Direktur Center of Economics and Law Studies (Cellos) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan inflasi Negeri Paman Sam tersebut nantinya akan berkaitan dengan kinerja ekspor Indonesia untuk tujuan rumah tangga AS.
"Konsumsi rumah tangga di Amerika Serikat daya beli turun memengaruhi permintaan barang barang yang di Indonesia," katanya kepada Medcom.id, Jumat, 15 Juli 2022
Ia menjelaskan, Amerika Serikat saat ini menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia. Dengan adanya kondisi inflasi yang tinggi maka masyarakat di sana akan mengerem pengeluaran termasuk kegiatan impor, yang kemudian berdampak pada kegiatan ekspor RI.
"Ini akan memengaruhi neraca perdagangan dalam semester kedua, yang sebelumnya kita surplus cukup besar bisa makin menurun," ucapnya.
Baca juga: Juni 2022, Neraca Perdagangan RI Surplus USD5,09 Miliar |
Atas kondisi inflasi yang tinggi ini, Bhima merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencari pasar alternatif selain Amerika Serikat yang masih prospektif. Selain itu, pemerintah juga harus bisa melakukan substitusi impor bahan baku, seperti bahan baku obat yang selama ini sebanyak 90 persen masih impor dari negara maju.
"Itu perlu alternatif bahan baku di dalam negeri untuk obat-obatan ini bisa kurangi dampak selisih kurs," imbuhnya.
Di sisi lain, demi menjaga pemulihan ekonomi nasional pemerintah dan swasta juga disarankan untuk mengendalikan utang luar negeri. "Beban utang pemerintah dan utang luar negeri swasta itu perlu dikendalikan karena efek dari pelemahan nilai tukar akan bisa membahayakan ekonomi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News