Namun, data 2017 menunjukkan pertumbuhan PPN yang sebesar 16 persen, yang mulai bergeliat atau mengalami peningkatan dari 2016 tetapi tumbuh negatif 2,7 persen, ternyata tak diimbangi oleh data konsumsi masyarakat yang malah mengalami perlambatan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi sepanjang 2017 tumbuh 4,95 persen, atau lebih rendah dibanding 2016 yang tumbuh di atas lima persen (5,005 persen).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mempertanyakan data BPS apakah telah memasukkan semua komponen pengeluaran dalam menghitung konsumsi. Meski dirinya tahu ekonomi digital yang tengah berkembang saat ini memang belum bisa tercatat.
Baca: Indef: Tren Konsumsi Rumah Tangga RI di Level 5%
"Kami akan terus melihat da berkoordinasi dengan BPS apakah mereka aman dari keseluruhan konsumsi masyarakat yang bisa ter-capture, bukan hanya masalah digital, tapi dari sisi yang disebut saving konsumsi yang tidak terekam dalam statistik yang dipegang BPS," kata Ani di Kemenkeu, Rabu, 7 Februari 2018.
Dia mengakui dalam dua tahun terakhir memang terjadi perlambatan konsumsi akibat penurunan harga komoditas sehingga masyarakat memilih menahan konsumsi. Terutama, kata Ani, di 2016 dirasa paling berat, dan 2017 seharusnya sudah mulai pulih.
Sementara dari sisi pertumbuhan PPN yang tumbuh signifikan, lanjut Ani, menggambarkan satu kombinasi dari sisi produksi dan konsumsi atau permintaan. Dari data pertumbuhan 2017, sektor makanan, pakaian, otomotif, perdagangan, dan komunikasi tumbuh cukup positif.
"Itu berarti ada share dari sisi produksi sehingga PPN bisa di-collect oleh pemerintah, namun dari sisi konsumsi (seharusnya) juga terefleksi," jelas Ani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News