"Kita mungkin juga perlu neraca ketersediaan barang kebutuhan pokok terutama di setiap daerah sehingga daerah-daerah yang surplus bisa segera diidentifikasi. Demikian juga daerah yang defisit," ujarnya kepada Antara, dikutip Selasa, 19 Juli 2022.
Dengan neraca tersebut, daerah yang mengalami surplus bahan pokok bisa segera mendistribusikan komoditas kepada daerah yang mengalami defisit.
"Jadi perlu ada pemantauan terus-menerus terhadap ketersediaan pasokan di berbagai daerah sehingga bisa saling koordinasi untuk memenuhi kebutuhan antardaerah," ucap David.
Ke depan, para produsen juga diprediksi akan menyalurkan kenaikan harga di tingkat mereka secara gradual kepada konsumen.
Pada kuartal I-2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga produsen (IHP) meningkat 9,06 persen year on year, sementara indeks harga konsumen baru meningkat atau mengalami inflasi 4,35 persen year on year pada Juni 2022.
"Kalau di tingkat konsumen memang belum naik sesuai kenaikan harga inputnya. Jadi, pelan-pelan memang di beberapa sektor sudah mulai menaikkan harga, tapi secara gradual," katanya.
Baca juga: Inflasi Tinggi, Suku Bunga Bakal Naik, Kita Harus Apa? |
Mengendalikan harga pangan
Kepala Ekonom Permatabank Josua Pardede mengatakan pemerintah harus bisa mengendalikan harga pangan."Kontrol harga pangan harus dilakukan dengan memperkuat data neraca komoditas antarprovinsi dan antarwaktu agar pemerintah dapat mengantisipasi gejolak tersebut," ujar Josua.
Kepala Departemen CSIS Fajar Hirawan mengatkan Indonesia masih dapat meredam tekanan inflasi global baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam jangka pendek. Namun, kondisi ini tampaknya tidak akan bertahan lama.
Pemerintah harus mengatasi masalah ini. Jika tidak, tekanan inflasi global jelas akan berpengaruh pada APBN.
"Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk segera membenahi pengeluaran negara, yang low-hanging fruit, yaitu sektor perminyakan kita, khususnya BBM bersubsidi," kata Fajar.
Kenaikan suku bunga
David memperkirakan inflasi harga di tingkat konsumen akan mencapai sekitar lima persen secara tahunan sampai akhir 2022. Untuk mengantisipasi inflasi, Bank Indonesia diperkirakan bakal memperketat likuiditas dengan meningkatkan suku bunga acuan BI 7-days reverse repo rate berkisar 75 basis poin (bps) hingga 175 bps sampai akhir 2022."Di Juli ini, The Fed mungkin akan menaikkan suku bunga acuannya lagi sebesar 75 bps sampai 100 bps, dan kita mungkin akan mulai menaikkan suku bunga acuan di bulan ini," ucapnya.
Josua menilai kenaikan suku bunga berpotensi memperlambat laju ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengakselerasi belanja pemerintah agar dapat mendorong ekonomi selain dari kegiatan investasi dan konsumsi, juga meningkatkan penyaluran dan efisiensi belanja perlindungan sosial.
"Dengan demikian, dampak dari peningkatan inflasi global bagi masyarakat miskin dapat tereduksi," pungkasnya. (Ficky Ramadhan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News