LKPP sendiri dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengembangan Barang/Jasa Pemerintah. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Kepala yang setingkat dengan Menteri.
Sejarah dan latar belakang
Dikutip dari berbagai sumber yang dirangkum Medcom.id, cikal bakal LKPP bermula dari sebuah unit kerja bernama Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik (PPKPBJ) sebagai unit kerja eselon II.
Dibentuk pada 2005, unit kerja ini bertugas menyusun kebijakan dan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, memberikan bimbingan teknis dan advokasi terkait pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, serta memfasilitasi penyelenggaraan ujian sertifikasi ahli pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dengan semangat ingin mewujudkan Indonesia yang lebih baik, mengemuka harapan agar proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien serta mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka, dan adil bagi semua pihak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Berlandaskan harapan ideal tersebut maka dikembangkan suatu sistem pengadaan barang/jasa yang mencakup aspek regulasi dan prosedur yang jelas, kelembagaan yang lebih baik, sumber daya manusia yang mumpuni, proses bisnis yang transparan dan akuntabel, serta penanganan permasalahan hukum yang mengedepankan asas keadilan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka dibentuk lembaga yang memiliki kewenangan dalam merumuskan perencanaan dan pengembangan strategi, penentuan kebijakan serta aturan perundangan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan tuntutan perubahan, dimana pada 6 Desember 2007, LKPP lahir dari 'rahim' Perpres 106/2007.
Tugas dan fungsi
Tugas LKPP yang utama adalah melaksanakan pengembangan, perumusan, dan penetapan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sedangkan fungsinya, pertama, melakukan penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
Kedua, penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Ketiga, pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.
Keempat, pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik. Kelima, pemberian bimbingan teknis, advokasi dan pendapat hukum.
Keenam, pembinaan dan penyelenggaraan dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di LKPP. Ketujuh, pengawasan atas pelaksanaan tugas LKPP.
Visi dan misi
Visi LKPP adalah 'Terwujudnya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai Penggerak Utama dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Mewujudkan Indonesia Maju, Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.'
Untuk mencapai visi tersebut dirumuskan ke dalam tiga misi, yaitu menerapkan kebijakan pengadaan yang responsif dan mendorong kemandirian bangsa sesuai dengan kemajuan teknologi, mengembangkan proses bisnis pengadaan berbasis elektronik dan pengelolaan SDM pengadaan yang adaptif; serta meningkatkan akuntabilitas PBJ.
Baca juga: Pulih Pascacovid, Saatnya Makin Gencar Pakai E-Katalog |
Peningkatan belanja produk dalam negeri
Salah satu upaya LKPP adalah dengan meningkatkan belanja produk dalam negeri yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian, lembaga, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ini merupakan langkah dan upaya strategis untuk mengurangi impor dan menstabilkan devisa negara, sekaligus merealisasikan Bangga Buatan Indonesia melalui anggaran belanja pemerintah.
Salah satu langkah yang dilakukan LKPP mendorong belanja produk dalam negeri adalah dengan mengembangkan aplikasi belanja daring/online berupa E-katalog. Pada aplikasi ini, tersedia berbagai macam produk dari berbagai komoditas yang dibutuhkan pemerintah.
Keunggulan penggunaan E-katalog sendiri diantaranya memberikan kemudahan bagi kementerian/lembaga/instansi dalam proses pengadaan barang dan jasa; menjamin kepastian spesifikasi teknik akan barang/jasa yang dipesan dan harga yang ditawarkan juga seraga; dokumen pengadaan barang/jasa disediakan secara online, sehingga bisa menghemat penggunaan kertas dan lainnya.
Selanjutnya merekam seluruh proses e-purchasing yang telah dilakukan, sehingga memudahkan proses monitoring dan analisis; membentuk pasar nasional yang lebih jelas dan terukur; mempercepat proses penyediaan barang atau jasa di berbagai instansi, sehingga tidak akan mengganggu proses pelayanan masyarakat.
Kemudian mempercepat proses penyerapan anggaran karena proses pengadaan akan berjalan lebih cepat; menghemat biaya dan waktu karena seluruh proses pengadaan dijalankan secara online; hingga bisa meminimalisasi praktik kecurangan dan korupsi karena seluruh transaksi bisa dilihat oleh siapapun dan bersifat transparan.
Belanja pemerintah lewat e-katalog capai Rp46,68 triliun
Tercatat, per 17 Maret 2023, realisasi belanja pemerintah melalui e-katalog telah mencapai Rp46,68 triliun. Adapun sampai 6 Maret 2023, yang sudah diumumkan dalam sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP) sebesar Rp830,41 triliun atau sebesar 76 persen dari total anggaran belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP).
Dari rencana total yang sudah diumumkan pada SIRUP, sebesar Rp566,16 triliun atau sebesar 68,2 persen direncanakan untuk dilaksanakan melalui penyedia. Sedangkan sisanya sebesar Rp264,25 triliun atau sebesar 31,8 persen melalui swakelola.
Kemudian, dari rencana total yang sudah diumumkan pada SIRUP, sebesar Rp516,68 triliun atau 91,3 persen dari nilai penyedia dilaksanakan untuk belanja produk dalam negeri (PDN). Sedangkan, belanja untuk produk usaha mikro kecil dan koperasi (UMKK) adalah sebesar Rp292,05 triliun atau sebesar 51,6 persen dari nilai penyedia.
Berdasarkan jenis barang/jasa, persentase nilai terbesar adalah untuk pekerjaan konstruksi yaitu sebesar Rp240,92 triliun atau sekitar 42,6 persen. Kemudian diikuti pengadaan barang sebesar Rp199,42 triliun atau sebesar 35 persen.
Lalu, berdasarkan metode pemilihan, persentase nilai terbesar adalah untuk tender atau seleksi sebesar Rp270,78 triliun atau 47,8 persen. Kemudian diikuti oleh e-purchasing (e-katalog) sebesar Rp120,08 triliun atau 21 persen. Serta metode pengadaan lain seperti pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan lain lain.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id