Direktur Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kemenkeu, Dwi Irianti, menjelaskan penerbitan green sukuk ini ditujukan untuk mendukung proyek-proyek hijau.
"Green sukuk hanya akan mendanai proyek dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bisa dikatakan ini menjadi salah satu bentuk inovasi pendanaan yang ramah lingkungan," kata Dwi dalam keterangan tertulis, Senin, 18 Desember 2023.
Baca: Hilirisasi Kunci Capai Target Investasi Rp1.650 Triliun
|
Di pasar domestik, pemerintah juga menerbitkan green sukuk ritel pertama di dunia. Green sukuk ritel ini dijual secara online kepada investor individu dengan total penerbitan rentang 2019-2023 mencapai Rp25,2 triliun.
Menurut Dwi, pemerintah juga menerbitkan green sukuk melalui lelang dengan seri PBSG001 sejak 2022 dengan total hingga kini mencapai Rp20,4 triliun.
Setidaknya ada lima sektor yang dibiayai melalui green sukuk, di antaranya transportasi berkelanjutan, energi terbarukan, pengelolaan limbah untuk energi dan lainnya, pertanian berkelanjutan, dan ketahanan terhadap perubahan iklim untuk daerah yang sangat rentan terhadap fenomena tersebut.
Sektor terbanyak terima pembiayaan green sukuk
Menurut laporan Kementerian Keuangan bertajuk '2023 Green Sukuk Allocation and Impact Report', sektor transportasi berkelanjutan menempati posisi pertama pembiayaan dari green sukuk antara 2018-2022, yaitu mencapai 32,39 persen."Salah satu contoh proyek yang dibiayai adalah Kereta Rel Listrik (KRL) Manggarai Jakarta Selatan, dan pembangunan Light Rail Transit (LRT), Palembang, Sumatra Selatan," ungkap Dwi.
Selanjutnya pembiayaan green sukuk banyak disalurkan pada sektor ketahanan pangan dan iklim sebanyak 28,09 persen. Lalu, diikuti oleh sektor pengelolaan air atau limbah berkelanjutan sebesar 25 persen.
Sementara sektor energi terbarukan 4,92 persen, efisiensi energi 4,8 persen, sampah menjadi energi dan pengelolaan sampah 4,58 persen.
"Untuk hal ini kita bisa lihat pada proyek pengolahan sampah Piyungan di Yogyakarta, proyek panel surya di Kepulauan Selayar, Sulsel, dan proyek perlindungan pantai Taluda, Bone Bolango, Gorontalo. Itu sebagian contohnya," kata Dwi Irianti.
Green sukuk merupakan instrumen pendanaan syariah yang digunakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu terobosan pembiayaan hijau di Indonesia, mengingat instrumen ini menjadi yang pertama diterbitkan di dunia.
Ke depan, Irianti menyatakan akan semakin menggalakkan edukasi tentang green sukuk ke masyarakat. Salah satu tujuannya supaya publik semakin mengenal, dan turut serta dalam program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ini.
"Saya berharap makin banyak masyarakat yang berpartisipasi, dan menjadikan green sukuk ini sebagai alat yang efektif untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News