Pembentukan itu dilakukan agar kedua institusi di bawah Kemenkeu tersebut bisa bekerja dengan profesional dan kredibel. Alhasil institusi tersebut bisa meningkatkan penerimaan negara menjadi lebih optimal.
"Dalam jangka pendek, reformasi ditujukan mengamankan penerimaan, dengan meningkatkan mutu pelayanan, penguatan pengawasan, dan penegakan hukum perpajakan," ujar Sri Mulyani, ditemui di Gedung, Jakarta Pusat, Senin 3 April 2017.
baca : Kuartal I, Realisasi Penerimaan Pajak Capai Rp222 Triliun
Sri Mulyani menyebut, ada tiga indikator yang membuat pemerintah mereformasi kedua institusi tersebut. Seperti, bidang teknologi informasi, bidang organisasi dan sumber daya manusia, sampai dengan bidang regulasi.
Terkait bidang teknologi informasi, Ani sapaan akrabnya mengatakan, tim reformasi sudah mengintegrasikan sistem billing dengan sistem penagihan, termasuk notifikasi jatuh tempo pembayaran dan pemberitahuan melalui outbond call atau disebut e-Filling support serta juga fasilitas-fasilitas kemudahan dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan.
"Kami juga mendapatkan dukungan Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG) untuk program core tax system, termasuk distribusi data perpajakan terkait kepemilikan harta, dan memperkuat tindakan penagihan aktif," papar Ani.
Untuk bidang organisasi dan sumber daya manusia, diakui Ani, bidang ini paling krusial. Tapi, Kemenkeu telah menguji coba kantor pelayanan pajak mikro. Sedangkan bidang terakhir terkait regulasi, terkait perubahan undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Aturan yang ketiga ini akan menjadi, sambungnya, akan menjadi fokus pemerintah untuk diselesaikan bersama pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Ini akan mencakup Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atau pun aturan yang langsung ada di bawahnya," pungkas Ani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News