Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Tenang! Tetap Ada Alasan Harus Optimistis Menyongsong 2023

Angga Bratadharma • 26 Desember 2022 18:03

Jakarta: PT BNP Paribas Asset Management (PT BNP Paribas AM) meyakini terlepas dari ketidakpastian yang terus dialami sepanjang 2022 ini ada berbagai alasan untuk tetap optimistis terhadap kondisi pasar pada 2023. Tak ditampik ada ramalan bahwa ekonomi dunia bakal tertekan di tahun depan.
 
Adapun alasan pertama adalah resiliensi Indonesia yang kembali akan diuji oleh berbagai dinamika; mulai dari proyeksi perlambatan ekonomi dunia, pengetatan kebijakan moneter, hingga persiapan menuju perekonomian Indonesia yang lebih berkelanjutan.
 
Di samping itu, iklim politik Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu katalis penentu pasar dan arus investasi di Indonesia, menjelang Pemilu di 2024. Di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh di atas lima persen selama tiga triwulan berturut-turut di 2022.

Resiliensi ini juga terlihat nyata dari kinerja pasar saham dan obligasi Indonesia maupun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Baca: BI: Kewajiban Neto Investasi Internasional Indonesia Turun Jadi USD262 Miliar

Direktur BNP Paribas AM Djumala Sutedja, dalam pemaparan outlook investasi 2023 secara daring dengan tema ‘Defining the Road to Resilience’ menjelaskan perekonomian Indonesia sepanjang 2022 ibarat perahu di tengah badai. Badai ini datang dari volatilitas global yang tinggi.
 
"Meski kita tidak dapat mengendalikan badai, tetapi kita bisa mengendalikan dan menavigasi stabilitas perahunya melalui stabilitas politik, sosial-ekonomi, dan juga makroekonomi. Dan kami melihat para nakhoda perahu Indonesia –dalam hal ini pemerintah– mampu menavigasi perahu dengan baik," kata Djumala, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 26 Desember 2022.
 
Meskipun begitu, resiliensi Indonesia akan diuji lebih lanjut lagi di 2023. Secara umum, sentimen global akan banyak memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk kondisi geopolitik antara Rusia-Ukraina dan AS-Tiongkok, perubahan terhadap kebijakan nol covid di Tiongkok, serta inflasi yang masih tinggi terutama pada harga energi dan pangan.
 
"Selain itu, kemungkinan terjadinya resesi di sejumlah negara maju juga berpotensi membawa dampak bagi pergerakan pasar dalam hal appetite pasar terhadap aset berisiko seperti saham hingga ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter bank sentral," tuturnya.
 
Namun, Djumala melihat, kontribusi ekonomi domestik melalui konsumsi rumah tangga yang cukup tinggi serta swasembada pangan membuat kondisi Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan negara lain. Djumala menekankan inisiatif pemerintah untuk hilirisasi industri dapat berdampak positif pada Foreign Direct Investment (FDI).
 
"Dalam jangka waktu yang relatif singkat dan meningkatkan export base Indonesia untuk jangka panjangnya," pungkasnya.

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan