Indonesia menjadi produsen terbesar keenam dunia dan memiliki cadangan terbesar kelima menurut laporan survei US Geological. Rencana itu akan diberlakukan pada Juni 2023, sebagai bentuk komitmen pemerintah mewujudkan kedaulatan sumber daya alam dan langkah untuk meningkatkan pengolahan sumber daya mineral, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, pembukaan lapangan kerja, penerimaan devisa, dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Larangan tersebut juga sontak meningkatkan harga aluminium di pasar komoditas menjadi USD2,372 per tonnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kami memandang bahwa larangan ekspor bauksit dapat menaikkan harga dalam jangka pendek mengingat pasokan dari Indonesia menyumbang 16 persen dari total impor Tiongkok tahun ini hingga Oktober," kata Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Kamis, 22 Desember 2022.
Melihat ke belakang, Indonesia pernah menghentikan ekspor bauksit sebelumnya dan memukul keras industri aluminium Tiongkok, karena Tiongkok mengandalkan sekitar dua pertiga dari pasokan luar negerinya pada saat itu.
Pabrik peleburan Tiongkok meresponnya dengan berinvestasi besar-besaran dalam mendiversifikasi sumber mineral mereka, terutama dari Papua Nugini. Larangan ekspor bauksit ini berpotensi menimbulkan kecaman berikutnya di dunia perdagangan internasional mengingat kasus gugatan nikel yang belum selesai.
"Hal ini juga menimbulkan pertanyaan berikutnya yaitu bagaimana penyerapannya di dalam negeri. Hilirisasi dan industrialisasi yang didorong oleh pemerintah," kata Nico.
Baca juga: Tok! Indonesia Larang Ekspor Bauksit Mulai 1 Juni 2023 |
Salah satu produsen di dalam negeri yang memproduksi bauksit yaitu ANTM yang berlokasi di Tayan, Kalimantan Barat dan saat ini proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat sebagai program hilirisasi inisiatif pemerintah, yang akan menghasilkan produk berbasis kimia seperti aluminium hidroksida untuk penjernihan air dan alumina untuk komponen pendukung bahan elektronik.
Bauksit adalah satu-satunya segmen yang belum mengalahkan penjualan sebelum tingkat pandemi bahkan anjlok dalam tiga tahun terakhir hingga minus 13 persen, sejalan dengan penurunan volume produksi dan penjualan.
Namun, produksi dan penjualan bauksit terlihat optimis masing-masing sebesar delapan persen (yoy) dan 16 persen (yoy) di 2021. Sementara, kinerja alumina menunjukkan tren naik yang signifikan tercermin dari pertumbuhan penjualan sebesar 60 persen (yoy) pada semester I-2022, di tengah produksi yang terbatas sebesar dua persen (yoy), menghasilkan pertumbuhan 19 persen (yoy).
Menyusul deakselerasi proyek SGAR dan rencana larangan ekspor bauksit pada 2023, diperkirakan pendapatan bauksit akan turun sebesar tiga persen dan naik sebesar 15 persen dari Alumina pada 2022.
"Proyeksi kami untuk segmen bauksit dan alumina akan tumbuh masing-masing sebesar dua persen dan 16 persen secara CAGR 2022-2024. Pemerintah menargetkan industrialisasi bauksit tersebut dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar tiga kali lipat atau dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp62 triliun," kata Nico.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*