Hal itu dikatakan Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira agar Indonesia bisa mempertahankan resiliensi ekonomi di tengah melambatnya perekonomian sejumlah negara mitra, seperti Tiongkok, Jepang, hingga negara-negara Uni Eropa.
“Karena yang akan menjadi kekuatan Indonesia saat ini, di tengah bonus demografi adalah konsumsi rumah tangga yang besar. Jadi, konsumsi harus dijaga, terutama untuk kelas menengah, dengan kebijakan fiskal yang akomodatif,” kata Bhima dilansir Antara, Kamis, 22 Februari 2024.
Dia juga menyarankan pemerintah untuk tidak membuat kebijakan kenaikan pajak yang cukup tinggi dan menyasar kelas menengah dari segi tarif.
Kemudian, kebijakan subsidi dan bantuan sosial (bansos) perlu terus digenjot sebagai shock absorber atau penahan guncangan ekonomi eksternal.
“Itu penting untuk dijaga,” ujar dia.
Baca juga: Inggris Resesi, Ngikutin Jepang! |
APBN lindungi masyarakat
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan terus digunakan sebagai shock absorber untuk melindungi masyarakat, baik dari risiko perlambatan ekonomi global maupun situasi ekonomi domestik.Bansos merupakan salah satu intervensi APBN dalam upaya menjaga daya beli masyarakat di tengah volatilitas harga pangan bergejolak, di mana anggarannya termasuk dalam program perlindungan sosial (perlinsos) bersamaan dengan kebijakan subsidi. Untuk 2024, anggaran perlinsos ditetapkan senilai Rp493,5 triliun.
Sri Mulyani mengatakan intervensi APBN dalam mengendalikan harga pangan bergejolak tidak hanya melalui program bansos. Intervensi juga dilakukan melalui anggaran ketahanan pangan, yang tercatat sebesar Rp104,2 triliun pada tahun lalu dan Rp114,3 triliun pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News