Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, penguatan PMI manufaktur didorong meningkatnya permintaan baru dari dalam negeri maupun ekspor.
Sementara jika dibandingkan dengan perkembangan kinerja manufaktur beberapa negara, seperti mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Jepang, keduanya tengah terkontraksi yaitu masing-masing di level 49,2 dan 49,6. Sedangkan untuk negara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Vietnam juga masih terkontraksi di level 47,8 dan 48,7.
"Secara keseluruhan sentimen pelaku usaha di sektor manufaktur Indonesia tetap positif di Juli. Pulihnya permintaan ekspor ke level ekspansif meningkatkan permintaan agregat secara keseluruhan sehingga diharapkan dapat menopang kinerja pertumbuhan ekonomi pada semester II ini," jelas Febrio dalam keterangan resmi, Selasa, 1 Agustus 2023.
Menurutnya, meningkatnya PMI manufaktur Indonesia di Juli ini menunjukkan optimisme pelaku usaha seiring membaiknya kondisi perekonomian.
Baca juga: Tangkis Isu Deindustrialisasi, Menperin: PMI Manufaktur RI Lebih Tinggi dari Jepang hingga AS |
Sementara itu, untuk inflasi Juli 2023 melanjutkan tren penurunan. Febrio menuturkan, inflasi tercatat 3,08 persen (year on year/yoy), menurun signifikan dari Juni 2023 (3,52 persen yoy). Penurunan ini dipengaruhi perlambatan kenaikan harga pada seluruh komponen.
Inflasi inti masih melanjutkan tren penurunan menjadi 2,43 persen yoy (Juni: 2,58 persen yoy), disebabkan oleh perlambatan kenaikan harga pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa.
Lebih lanjut, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) terus berada dalam tren menurun mencapai 8,42 persen (yoy), turun dari Juni (9,21 persen, yoy). Hal ini mencerminkan pengelolaan harga energi domestik yang baik di tengah harga minyak mentah dunia yang bergerak fluktuatif.
Dari sisi pangan, inflasi harga bergejolak (volatile food) mengalami deflasi sebesar 0,03 persen (yoy), menurun dari inflasi Juni 2023 (1,20 persen yoy). Deflasi ini dipengaruhi oleh terkendalinya harga aneka cabai dan bawang merah karena stok yang melimpah. Selain itu, terkendalinya harga pangan didukung dengan kolaborasi kebijakan pengendalian inflasi pangan nasional yang semakin efektif.
"Pemerintah terus berkomitmen untuk mengendalikan inflasi secara nasional. Berbagai kebijakan melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dilakukan secara konsisten guna menjaga stabilitas harga pangan. Selain intervensi harga pangan seperti operasi pasar dan gelar pangan murah, upaya menjaga kecukupan pasokan beras serta fasilitasi distribusi pangan terus dilakukan untuk mengantisipasi gejolak harga," jelasnya.
Pemerintah juga menyediakan insentif fiskal sebesar Rp1 triliun di 2023 dalam rangka mendukung pengendalian inflasi di tingkat daerah. Dengan dana tersebut dan dukungan inovasi kebijakan di tiap daerah, stabilitas harga diharapkan dapat tetap terjaga dan target inflasi 3%±1% di akhir tahun dapat dicapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News