Jakarta: Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, jika harga bahan bakar minyak (BBM) pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, maka inflasi tahun ini bisa melonjak hingga 6,5 persen year on year (yoy).
Sinyal kenaikan BBM dengan angka oktan (RON) 90 itu sempat dihembuskan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu.
"Jika pertalite naik menjadi Rp10 ribu per liter, inflasi bisa tembus enam (persen) sampai 6,5 persen year on year (yoy). Dikhawatirkan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015," kata Bhima dalam keterangan resminya, Kamis 18 Agustus 2022.
Menukil data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi tahun kalender dari Januari-Juli 2022 sebesar 3,85 persen (ytd) dan tingkat inflasi tahun ke tahun Juli 2022 terhadap Juli 2021 sebesar 4,94 persen (yoy).
Bhima mengatakan, kenaikan BBM subsidi tentu berdampak langsung ke daya beli masyarakat yang dikhawatirkan akan menurun dan meningkatkan jumlah orang miskin baru. Pasalnya, porsi konsumsi pertalite paling banyak dibanding BBM jenis lain yang mencapai 79 persen.
"Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan dengan inflasi mendekati lima persen. Masyarakat juga banyak yang belum pulih dari pandemi, terbukti ada 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, gaji dipotong, hingga dirumahkan," terang Bhima.
Menurutnya, bila beban itu ditambah dengan kenaikan harga BBM subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat. Belum lagi ada 64 juta pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung dari BBM subsidi.
"Pemerintah juga harus memikirkan efek ke UMKM, karena subsidi ini bukan hanya kendaraan pribadi tapi juga dipakai untuk kendaraan operasional usaha kecil dan mikro," tegasnya.
Ada beberapa saran yang diutarakan Bhima dibanding menaikkan harga BBM jenis subsidi, yakni perketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar. Ia menuding selama ini tingkat kebocoran solar masih terjadi.
"Pengawasan solar subsidi lebih mudah dibandingkan pengawasan bbm untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi," ucapnya.
Selain itu, pemerintah diminta mendorong pembangunan jargas untuk menggantikan ketergantungan terhadap impor elpiji 3 kilogram (kg). Jaringan gas tersebut dianggap bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu.
Sinyal kenaikan BBM dengan angka oktan (RON) 90 itu sempat dihembuskan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu.
"Jika pertalite naik menjadi Rp10 ribu per liter, inflasi bisa tembus enam (persen) sampai 6,5 persen year on year (yoy). Dikhawatirkan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015," kata Bhima dalam keterangan resminya, Kamis 18 Agustus 2022.
Menukil data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi tahun kalender dari Januari-Juli 2022 sebesar 3,85 persen (ytd) dan tingkat inflasi tahun ke tahun Juli 2022 terhadap Juli 2021 sebesar 4,94 persen (yoy).
Bhima mengatakan, kenaikan BBM subsidi tentu berdampak langsung ke daya beli masyarakat yang dikhawatirkan akan menurun dan meningkatkan jumlah orang miskin baru. Pasalnya, porsi konsumsi pertalite paling banyak dibanding BBM jenis lain yang mencapai 79 persen.
"Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan dengan inflasi mendekati lima persen. Masyarakat juga banyak yang belum pulih dari pandemi, terbukti ada 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, gaji dipotong, hingga dirumahkan," terang Bhima.
Baca juga: Erick Thohir: Kenaikan Harga Pertalite Tunggu Keputusan 3 Menteri |
Menurutnya, bila beban itu ditambah dengan kenaikan harga BBM subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat. Belum lagi ada 64 juta pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung dari BBM subsidi.
"Pemerintah juga harus memikirkan efek ke UMKM, karena subsidi ini bukan hanya kendaraan pribadi tapi juga dipakai untuk kendaraan operasional usaha kecil dan mikro," tegasnya.
Ada beberapa saran yang diutarakan Bhima dibanding menaikkan harga BBM jenis subsidi, yakni perketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar. Ia menuding selama ini tingkat kebocoran solar masih terjadi.
"Pengawasan solar subsidi lebih mudah dibandingkan pengawasan bbm untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi," ucapnya.
Selain itu, pemerintah diminta mendorong pembangunan jargas untuk menggantikan ketergantungan terhadap impor elpiji 3 kilogram (kg). Jaringan gas tersebut dianggap bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News