Pengamat pajak Yustinus Prastowo. (FOTO: ANTARA/Yudhi Mahatma)
Pengamat pajak Yustinus Prastowo. (FOTO: ANTARA/Yudhi Mahatma)

Pajak Barang Mewah Jadi Stimulan

10 Maret 2017 11:28
medcom.id, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK 010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor atau yang lebih dikenal sebagai PPnBM.
 
PMK ITU tidak mengubah tarif atau objek pajak yang ada, tapi hanya mengubah kode harmonized system (HS) atau kode nomor klasifikasi barang.
 
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat langkah penyesuaian HS itu masih sebagai penyesuaian dari perubahan kebijakan di tingkat ASEAN. Menurutnya, itu ialah jangka pendek Kemenkeu.

Baca: Pemerintah akan Batasi Impor Barang Mewah
 
Namun, ke depan, Kemenkeu harus memanfaatkan PPnBM untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
 
"Dua tahun lalu pemerintah memang sudah menyesuaikan pajak di barang mewah untuk mendorong konsumsi, khususnya di barang mewah di tas kulit, mebel, dan hunian mewah yang diubah batasannya. Hal itu dilakukan agar harganya menjadi kompetitif dengan Singapura sehingga orang Indonesia tidak perlu membeli di luar negeri," ujar Yustinus saat dihubungi, Kamis 9 Maret.
 
Ia melihat pemerintah sebetulnya bisa memainkan PPnBM sebagai stimulan untuk mendorong konsumsi, tapi di sisi lain juga sebagai kendali kontrol konsumsi untuk produk tertentu.
 
Baca: Daftar Barang Mewah yang Dihapuskan Pajaknya
 
Misalnya jika pemerintah ingin mengurangi konsumsi kendaraan, itu bisa dimasukkan dan kemudian dialihkan kepada insentif lain berupa pengurangan pajak untuk kendaraan ramah lingkungan.
 
Karena itu, ia menilai PPnBM akan lebih tepat dijadikan sebagai bagian dari insentif pemerintah terhadap sektor tertentu, bukan pendorong penerimaan, sehingga perlu ditinjau sektor industri mana yang membutuhkan stimulus.
 
"Fungsinya fungsi regulasi, bukan fungsi revenue."
 
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan penyesuaian kode HS dalam PMK 35 dilakukan untuk menyelaraskan dengan perubahan dari pihak Bea dan Cukai.
 
Tujuan penyesuaian itu, menurut Hestu, ialah mempermudah administrasi sehingga pelaksanaan impor lebih sinkron. (Media Indonesia)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan