Ilustrasi. Foto: Antara/Yusuf Nugroho.
Ilustrasi. Foto: Antara/Yusuf Nugroho.

Konvensi Pengendalian Tembakau Diminta tak Segera Diteken

15 Desember 2017 23:53
Jakarta: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak segera menandatangani Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Alasannya, cukai rokok berkontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan mampu menyerap tenaga kerja.
 
"Kami berharap Presiden Jokowi sejalan dengan PKB dengan tak menandatangani FCTC. Karena hal itu berkolerasi langsung dengan nasib pekerja rokok tembakau di Tanah Air," kata Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dalam keterangan tertulis, Jumat, 15 Desember 2017.
 
Cak Imin menyatakan hal itu usai menerima kedatangan pengurus Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (SP RTMM) di kantor DPP PKB siang tadi.

Dia juga berharap Menteri Keuangan Sri Mulyani tak menaikkan cukai rokok karena hal itu berbanding lurus dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), khususnya para pekerja sigaret rokok tangan.
 
"Kalaupun pemerintah berniat menaikkan cukai, sebaiknya pemerintah juga melibatkan SP RTMM. Saya kira merekalah yang paling mengetahui kondisi riil di lapangan," ucapnya.
 
Tugino, salah seorang pengurus DPP SP RTMM, menjelaskan kedatangannya ke kantor PKB hendak meminta bantuan sekaligus perlindungan.
 
"Yang paling menderita, ya, para pekerja rokok kretek itu, Pak. Karena kenaikan cukai berdampak pada mahalnya harga dan berujung PHK," ucapnya kepada Cak Imin.
Konvensi Pengendalian Tembakau Diminta tak Segera Diteken
Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia yang belum meratifikasi FCTC. Meski begitu, Presiden Joko Widodo tak ingin latah untuk segera meratifikasinya.
 
"Saya tak ingin kita sekadar ikut-ikutan atau mengikuti tren. Banyak negara yang sudah ikut kemudian (apakah) kita juga lantas ikut?" kata Presiden, Juni tahun lalu.
 
Baca: Presiden Jokowi Dianggap Lindungi Industri Rokok
 
Menurut Presiden, keputusan aksesi FCTC harus dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari kesehatan, kelangsungan petani tembakau, hingga industri tembakau itu sendiri.
 
"Yang berkaitan dengan warga negara kita yang terkena gangguan kesehatan, petani tembakau, serta para buruh tembakau yang hidup dan bergantung pada industri tembakau. Ini juga tidak kecil," tutur dia.
 
Presiden berharap pemerintah menemukan solusi komprehensif dan bermanfaat dalam menerapkan kebijakan FCTC. Setiap keputusan, kata Jokowi, harus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
 
Disayangkan
 
Sikap tak tegas Jokowi ini justru disayangkan Wakil Kepala Demografis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan. Menurutnya, rokok telah menyebabkan kematian 217.400 orang Indonesia setiap tahunnya.
 
Kerugian lainnya bila tidak segera meratifikasi FCTC, kata dia, Indonesia tidak bisa ikut mengambil keputusan soal tembakau.
 
"Presiden seperti lebih mendukung industri rokok ketimbang memikirkan kesehatan rakyat Indonesia," kata Abdillah, pada September tahun lalu.
 
FCTC merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum World Health Organization (WHO). Berdasarkan data WHO, 180 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FCTC mewakili 90 persen populasi dunia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan