Vale juga melakukan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) lintas batas seluas 10 ribu ha dengan area yang tersebar di 13 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten tersebut yakni Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Pinrang, Soppeng, Maros, Gowa, dan Takalar.
Adapun jumlah pohon yang ditanam oleh PT Vale Indonesia untuk rehabilitasi DAS lintas batas seluas 10 ribu ha tersebut jumlahnya mencapai 8,6 juta pohon. Sehingga jika ditotal dengan lahan reklamasi, jumlah pohon yang sudah ditanam oleh perusahaan totalnya mencapai 13 juta pohon.
PTVI juga berkontribusi terhadap kualitas hidup masyarakat di sekitar wilayah operasinya. Danau Matano, yang terletak di jantung operasi PTVI di Blok Sorowako, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu danau terbersih di Indonesia, dengan total kadar padatan terlarut 186mg per liter, jauh lebih rendah dari standar minum Indonesia sebesar 500 mg per liter. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat PTVI juga menyediakan akses pendidikan, instruksi pertanian organik, serta inkubasi dan dukungan UKM lokal.
"Nikel adalah bagian penting dari peta perjalanan elektrifikasi di Indonesia, yang mengarah ke masa depan yang berkelanjutan. Namun, produksi nikel juga harus ramah lingkungan. Di PTVI, kami terus memperluas operasi kami untuk memenuhi kebutuhan nikel Indonesia, kami melakukannya dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan pilar 3P perusahaan kami: People, Planet, and Profit," ujar CEO PTVI Febriany Eddy, dalam keterangan resminya, Jumat, 16 Desember 2022.
Itu sebabnya PTVI merupakan operasi pertambangan pertama di Indonesia yang sumber energinya berasal dari pembangkit listrik tenaga air, diawali dengan PLTA Larona yang mulai beroperasi pada tahun 1979 dengan kapasitas daya sebesar 165 megawatt.
"Perusahaan kami mengandalkan energi terbarukan untuk mendukung operasi penambangan dengan mengoperasikan tiga bendungan pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas gabungan 365 MW. PTVI juga memasok listrik ini ke masyarakat setempat selama 30 tahun terakhir," jelasnya.
Komitmen PTVI terhadap lingkungan bahkan menuai pujian dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam acara groundbreaking proyek smelter Blok Pomalaa yang dihadirinya pada 27 November 2022 lalu, ia mengatakan kepedulian PTVI terhadap lingkungan harus menjadi contoh dalam pengelolaan lingkungan bagi industri pertambangan Indonesia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News