Penerimaan pajak hingga Mei 2023 tercatat masih tumbuh positif hingga double digit yang utamanya didorong oleh pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2023.
Director, DDTC Fiscal Research & Advisory, Bawono Kristiaji optimistis realisasi penerimaan pajak 2023 yang ditargetkan sebesar Rp1.718 triliun akan tercapai, mengingat historis tren pertumbuhan realisasi penerimaan pajak tahunan selama ini berada pada kisaran 7-8 persen.
Meski begitu, Aji menyebut tetap mewaspadai perlambatan ekonomi global, khususnya pelemahan harga komoditas yang akan berdampak signifikan pada performa PPh Badan sepanjang 2023.
"Jadi secara umum, optimistis tercapai. Jadi tiga tahun berturut-turut ya mudah-mudahan nanti realisasinya bisa tembus dari 100 persen," ujar Aji," dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 12 Juli 2023.
Baca: Jokowi Bidik Inflasi Bisa di Bawah 3% |
Selain itu, Aji mengapresiasi langkah pemerintah untuk mulai mengurangi ketergantungan sumber penerimaan dari sektor komoditas sumber daya alam yang rentan terfluktuasi, baik melalui hilirisasi SDA maupun optimalisasi sektor-sektor lainnya.
Di sisi lain, Aji menuturkan, strategi yang ditempuh pemerintah baik melalui reformasi administrasi maupun kebijakan perpajakan yang berlandaskan pada UU HPP sangat penting dalam mendorong peningkatan penerimaan di 2023 ini, karena terbukti penerapan UU HPP dapat meningkatkan realisasi penerimaan negara di sektor pajak.
Sementara dari sisi kebijakan, Aji berharap ketentuan teknis turunan UU HPP atau Peraturan Menteri Keuangan dari beberapa instrumen yang belum memiliki ketentuan teknis, dapat segera terbit.
Adapun beberapa kebijakan yang dinantikan ketentuan teknisnya antara lain mengenai anti penghindaran pajak, rencana penunjukan penyedia platform marketplace dalam e-commerce sebagai pemotong/pemungut pajak, serta ketentuan teknis pajak natura atau pajak atas fasilitas atau kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan dalam bentuk barang kepada pegawai.
“Nah hal-hal itulah yang tentu kita tunggu sehingga jika ketentuan ini terbit, pasti baik dari sisi administrasinya maupun dari sisi policy nya bisa berjalan beriringan sehingga lebih kokoh penerimaan pajak kita di kemudian hari, terutama di tengah pelemahan harga komoditas,” papar Aji.
Hingga akhir Mei 2023, penerimaan pajak dari seluruh sektor utama tercatat tumbuh positif meskipun mayoritas melambat dibandingkan dengan periode sama di 2022. Seperti halnya industri pengolahan dan perdagangan yang berkontribusi cukup besar terhadap penerimaan pajak masing-masing tumbuh hanya sebesar 9,4 persen dan 9,3 persen.
"Dibandingkan periode sama di 2022 yang masing-masing tumbuh sebesar 50,9 persen dan 61,6 persen. Sementara dari sektor pertambangan masih tumbuh positif sebesar 62,9 persen, meski melambat dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai 259,7 persen," tuturnya.
Untuk itu, pemerintah juga terus berupaya melakukan optimalisasi penerimaan pajak dengan menjaga rasio pajak terus meningkat secara bertahap. Upaya tersebut ditempuh antara lain dengan melakukan optimalisasi perluasan basis perpajakan melalui pengawasan wajib pajak (WP) sebagai tindak lanjut Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Kemudian implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP yang mulai wajib berlaku pada 1 Januari 2024. Aji berpendapat, hal itu akan sangat bermanfaat untuk menutup celah compliance gap di Indonesia.
"Di 2021, ada 140 juta angkatan kerja di Indonesia, tapi hanya 61,5 jutanya saja yang punya NPWP. Dengan adanya integrasi penggunaan NIK sebagai NPWP, ini memungkinkan sejak awal ada pemetaan (wajib pajak) atau masuk dulu dalam radar otoritas," tutup Aji.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id