"Indonesia merupakan salah satu negara pelopor yang aktif menyuarakan agar negara-negara maju menunaikan kewajibannya dalam membantu negara berkembang untuk mempertahankan hutan alam yang masih tersisa melalui insentif positif program REDD+," kata Siti, pada pertemuan nasional Result Based Payment (RBP) REDD+ di Jakarta, Rabu, 21 Februari 2024.
Siti mengatakan Indonesia sangat berperan penting dalam forum global terkait implementasi REDD+. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang terbesar yang masih memiliki hutan alam tropis yang luas, sekaligus memiliki potensi ancaman deforestasi yang cukup tinggi.
"Artinya kita harus dapat menunjukkan bukti kinerja pengurangan emisi GRK terlebih dahulu dengan memenuhi segala persyaratannya untuk dapat memperoleh insentif positif dari program REDD+ yang dijalankan," kata Siti.
Pembayaran Berbasis Kinerja/Hasil (RBP) merupakan salah satu skema dalam Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022.
Indonesia penerima RBP terbesar
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara penerima RBP terbesar dari upaya menekan deforestasi. Hasil ini lantas digunakan untuk kerja-kerja mengurangi emisi gas rumah kaca."Indonesia berperan sangat penting dalam forum global terkait REDD+. Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penerima RBP terbesar," ujar Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, dilansir dari Antara.
Laksmi mengatakan Indonesia berhasil menunjukkan kinerja baik dalam menjaga hutan alam. Indonesia pun telah melakukan berbagai kemitraan dalam tingkat global dan nasional dalam konteks implementasi REDD+.
"Indonesia juga terus menyuarakan dukungan pendanaan negara maju untuk negara-negara berkembang yang menjaga kelestarian hutannya, seperti yang diatur lewat Artikel 5 dalam Perjanjian Paris," kata dia.
Indonesia sudah menerima pembayaran untuk pengurangan emisi 20,3 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) hasil kinerja 2014 hingga 2016 dari Green Climate Fund sebesar USD103,8 juta (sekitar Rp1,6 triliun).
Telah diterima juga RBP dari hasil kerja sama bilateral dengan Norwegia untuk pengurangan emisi 11,7 juta ton CO2e pada 2016-2017 dan 20 juta ton CO2e pada 2017-2019.
Pada Oktober 2022, Norwegia membayar pendanaan berbasis kinerja sebesar USD56 juta atau sekitar Rp876 miliar. Pembayaran juga dilakukan sebesar USD100 juta atau setara Rp1,56 triliun dari Norwegia pada Desember 2023. Pembayaran ketiga selesai sampai dengan Januari lalu sebesar USD156 juta atau sekitar Rp2,4 triliun.
Baca:Melestarikan Hutan demi Pertanian Berkelanjutan |
Terdapat juga JAMBI BioCarbon Fund untuk pengurangan 14 juta ton CO2e dalam periode 2020-2025 untuk pengurangan 14 juta ton CO2e yang masih dalam tahap negosiasi dan Kaltim FCPF Carbon Fund untuk pengurangan 22 juta ton CO2e dalam periode 2019-2024 senilai 110 juta dolar AS atau setara Rp1,7 triliun.
"Pada pertemuan nasional tahun ini kita akan memastikan pemanfaatan dana RBP REDD+, khususnya yang telah diterima oleh Indonesia, akan dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan-kegiatan yang akan memberikan kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca yang baru dan meningkatkan kapasitas pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan untuk lebih berkinerja mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Laksmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News