Transisi energi ini perlu dilakukan bersama oleh semua pihak, baik dari pemerintah, bank-bank pembangunan, swasta, maupun lembaga internasional. "Prinsip utama yang harus dipahami adalah transisi energi harus adil dan terjangkau," kata Menkeu, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 19 Oktober 2022.
Hal itu dikatakan Sri Mulyani Indrawati dalam High Level Seminar bertajuk 'Catalyzing and Financing the Power Sector Transition' di World Bank Headquarters, Washington DC, Amerika Serikat (AS).
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menjadi panelis bersama dengan tokoh terkemuka lainnya yaitu Assistant Secretary Alexia Latortue-US Treasury, COP President Alok Sharma, Energy & Extractives Global Director, World Bank Demetrios Papathanasiou (Dimitri), dan MD Axel van Trotsenburg.
Baca: Pemerintah Ramu Sejumlah Strategi Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional |
Dalam paparannya, Dimitri menyampaikan enam pilar untuk mendapatkan pembiayaan iklim konsesional, yaitu pembiayaan persiapan transisi, perlengkapan dan jaringan yang memperkuat pembiayaan, program persiapan pengelolaan permintaan, persiapan proyek energi bersih, mitigasi risiko dan pendanaan peluncuran energi bersih, serta pembiayaan penurunan bahan bakar fosil.
Menanggapi presentasi Dimitri, Menkeu mengungkapkan Indonesia termasuk negara yang telah memiliki kesiapan yang baik dari segi perencanaan investasi. Indonesia memiliki proyek yang sedang berjalan terkait Energy Transition Mechanism Country Platform. Indonesia juga telah memiliki progres Project Pipeline.
Terdapat lima proyek yang sudah diidentifikasi dengan besaran emisi CO2 serta biayanya. Sri Mulyani mengatakan Indonesia memiliki target jangka menengah soal nationally determined contribution yang dibuat lebih agresif.
"Dan terkait transisi energi, kita sudah mengidentifikasi PLTU batu bara yang akan dipensiunkan serta rencana energi terbarukan. Kita sudah menyusun dasar peraturan, dan bahkan sudah sampai ke titik mengelola transaksi pipeline," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News