Bali: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 103 Tahun 2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Sri Mulyani mengatakan ketentuan ini menghapus tarif pungutan ekspor untuk seluruh produk Minyak Kelapa Sawit (CPO) mulai dari tandan buah segar, kelapa sawit, produk sawit, CPO, palm oil, dan use cooking oil termasuk fruit palm oil.
"PMK ini menurunkan tarif pajak pungutan ekspor jadi nol persen hingga 31 Agustus 2022. Jadi, pajak ekspor diturunkan nol rupiah kepada seluruh produk yang berhubungan dengan CPO atau kelapa sawit," kata dia, usai konferensi pers di Nusa Dua Bali, Sabtu, 16 Juli 2022.
Ia menjelaskan tarif pungutan ekspor ini biasanya dikumpulkan untuk menjadi sumber dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dana tersebut sebelumnya dimanfaatkan untuk membantu industri kelapa sawit, termasuk saat terjadi kenaikan harga minyak goreng.
"Makanya namanya pungutan ekspor. Sesudah 31 Agustus, yakni 1 September, kita akan menerapkan tarif yang sifatnya progresif. Kalau dalam hal ini harga CPO rendah maka tarifnya akan sangat rendah. Sedangkan kalau harganya naik, dia akan meningkat," ungkapnya.
Sri Mulyani menyebut, meski di tengah kesibukan sebagai tuan rumah pertemuan FMCBG G20 di Bali, pemerintah tetap memperhatikan situasi terkini. Hal itu termasuk didalamnya persoalan CPO serta petani sawit.
"Semua kebutuhan itu kita jaga dalam sebuah porsi, termasuk pungutan ekspor mencari keseimbangan berbagai tujuan tersebut. Petani sawit diperhatikan yang membutuhkan dari pangan, termasuk cooking oil yang affordable dan share Indonesia untuk ekspor," pungkas dia.
Sri Mulyani mengatakan ketentuan ini menghapus tarif pungutan ekspor untuk seluruh produk Minyak Kelapa Sawit (CPO) mulai dari tandan buah segar, kelapa sawit, produk sawit, CPO, palm oil, dan use cooking oil termasuk fruit palm oil.
"PMK ini menurunkan tarif pajak pungutan ekspor jadi nol persen hingga 31 Agustus 2022. Jadi, pajak ekspor diturunkan nol rupiah kepada seluruh produk yang berhubungan dengan CPO atau kelapa sawit," kata dia, usai konferensi pers di Nusa Dua Bali, Sabtu, 16 Juli 2022.
Ia menjelaskan tarif pungutan ekspor ini biasanya dikumpulkan untuk menjadi sumber dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dana tersebut sebelumnya dimanfaatkan untuk membantu industri kelapa sawit, termasuk saat terjadi kenaikan harga minyak goreng.
Baca: Gubernur BI Ajak Delegasi Pakai Batik di Pertemuan FMCBG G20 Bali |
"Makanya namanya pungutan ekspor. Sesudah 31 Agustus, yakni 1 September, kita akan menerapkan tarif yang sifatnya progresif. Kalau dalam hal ini harga CPO rendah maka tarifnya akan sangat rendah. Sedangkan kalau harganya naik, dia akan meningkat," ungkapnya.
Sri Mulyani menyebut, meski di tengah kesibukan sebagai tuan rumah pertemuan FMCBG G20 di Bali, pemerintah tetap memperhatikan situasi terkini. Hal itu termasuk didalamnya persoalan CPO serta petani sawit.
"Semua kebutuhan itu kita jaga dalam sebuah porsi, termasuk pungutan ekspor mencari keseimbangan berbagai tujuan tersebut. Petani sawit diperhatikan yang membutuhkan dari pangan, termasuk cooking oil yang affordable dan share Indonesia untuk ekspor," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News