Ilustrasi. (FOTO: ANTARA/Fanny Octavianus)
Ilustrasi. (FOTO: ANTARA/Fanny Octavianus)

Menilik Tekanan Surplus Perdagangan dari Kenaikan Harga Minyak

Suci Sedya Utami • 31 Desember 2016 19:05
medcom.id, Jakarta: Pemangkasan produksi minyak oleh organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) sudah mulai terlihat dampaknya. Beberapa hari belakangan, harga minyak dunia mulai merangkak naik.
 
Harga minyak yang makin naik tentu berdampak pada penerimaan negara. Namun bagaimana dampaknya ke kinerja perdagangan nasional mengingat Indonesia masih menjadi nett importir demi memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri?
 
Gambaran berdasarkan pengalaman pada kondisi serupa di tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga minyak akan berimbas memberi tekanan pada surplus neraca perdagangan, dikarenakan impor akan meningkat meski ekspor juga meningkat.

Selama ekonomi tumbuh, jumlah kendaraan makin bertambah, maka yang terjadi impor untuk memenuhi kebutuhan akan semakin besar dikarenakan pasokan dalam negeri tak mampu menutup permintaan.
 
"Iya besar ke impor. ya memang akan menggerus surplusnya," kata Deputi Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo, pada Metrotvnews.com.
 
Baca: Dua Faktor Pendorong Surplus Neraca Perdagangan Versi BI
 
Data ekspor impor BPS selama setahun terakhir tercatat bahwa impor migas lebih tinggi daripada ekspornya. Impor migas Januari-November mencapai USD17,1 miliar, sedangkan ekspornya yakni sebesar USD11,85 miliar.
 
Menurut Sasmito, untuk menutup tekanan sterhadap surplus, maka perlu me-manage surplus dari nonmigas agar lebih tinggi. Ada banyak komoditas tradisional yang menjadi potensi ekspor Indonesia ke depannya seperti CPOI, batu bara, karet, cokelat, lada, juga manufaktur.
 
"Manufaktur yang perlu didorong karena yang mengalami recovery paling cepat dibanding yang lainnya, sehingga membuat neraca dagang jadi lebih baik," ujar dia.
 
Selain itu, tantangan lainnya adalah menaikkan produksi minyak agar tak terbebani impor. Dulu, lifting atau produksi minyak yang siap dieskpor bisa mencapai 1.300 hingga 1.500 barel per hari. Namun sekarang, dalam APBN 2017 targetnya hanya dipatok 815 barel per hari.
 
Adapun dari angka 815 itu, hanya setengahnya yang digunakan dan diolah di kilang domestik. Selebihnya diekspor. Memang, dengan membagi dua sisi ini negara mendapat penerimaan berupa valas dari ekspor. Namun, ujungnya kebutuhan dalam negeri terbebani dan menuntut ekspor. Bahkan menurut Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, dengan total 815 pun takkan mencukupi konsumsi domestik.
 
"Catatan saya dengan lifting semakin kecil, di sisi lain kebutuhan minyak kita tambah lama tambah naik, ekonomi kita semakin naik, penduduk kita semakin banyak kendaraan makin banyak, ujung-ujungnya kita harus impor lebih banyak, inilah tantangan kita," kata Askolani.
 
Jika lifting bisa dinaikkan, beban impor akan berkurang dan ekspor malah bertambah. Salah satu jalannya yakni dengan membangun kilang. Dengan adanya kilang, Indonesia bisa mengolah minyak tanpa harus mengimpor BBM jadi. Indonesia hanya perlu mengimpor minyak mentah dan diolah di kilang sendiri yang dinilai akan mampu menekan pengeluaran negara.
 
Penggerak Sektor Lain
 
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara memandang dari sisi makro-fiskal, kenaikan harga minyak tak akan serta merta membuat kinerja perdagangan merosot meski Indonesia masih menjadi nett importir.
 
Minyak sebagai sumber energi memiliki ketertarikan yang kuat dengan sektor lain. Jika pendapatan di sektor migas meningkat tentu akan memberi dampak positif juga ke sektor lainnya, maka ke penerimaan pajak baik itu pajak penghasilan (PPh) maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
 
Jika dianalogikan, ketika sektor tersebut naik, maka konsumsi masyarakat yang menjalani kegiatan di sektor tersebut bertambah. Misalnya dia akan membeli mobil, maka menggerakkan industri lainnya, menggunakan jasa lainnya.
 
"Moga-moga bisa memberikan efek multiplier. Jadi bisa ada harapan bahwa ada efek sektor lain meingkat," kata Suahasil.
 
Menilik Tekanan Surplus Perdagangan dari Kenaikan Harga Minyak
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan