Industri manufaktur. Foto: MI/Susanto.
Industri manufaktur. Foto: MI/Susanto.

Prediksi Ekonomi 2023: Indonesia Unggul di Produksi Manufaktur

Arif Wicaksono • 29 Desember 2022 19:46
Jakarta: Ekonomi Indonesia masih kuat meskipun para pakar dan analis telah memperingatkan soal kemungkinan resesi yang diperkirakan terjadi di tahun 2023. Inflasi yang tengah terjadi mempengaruhi banyak orang dalam skala global akibat berbagai faktor sosial ekonomi, khususnya konflik Rusia-Ukraina dan gangguan rantai pasok.
 
baca juga: Ekonom: Inflasi 2022 hanya akan Capai 5,6%

Hal ini tampak dari gelaran ICAEW (The Institute of Chartered Accountants in England and Wales) Economic Insight Forum Q4 2022 yang berlangsung 1 Desember 2022 lalu.  Di acara ini, hasil temuan dari Economic Forecast dipresentasikan oleh Kepala Layanan Makro India & Asia Tenggara di Oxford Economics Priyanka Kishore.
 
Dia memaparkan kenaikan harga komoditas dan tarif kargo telah berhasil dikendalikan, seiring penurunan secara drastis terkait permintaan konsumen.
 
"Meskipun ada indikasi yang jelas bahwa resesi akan terjadi, namun khusus kawasan Asia, termasuk Indonesia, diperkirakan akan tetap kuat di tengah-tengah prospek yang kurang baik," kata Priyanka Kishore dalam keteranganya, Kamis, 29 Desember 2022.

Rintangan rantai pasok yang disebabkan oleh pandemi dan konflik politik telah menyebabkan kenaikan drastis dalam tarif kargo dan harga komoditas. Namun, harga-harga ini telah menurun signifikan menyusul penurunan secara besar dalam permintaan konsumen.
 
Di tingkat global, perekonomian diperkirakan akan menghadapi penurunan untuk dua kuartal pertama di tahun mendatang. Namun, ada sisi positif dari kondisi ini, karena resesi diperkirakan akan lebih landai untuk hampir di setiap level perekonomian jika dibandingkan dengan resesi sebelumnya yang tercatat dalam sejarah.

 
"Meskipun ada potensi perubahan ke arah yang lebih baik pada paruh kedua tahun ini, hasil industri produksi yang diekspor Asia diperkirakan akan mengalami penurunan penuh pada 2023," jelas dia.
 
Korea dan Taiwan diperkirakan akan mengalami penurunan tajam dalam pertumbuhan nilai ekspor barang dagangan sebesar 40 persen, dibanding negara-negara ASEAN yang mengalami situasi sedikit lebih baik dengan penurunan hanya sebesar 20 persen.
 
"Indonesia bersama negara-negara berkembang di Asia unggul dalam hal produksi manufaktur perekonomian negara-negara maju (misalnya Singapura, Korea, Selandia Baru, Australia, dan Taiwan) mengalami penurunan produksi manufaktur, sementara perekonomian negara-negara berkembang (misalnya China, Indonesia, dan Thailand) menunjukkan situasi yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya," jelas dia.  
 
Hal ini sebagian disebabkan oleh penundaan pembukaan perbatasan wilayah yang berkontribusi pada peningkatan pesanan dalam negeri, yang mengarah ke peningkatan permintaan di atas rata-rata.
 
Namun, hal ini kemungkinan tidak akan bertahan lama mengingat penerapan pembatasan yang dilonggarkan dan pembukaan kembali perbatasan wilayah. Secara garis besar, penurunan produksi manufaktur di negara-negara maju pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan produksi Asia.
 
Sementara itu,Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan PDB di 2023 sebesar 3,6 persen. Walaupun kini pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,72 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal III 2022, tetapi kedepannya dengan situasi global dan juga ancaman terjadinya resesi, maka Indonesia diprediksi akan mengalami penurunan pada kinerja perekonomian nasional.
 
Akan tetapi situasi ini akan perlahan membaik dengan proyeksi bertambahnya permintaan masyarakat Indonesia terhadap hasil produksi manufakturing dalam negeri.
 
"Meningkatnya permintaan domestik Indonesia ini diperkirakan mampu memberikan kontribusi sebesar 6 persen terhadap pertumbuhan PDB Indonesia di tahun 2023. Hal ini dapat menjadi penghalau dalam menekan ancaman resesi yang akan datang," jelas dia.
 
Pemulihan sektor pariwisata di Asia akan tetap berlanjut, tetapi dengan fase yang lebih perlahan. Salah satu pilar utama pertumbuhan, yaitu pariwisata, telah diperkirakan akan kembali bangkit di masa transisi endemi. Sejak tahun 2019, Asia Pasifik telah mengalami penurunan tajam dalam jumlah turis internasional.
 
Tetapi sejak memasuki masa pemulihan, wilayah Asia Pasifik diprediksi hanya akan mengalami penurunan di bawah 20 persen pada 2024, jika dibandingkan dengan jumlah pendatang pada 2019 sebelum pandemi terjadi.
 
"Namun, pertumbuhan pariwisata diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2023, tidak seperti peningkatan besar yang terlihat pada tahun 2021 dan 2022 ketika perbatasan wilayah pertama kali dibuka kembali," jelas dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan