"Masyarakat saat ini memiliki posisi yang sangat penting dalam pengelolaan hutan, baik sebagai pemangku kepentingan, sumber pengetahuan lokal, pengguna sumber daya, pengawas, partisipan dalam pengambilan keputusan, maupun pengelola hutan,” kata Bambang, melalui keterangan tertulis yang diterima, Minggu, 17 Juni 2024.
Dalam 20 tahun terakhir, praktik pengelolaan hutan mencerminkan upaya untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keseimbangan ini menitikberatkan dua hal, yakni keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat melalui program perhutanan sosial.
Saat ini, masyarakat sebagaimana pihak swasta diberikan hak mengelola kawasan hutan. Masyarakat diberikan fasilitasi pengembangan usaha, permodalan, serta pendampingan dalam mengelola kawasan hutan demi kesejahteraan dan kelestarian.
"Perubahan kebijakan ini sebagai bentuk aksi koreksi Pemerintah menuju pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia," kata Bambang.
Baca: Akademisi dan Swasta Diminta Perkuat Hutan Karbon Produktif |
Dia menekankan kolaborasi dan keterlibatan masyarakat adalah kunci keberhasilan pelestarian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045. Masyarakat bisa dilibatkan dalam kegiatan ekonomi seperti ekowisata, agroforestry, dan usaha kecil menengah berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Untuk itu, kelembagaan usaha dan akses pasar untuk komoditas hasil hutan berbasis Integrated Area Development (IAD) dibangun dan dikembangkan agar tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
"Penggunaan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan harus dihargai dan dipadukan dengan teknologi modern," kata dia.
Butuh mekanisme pengawasan
Di sisi lain, pemerintah perlu menciptakan dan menegakkan kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan. Kebijakan ini harus melindungi hak-hak masyarakat lokal serta memberikan insentif bagi praktik-praktik terbaik yang berkelanjutan.Bambang mengatakan dibutuhkan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang transparan dan terus-menerus. Hal ini untuk memastikan praktik pengelolaan hutan berjalan sesuai rencana dan mencapai tujuan yang ditetapkan.
"Saya mengajak seluruh rimbawan Indonesia terus berkontribusi menghasilkan pikiran-pikiran cemerlang terkait keberadaan hutan sebagai sistem penyangga kehidupan dan mendukung perekonomian bangsa," kata Bambang.
Webinar yang ketiga kalinya diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Pusat HAE IPB dalam rangka Hari Pulang Kampus ke-19 (HAPKA XIX) ini merupakan medium menghimpun poin-poin strategis pemikiran, harapan, dan pandangan para rimbawan dan masyarakat umum terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan.
Baca: Pengelolaan Lahan Basah Harus Dimaksimalkan untuk Kesejahteraan Rakyat |
Sebelumnya, pada webinar yang pertama, para rimbawan membahas tiga ruang lingkup tata kelola kehutanan, yaitu kepastian kawasan, kepastian usaha, dan kepastian hukum.
Topik webinar kedua fokus pada bagaimana mengoptimalkan nilai ekonomi hutan dengan tiga ruang lingkup utama. Yakni:
- Nilai ekonomi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan.
- Nilai ekonomi pangan, energi, air, dan kesehatan.
- Kolaborasi multistakeholders dan sinkronisasi program dalam implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim.
Sumbangsih pemikiran rimbawan
Seluruh topik webinar pertama hingga ketiga merupakan satu-kesatuan yang terkait dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Seluruhnya bermuara kepada sumbangsih pemikiran rimbawan Indonesia terhadap kondisi faktual di lapangan, permasalahan yang dihadapi, tantangan, dan harapan ke depan atas pembangunan kehutanan menuju Indonesia Emas 2045.Kontribusi pemikiran para rimbawan, praktisi dan peserta pada webinar ketiga ini akan “dijahit” sedemikian rupa bersama hasil webinar pertama dan kedua. Selanjutnya, disertakan pula tanggapan para pakar pada Seminar Nasional Pembangunan Kehutanan Menuju Indonesia Emas 2045 yang akan dilaksanakan pada Juli 2024 dalam sebuah “Prakarsa Pemikiran” yang didasarkan pada berbagai kebijakan dan pengalaman masa lalu, keadaan masa kini, dan tantangan yang dihadapi di masa depan.
Prakarsa tersebut diharapkan menjadi referensi bagi para pengambil kebijakan dalam menyusun strategi pembangunan kehutanan untuk keadilan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News