Parahnya, masyarakat ramai-ramai enggan membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak. Padahal, bayar pajak bukan bikin pegawai dan pejabat pajak menjadi kaya, melainkan kewajiban yang memang harus ditunaikan.
Rafael dan segelintir pegawai pajak yang kerap memamerkan harta kekayaannya merupakan oknum. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun pasti akan menindak anak buahnya yang membandel tersebut.
Soal SPT Pajak, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin pun mengajak masyarakat untuk segera melaporkannya tepat waktu sebelum tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan.
"Saya mengajak seluruh Wajib Pajak agar segera melaporkan SPT tahunannya tanpa menunggu jatuh tempo, yaitu 31 Maret 2023 untuk Wajib Pajak Pribadi dan 30 April 2023 untuk Wajib Pajak Badan, demi kenyamanan ataupun menghindari kesulitan atau sanksi di kemudian hari," imbau Wapres.
Wapres menyampaikan, selain merupakan kewajiban, lapor pajak juga merupakan tanggung jawab khususnya bagi aparatur negara dan pejabat publik.
Penggunaan pajak harus transparansi
Di sisi lain, Wapres menekankan implementasi penggunaan dana pajak juga harus diiringi dengan transparansi yang diberikan kepada masyarakat. Sebab, hal tersebut merupakan modal utama dalam membangun kepercayaan masyarakat untuk membayarkan pajak dan melaporkannya dengan tepat waktu.
"Implementasi dan transparansi dalam penggunaannya adalah kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap amanah yang diemban pemerintah, dalam sektor keuangan dan pembangunan negara," tegasnya.
Untuk itu Wapres mengimbau kepada seluruh wajib pajak untuk menunaikan kewajibannya dengan baik dan tepat waktu. Wapres juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh wajib pajak yang telah melaksanakan kewajibannya dengan taat.
"Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh Wajib Pajak yang telah menunaikan kewajiban perpajakannya. Kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak, jaga kepercayaan masyarakat, bekerja dengan jujur dan profesional. Jaga terus integritas. Mari taat pajak, dan mari Lapor SPT," tutur Wapres.
Tolak bayar pajak, sanksi bertindak
Dari berbagai sumber yang dikutip Medcom.id, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali, dimana perubahan yang terakhir melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dengan tegas disebutkan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Karena pajak bersifat wajib dan memaksa, maka negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak dan/atau dengan sengaja menolak membayar pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 telah dijelaskan, wajib pajak yang menolak untuk bayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana.
Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga, dan sanksi kenaikan. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan.
Sementara sanksi berupa pengenaan bunga ditujukan bagi wajib pajak yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo dan akan dikenakan denda sebesar dua persen (dua persen) per bulan terhitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Terakhir, sanksi kenaikan yang ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu, seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat dua tahun sebelum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Baca juga: Reformasi Perpajakan, Kunci Cegah Kampanye Boikot Bayar Pajak |
Sanksi pidana yang ogah bayar pajak
Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal. Gijzeling dilaksanakan apabila wajib pajak benar-benar sudah membandel.
Tindakan gijzeling bukan satu-satunya cara untuk membuat wajib pajak jera dan merupakan langkah antisipasi terakhir yang merupakan upaya mencari efek jera (deterrent effect) agar para penunggak pajak takut dan segera melunasi kewajiban pajaknya.
Berdasarkan aturan yang ada, negara berhak melakukan gijzeling atau penyanderaan berupa penyitaan atas badan orang yang berutang pajak. Selain itu, bisa juga melakukan suatu penyitaan, tetapi bukan langsung atas kekayaan, melainkan secara tidak langsung, yaitu diri orang yang berutang pajak.
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mengatur penagihan utang pajak kepada wajib pajak melalui upaya penegakan hukum.
Tujuan dilakukannya gijzeling adalah mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan masyarakat bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan, sehingga dengan penagihan pajak melalui surat paksa tersebut setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Penyanderaan ini dapat dilakukan selama enam bulan dan diperpanjang paling lama enam bulan.
Pajak, disukai atau tidak merupakan elemen penting untuk jalannya suatu negara dan pemerintahan. Terlepas dari berbagai pendapat yang ogah membayar pajak, terutama karena tersulut dari kasus Rafael, tapi sebagai warga negara tetap harus dan wajib membayar pajak.
Bila tidak membayarnya atau bahkan berusaha menghindari pajak dengan cara yang tidak benar, maka terkena sanksi dan hukuman baik denda maupun pidana.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News