Pertumbuhan itu berusaha digenjot pada kuartal II dengan berbagai harapan seperti kelonggaran aturan Loan To Value (LTV). Baik petinggi Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakin hal ini akan mampu mendorong kredit properti. Apalagi selama ini aturan pengetatan LTV yang diberlakukan tahun lalu dianggap menghambat.
Kepala Investasi BNI Asset Management Hanif Mantiq juga percaya bahwa hal itu akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Dia mengatakan dengan kelonggaran LTV dan bunga Kredit Pemilikan Rakyat (KPR), sudah seharusnya penduduk Indonesia mulai mengalokasikan dananya di sektor properti.
Jika dilihat dari survei residensial BI pada Mei 2016 tampak bahwa hambatan utama membeli properti adalah suku bunga KPR dan uang muka rumah, kemudian diikuti dengan harga bahan bangunan serta persoalan perizinan dan pajak.
Baca : REI Minta BI Percepat Pelonggaran LTV
"Ini saat yang paling tepat karena suku bunga sudah turun," ujarnya, Minggu (5/6/2016).
Hanif menjelaskan selama ini pasar properti belum kekurangan peminat karena tingginya kebutuhan perumahan bagi pembeli rumah pertama. Apalagi, jumlah kelas menengah Indonesia yang berusia 25 sampai dengan 35 tahun cukup banyak dan diprediksi membutuhkan rumah pertama.
Dia juga mengkritik penurunan bunga KPR perbankan yang lambat. Padahal BI sudah menghimbau ada penurunan kredit ketika ada penurunan BI Rate pada tahun ini, yang telat direspons perbankan.
Pertumbuhan kredit properti pun diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit perbankan hingga 10 persen pada tahun ini. Dia berharap situasi pada kuartal II akan lebih baik ketimbang pada kuartal I. Terutama jika dana belanja modal terealisasikan di proyek infrastruktur yang akan mendorong daya beli masyarakat.
"Situasinya akan membaik di kuartal II atau III," tuturnya.
Baca : OJK Juga Sambut Kelonggaran LTV
Perlindungan Konsumen
Selain penurunan bunga murah dan kelonggaran LTV ada persoalan lain yang menimpa masyarakat untuk membeli properti. Faktor itu adalah munculnya distrust atau ketidakpercayaan adalah dari banyaknya penipuan yang dilakukan pengembang nakal di beberapa daerah.
Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah mengimbau masyarakat agar mewaspadai pengembang nakal khususnya pengembang apartemen. Wakil Ketua REI Jawa Tengah Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi Dibya K Hidayat mengatakan Kasus ini terjadi di beberapa wilayah ketika pengembang tak jadi melakukan proyek konstruksi meskipun konsumen sudah membayar uang muka.
Maraknya kasus ini juga menekankan pentingnya regulasi yang mengakomodir kepentingan konsumen, bukan pengembang saja. Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudensial BI Yati Kurniati mengatakan kebijakan relaksasi dengan menaikkan pembiayaan perbankan terhadap nilai agunan (loan to value/LTV) tidak cukup untuk mendongkrak permintaan kredit, namun perlu bauran kebijakan pemerintah agar insentif yang diberikan lebih komprehensif.
"Kalau saja kami punya kebijakan sektor perumahan yang komprehensif akan lebih optimal, jadi bukan hanya dari sisi perbankan tapi perlu seperti perlindungan konsumen dan lainnya yang belum tercakup," kata Yati Kurniati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News