"Kalau ke PLN lebih rendah, kenapa ke Inalum dikenakan pajak lebih berat. Pajak PAP (Pajak Air Permukaan) itu obyektif, bukan subyektif. Jadi mestinya diberlakukan sama," kata Gunadi, dalam keterangan tertulinya, di Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Menurutnya, pajak air permukaan yang dikenakan ke Inalum merupakan pajak obyektif. Hal itu juga sama dengan yang digunakan oleh PLN. Inalum pajak obyektif, karena menjadi obyeknya.
"Ini kan bahannya sama dengan PLN, lalu kenapa beda. Ini pajak obyektif jadi kayak subjektif, mestinya sama. Dia kan sama-sama produk listrik,” tegas Ketua Tax Center FISIP UI ini.
Baca: Inalum Berencana IPO di 2017-2018
Lebih lanjut, ia meminta agar peraturan daerah yang dikeluarkan Pemerintah Sumut tidak memberatkan perusahaan-perusahaan milik negara. Tentu hal itu penting karena berkaitan dengan pertumbuhan bisnis dari perusahaan milik negara.
"Untuk yang dialami Inalum itu, perdanya agar tidak memberatkan, apalagi sampai membebani perusahaan aluminium terbesar itu," ujarnya.
Baca: Inalum Terbitkan Obligasi USD400 Juta di 2017
Menurutnya, pajak itu harus mendukung kemajuan sebuah perusahaan dan tidak menghambat laju produksi di perusahaan tersebut. Dalam literatur, pajak tidak boleh mengganggu produksi dan distribusi. Jadi mestinya tidak boleh Pemerintah Sumut mempersulit pajak Inalum.
Gunadi mengibaratkan pajak bagi sebuah perusahaan seperti memelihara ayam. Dalam memelihara ayam, hasil yang diperoleh di antaranya adalah telur.
Baca: Rini Ingin Bawa Inalum IPO karena Bisnis Hilirisasi
"Pajak itu ibarat memelihara ayam, harus dirawat baik-baik ayamnya. Telurnya yang diambil, jangan ayamnya. Jadi jangan ayamnya disembelih. Telurnya saja diambil, sehingga bisa terus berproduksi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id