Dirinya memproyeksikan rupiah masih berada dalam rentang yang terkendali di kisaran Rp13.350-Rp13.400 per USD ketika terjadi shutdown karena pada masa shutdown, dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara lainnya.
"Terjadinya shutdown menyebabkan prospek pemulihan ekonomi AS bisa terganggu. Dalam posisi ini justru rupiah akan diuntungkan. IHSG pun masih tetap positif diangka 6.490-6.500, didorong oleh sentimen investor dalam negeri terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia," kata dia kepada Medcom.id di Jakarta, Sabtu 20 Januari 2018.
Sebelumnya, shutdown atau penghentian sementara operasional Pemerintahan di AS diprediksi berlangsung dari minggu ke empat Januari hingga minggu kedua Februari 2018.
Baca: Kesepakatan Tidak Tercapai, Pemerintahan AS Resmi Ditutup
Shutdown merupakan konsekuensi dari adanya ketidaksepakatan antara Presiden dan Kongres dalam penyusunan anggaran Negara khususnya terkait pembiayaan.
Government shutdown dalam pemerintahan AS adalah penutupan sejumlah lembaga non-esensial karena belum disepakatinya anggaran federal untuk tahun fiskal berikutnya.
Namun hal ini bisa berdampak pada penutupan sementara Departemen Perdagangan, Departemen Ketenagakerjaan, Departemen Perumahan, Departemen Energi, dan NASA.
Dirinya menambahkan peristiwa shutdown pernah terjadi pada 1995-1996 dan 2013 di mana saat itu kurs rupiah hampir tidak terpengaruh oleh shutdown di AS karena sifatnya lebih temporer atau jangka pendek, kira-kira berlangsung dalam waktu dua minggu. Apalagi saat ini cadangan devisa Indonesia masih cukup untuk stabilisasi kurs.
"Angka terakhir Desember 2017 cadangan devisa berada di posisi USD130 miliar. Sebagai safety net atau jaring pengaman terhadap gejolak eksternal, cadangan devisa harus terus ditingkatkan nilai maupun kualitasnya dengan mendorong devisa ekspor nonmigas serta devisa pariwisata. Bank Indonesia juga perlu terus memantau resiliensi atau ketahanan fundamental ekonomi terhadap tekanan global," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News