"Di dalam APBD ada dana tak terduga sekitar Rp14 triliun, sekarang ini baru digunakan sekitar Rp1,8 triliun. Sekarang ini sudah Agustus, sehingga itu harusnya bisa digunakan daerah secara aktif," ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis, 25 Agustus 2022.
Jumlah dana tak terduga itu diketahui setelah Presiden Joko Widodo memanggil seluruh pimpinan kepala daerah mulai dari bupati, wali kota, gubernur selaku ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di wilayah administrasi masing-masing ke Istana Kepresidenan beberapa waktu lalu.
Selain itu sejumlah pihak dari kementerian pusat yang masuk ke dalam Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) juga dipanggil agar muncul sinergi mengatasi inflasi yang belakangan mengalami peningkatan.
"Kemarin baru saja kita rapat di Istana Kepresidenan, Bapak Presiden mengundang seluruh bupati, wali kota, dan gubernur beserta tim dari pengendalian inflasi pusat, supaya kita bekerja sama," kata Sri Mulyani.
Pemanfaatan dana tak terduga APBD itu, lanjut dia, mesti dilakukan secara aktif untuk menekan peningkatan inflasi. Dana tersebut dapat digunakan untuk melakukan stabilisasi harga atau tarif bahan pangan, hingga mengendalikan biaya distribusi dan transportasi pengangkutnya.
Baca juga: Sri Mulyani: Kurang dari 2 Tahun, Rasio Utang RI Turun Jadi 37,91% |
Pemanfaatan dana tak terduga APBD itu kemudian diatur dalam Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tak Terduga dalam rangka Pengendalian Inflasi di Daerah. Surat tersebut diterbitkan pada 19 Agustus 2022.
Di kesempatan yang sama Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengungkapkan, sejauh ini komponen inflasi yang menjadi sorotan Indonesia adalah volatile food. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi volatile food telah mencapai 11,47 persen (yoy) dan memberi andil 1,92 persen (yoy) pada inflasi umum.
Kenaikan inflasi itu disebabkan oleh melonjaknya harga pangan sejalan dengan krisis pangan yang terjadi di tingkat dunia. Indonesia, imbuh Destry, berupaya untuk mengendalikan dan menurunkan tingkat inflasi volatile food ke level enam persen di tahun ini.
"Kalau inflasi pangan ini tidak bisa diatasi, ini akan berpengaruh pada inflasi inti. Ini kita berusaha untuk tidak terjadi," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News