Dalam Asian Development Outlook 2017, ADB menyebutkan jika investasi dan ekspor Indonesia mendukung laju pertumbuhan ekonomi yang sehat sampai dengan paruh pertama 2017. Investasi aset tetap dan ekspor bersih ini mendorong pertumbuhan ekonomi melampaui lima persen sampai dengan semester I-2017.
"Ekonomi Indonesia tetap kuat terlepas dari ketidakpastian global dengan pertumbuhan yang diharapkan akan baik pada tahun ini," kata Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein di kantor ADB Indonesia, The Plaza Office Tower, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 26 September 2017.
Dengan alokasi yang lebih tinggi untuk infrastruktur publik dan iklim investasi swasta yang makin baik, ekspansi ekonomi kemungkinan masih berlanjut hingga tahun depan. Sedangkan belanja pemerintah diperkirakan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini.
Sementara itu, investasi swasta diperkirakan akan meningkat perlahan selama periode prakiraan, seirinh mulai terlihatnya dampak positif dari reformasi kebijakan guna memperbaiki iklim usaha. Keputusan Standard & Poor's untuk menaikkan peringkat Indonesia ke investment grade diharapkan akan mempercepat arus modal masuk termasuk investasi asing langsung.
Baca: ADB Perkirakan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1% di 2017
Meskipun pemerintah mengurangi subsidi energi sehingga mengakibatkan kenaikan harga listrik, pengeluaran rumah tangga masih tetap kuat. Keyakinan konsumen tampaknya masih baik berkat kestabilan rupiah dan harapan akan inflasi yang lebih terkendali, dengan rata-rata empat persen di 2017 dan 3,7 persen di 2018.
Sedangkan prospek perdagangan Indonesia belum dapat dipastikan karena tidak meratanya tingkat pemulihan ekonomi dan pertumbuhan para mitra dagang Indonesia. Terlebih lagi, laporan ADB menyebutkan adanya pelemahan harga komoditas sehingga impor tumbuh lebih lambat dibandingkan ekspor pada semester II-2017.
Dalam laporan ini, ADB mempertahankan defisit transaksi berjalan sebesar 1,7 persen dari PDB untuk tahun ini. Namun perkiraan ini diprediksi mengalami peningkatan untuk tahun depan, hingga mencapai dua persen seiring dengan impor yang lebih tinggi daripada ekspor untuk beberapa proyek investasi publik berskala besar.
"Risiko terhadap proyek ini bergantung pada perkembangan upaya pemerintah dalam memobilisasi penerimaan pajak, harga komoditas global, dan ketidakpastian kebijakan negara maju. Berbagai risiko tersebut menunjukkan bahwa Indonesia perlu menjaga nilai tukar yang fleksibel, perdagangan dan arus modal terbuka, serta melanjutkan pelaksanaan reformasi struktural," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News