"Kalau untuk wewenang OJK dan BI, kita harus cek detail dulu. Tapi, kalau dari pandangan saya mereka dapat ikut andil dalam hal advisory atau penelahaan terhadap kasus penyelesaian sengketa kreditur," kata pengamat pasar modal Reza Priyambada saat dihubungi wartawan, Jumat, 8 Juli 2022.
Menurut dia, OJK dan BI bisa masuk dalam kasus Titan tanpa harus mengintervensi. Mereka bisa menganalisis, sehingga bila ada pelanggaran maka OJK bisa berkoordinasi dengan penegak hukum.
"Ikut andil dalam arti memberikan masukan. Bukan intervensi ke dalam kasus tersebut," kata dia.
Dia mengatakan, hal yang umum dalam dunia perbankan adalah memberikan restrukturisasi jika terdapat kredit yang sedang bermasalah sehingga kondisi perusahaan normal dan dapat membayar kembali kepada bank. Apalagi, pemerintah melalui OJK telah menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai dampak pandemi covid-19.
"Kalau untuk penyelesaian itu sendiri kan sebenarnya bisa masuk ke ranah hukum," kata dia.
Dengan catatan, kata dia, penegak hukum tidak bisa menjerat debitur yang sudah menyepakati perjanjian dengan krediturnya. Sebab, permasalahan ini termasuk kategori perjanjian utang-piutang, sehingga bukan ranah pidana melainkan perdata.
Ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Apabila, aparat penegak hukum tetap memberikan sanksi pidana kepada debitur yang telah melakukan perjanjian perdata dengan kreditur maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.
"Dasarnya kan adalah perjanjian utang piutang. Ada yang ngasih pinjaman dan ada yang dapat pinjaman di mana ada hak dan kewajiban antarkedua belah pihak tersebut," kata dia.
Baca: Titan Infra Energy Bantah Tak Pernah Bayar Utang ke Bank Mandiri |
Bila ada terjadi perselisihan, maka kedua belah pihak menyelesaikan permasalahan tersebut dengan musyawarah. Apalagi, Titan diketahui sudah menyicil utang dan komitmen membayar sisanya.
Hanya saja, karena terdampak pandemi perusahaan kemudian meminta restrukturisasi. Jika pun terkendala, Titan mempersilakan untuk menjual agunan guna membayar kekurangan utang.
Kalau terjadi perselisihan atau dispute antaradebitur dan kreditur jalan musyawarah perlu ditempuh. Terlebih, kalau munculnya perselisihan itu penyebabnya adalah ketidaksengajaan atau karena adanya force majuore, seperti adanya pandemi yang berdampak ekonomi secara global.
Dalam berbagai kesempatan, Titan mengaku telah melalukan pembayaran dan terus berkomitmen membayar seluruh utang yang diperjanjikan. Titan hanya meminta restrukturisasi apalagi agunan yang diberikan di atas nilai utang.
"Seharusnya restrusturisasi adalah hal yang dapat cepat dilakukan tanpa menyebabkan sengketa berkepanjangan,” tegas Reza.
Restrukturisasi adalah praktik lazim dalam bisnis keuangan, terutama perbankan bila terjadi masalah dalam pembayaran kredit. Kuncinya, kedua pihak harus sama-sama mempunyai iktikad baik.
Bank Mandiri yang merupakan bagian dari kreditur sindikasi yang terdiri dari Bank CIMB Niaga, Credit Suisse, dan Trafigura, menuding debiturnya PT Titan Infra Energy mengemplang utang sindikasi tersebut sebesar USD450 juta.
Namun, pernyataan ini dibantah Titan dengan menunjukkan bukti, sejak ditekennya perjanjian fasilitas kredit antara kreditur sindikasi pada Agustus 2018, Titan telah membayar total sebesar USD213 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News