Ilustrasi. Foto: dok MI.
Ilustrasi. Foto: dok MI.

Hukumnya Wajib! Yang Gak Mau Bayar Pajak, Siap-siap Dipenjara

Husen Miftahudin • 27 Februari 2023 11:55
Jakarta: 'Karena nila setitik, rusak susu sebelanga'. Itulah peribahasa paling tepat yang terjadi pada kasus Mario Dandy Satriyo. Kelakuan anak dari pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo yang menganiaya Cristalino David Ozora itu membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) ikut tercoreng.
 
Satu demi satu masalah di Ditjen Pajak ikut tersibak. Padahal, masalah itu dibikin oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, bukan Ditjen Pajak atau Kemenkeu secara keseluruhan. Rakyat yang terlanjur geram membuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati naik pitam.
 
Ditjen Pajak dan Kemenkeu terus-terusan dicibir karena ulah oknum yang suka memamerkan harta kekayaan. Sri Mulyani pun meminta seluruh anak buahnya untuk tidak memamerkan harta kekayaan, karena jelas, melanggar kepantasan.


Bayar pajak hukumnya wajib


Di sisi lain, Nakhoda Bendahara Negara itu mencoba menata puing-puing kepercayaan masyarakat, wabil khusus bayar pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Sri Mulyani mengingatkan, membayar pajak merupakan kewajiban yang diatur oleh undang-undang.

Dasar konstitusional kewajiban membayar pajak terdapat pada pasal 23 A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dengan membayar pajak, warga negara telah memenuhi kewajibannya pada pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yaitu kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara.
 
Hal ini kemudian diperkuat dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, yang di dalamnya tertuang ketentuan untuk menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.


Tidak bayar pajak, tidak ada pembangunan


Kontribusi warga negara dalam pembayaran pajak sangat berpengaruh pada pendapatan negara. Jika masyarakat berperan aktif dalam pembayaran pajak maka pendapatan negara akan meningkat sehingga bisa mendorong pembangunan nasional ke arah yang lebih baik, maju, dan merata sehingga kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tercipta.
 
Tapi jika masyarakat tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak, maka hal yang akan terjadi bisa berupa kesenjangan kesejahteraan karena pembangunan yang tidak merata dan sebagainya.
 
Sebab pajak digunakan untuk keperluan negara dan kepentingan masyarakat yang akan memperoleh fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, kesehatan, pengembangan transportasi umum, pariwisata, keamanan dan ketertiban, budaya, kelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya.
 
"Maka dari itu kesadaran masyarakat membayar pajak patut diperhatikan."


Tolak bayar pajak, sanksi bertindak


Dari berbagai sumber yang dikutip Medcom.id, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali, d imana perubahan yang terakhir melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dengan tegas disebutkan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
 
Karena pajak bersifat wajib dan memaksa, maka negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak dan/atau dengan sengaja menolak membayar pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 telah dijelaskan, wajib pajak yang menolak untuk bayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana.
 
Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga, dan sanksi kenaikan. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan.
 
Sementara sanksi berupa pengenaan bunga ditujukan bagi wajib pajak yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo dan akan dikenakan denda sebesar dua persen (dua persen) per bulan terhitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
 
Terakhir, sanksi kenaikan yang ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu, seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat dua tahun sebelum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP).
 
Baca juga: Heboh Ditjen Pajak Punya Klub Moge, Sri Mulyani: Bubarkan!
 

Sanksi pidana yang ogah bayar pajak


Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara di pidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
 
Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal. Gijzeling dilaksanakan apabila wajib pajak benar-benar sudah membandel.
 
Tindakan gijzeling bukan satu-satunya cara untuk membuat wajib pajak jera dan merupakan langkah antisipasi terakhir yang merupakan upaya mencari efek jera (deterrence effect) agar para penunggak pajak takut dan segera melunasi kewajiban pajaknya.
 
Berdasarkan aturan yang ada, negara berhak melakukan gijzeling atau penyanderaan berupa penyitaan atas badan orang yang berutang pajak. Selain itu, bisa juga melakukan suatu penyitaan, tetapi bukan langsung atas kekayaan, melainkan secara tidak langsung, yaitu diri orang yang berutang pajak.
 
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mengatur penagihan utang pajak kepada wajib pajak melalui upaya penegakan hukum.
 
Tujuan dilakukannya gijzeling adalah mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan masyarakat bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan, sehingga dengan penagihan pajak melalui surat paksa tersebut setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Penyanderaan ini dapat dilakukan selama enam bulan dan diperpanjang paling lama enam bulan.
 
Pajak, disukai atau tidak merupakan elemen penting untuk jalannya suatu negara dan pemerintahan. Terlepas dari berbagai pendapat yang ogah membayar pajak, terutama karena tersulut dari kasus Mario Dandy Satriyo, tapi sebagai warga negara tetap harus dan wajib membayar pajak.
 
Bila tidak membayarnya atau bahkan berusaha menghindari pajak dengan cara yang tidak benar, maka terkena sanksi dan hukuman baik denda maupun pidana.
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan