Ilustrasi buruh tembakau. Foto: AFP/Juni Kriswanto.
Ilustrasi buruh tembakau. Foto: AFP/Juni Kriswanto.

Pemerintah Didorong Optimalisasi Penerimaan Cukai Demi Capai Target

Eko Nordiansyah • 04 Juli 2022 18:47
Jakarta: Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR) mendorong optimalisasi penerimaan negara dari sektor cukai, khususnya cukai hasil tembakau. Optimalisasi penerimaan negara dari cukai diharapkan dapat mencapai angka sesuai dengan target pemerintah.
 
"Kita berharap seharusnya pendapatan cukai bisa dioptimalkan lagi," kata Ketua BAKN DPR Wahyu Sanjaya, dikutip dari laman resmi DPR, Senin, 4 Juli 2022.
 
Langkah utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara tersebut, antara lain, melalui kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau. Penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau menjadi salah satu kebijakan untuk menekan angka perokok.

Pada tahun ini, penyederhanaan tarif sudah dilakukan dari sepuluh layer menjadi delapan layer. Kebijakan tersebut diharapkan mendorong pengurangan perbedaan harga rokok di pasaran dan meningkatkan pendapatan negara.
 
Pemerintah menargetkan penerimaan negara dari cukai pada 2022 sebesar Rp193,53 triliun. Mayoritas penerimaan negara tersebut berasal dari cukai hasil tembakau. Selama periode Januari-April 2022, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp76,29 triliun.
 
Baca juga: Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Belum Efektif

Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan, sistem multitier pada struktur tarif cukai hasil tembakau memungkinkan beberapa merek rokok mendapatkan tarif cukai yang lebih rendah dan memungkinkan perokok berpindah ke produk yang lebih murah jika ada kenaikan tarif cukai.
 
"Penerimaan negara menjadi tidak optimum karena beberapa produsen bisa memilih tarif cukai yang lebih rendah," ungkapnya.
 
Vid juga menyoroti kesenjangan tarif dan harga jual eceran (HJE) minimum antara satu golongan dengan golongan lainnya yang masih besar. Ia mencontohkan, sigaret kretek mesin (SKM) dengan jumlah produksi tahunan lebih dari tiga miliar batang (SKM 1) dikenakan cukai 64 persen lebih tinggi dibandingkan dengan SKM dengan jumlah produksi kurang dari tiga miliar batang (SKM II).
 
"Selain itu HJE dari SKM 1 lebih tinggi 67 persen dibandingkan SKM II. Produsen golongan II bisa menjual rokok dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan rokok di golongan 1," imbuh dia.
 
Oleh karena itu, Vid merekomendasikan agar pemerintah mengurangi kesenjangan tarif cukai dan HJE minimum antargolongan produksi. Ia menyebut, penutupan jarak tarif cukai antara golongan 1 dan golongan 2 juga akan membantu mengurangi perbedaan harga rokok di pasaran.
 
"Hal ini merupakan satu instrumen kebijakan yang penting untuk menurunkan prevalensi merokok dan optimalisasi penerimaan negara," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan