Jakarta: Ekonom dari Institute of Social, Economics, and Digital (ISED) Ryan Kiryanto memperkirakan Bank Indonesia akan menaikkan BI 7-Days Reserve Repo Rate (BI7DRR) di kisaran 25 hingga 50 basis poin. Ini dinilai sebagai langkah untuk menjaga inflasi di dalam negeri yang mulai merangkak naik.
"Perkiraan saya BI7DRR akan naik berkisar 25-50 bps menjadi 4,5-4,75 persen untuk cegah inflasi melonjak menembus enam persen karena efek kenaikan harga bbm ke inflasi masih dua hingga tiga bulan ke depan," ujar dia melalui keterangan resminya, Kamis, 20 Oktober 2022.
Selain sebagai cara mengendalikan inflasi, penaikan suku bunga acuan juga dilakukan untuk menahan pelemahan rupiah. Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir ini mata uang Garuda mengalami depresiasi, hampir menembus Rp15.500 per USD di pasar spot.
Apalagi bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan masih akan menaikkan Fed Funds Rate atau suku bunga acuannya di level 75 hingga 100 bps. Itu diperkirakan akan terjadi dalam bulan ini atau bulan depan.
Dengan kata lain, diprediksi mata uang dolar AS akan terus menguat dan menjatuhkan nilai mata uang negara lainnya. Ryan mengatakan, BI bisa saja agresif dalam memutuskan kenaikan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini.
Itu karena ekspektasi inflasi nasional yang terbentuk hingga akhir tahun ini berada di kisaran enam hingga tujuh persen.
"Bisa jadi BI akan lebih agresif menaikkan BI Rate sebesar 50 bps pada RDG BI hari ini sebagai strategi upfront-loading atau preemptive. Intinya, BI akan menuntaskan persoalan inflasi ini melalui bauran kebijakan yang lebih agresif guna secepatnya melandaikan inflasi berjalan maupun ekspektasi inflasi," pungkas Ryan.
"Perkiraan saya BI7DRR akan naik berkisar 25-50 bps menjadi 4,5-4,75 persen untuk cegah inflasi melonjak menembus enam persen karena efek kenaikan harga bbm ke inflasi masih dua hingga tiga bulan ke depan," ujar dia melalui keterangan resminya, Kamis, 20 Oktober 2022.
Selain sebagai cara mengendalikan inflasi, penaikan suku bunga acuan juga dilakukan untuk menahan pelemahan rupiah. Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir ini mata uang Garuda mengalami depresiasi, hampir menembus Rp15.500 per USD di pasar spot.
Apalagi bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan masih akan menaikkan Fed Funds Rate atau suku bunga acuannya di level 75 hingga 100 bps. Itu diperkirakan akan terjadi dalam bulan ini atau bulan depan.
| Baca juga: BI: Mekanisme Subsidi Bantu Kendalikan Gerak Inflasi di Indonesia |
Dengan kata lain, diprediksi mata uang dolar AS akan terus menguat dan menjatuhkan nilai mata uang negara lainnya. Ryan mengatakan, BI bisa saja agresif dalam memutuskan kenaikan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini.
Itu karena ekspektasi inflasi nasional yang terbentuk hingga akhir tahun ini berada di kisaran enam hingga tujuh persen.
"Bisa jadi BI akan lebih agresif menaikkan BI Rate sebesar 50 bps pada RDG BI hari ini sebagai strategi upfront-loading atau preemptive. Intinya, BI akan menuntaskan persoalan inflasi ini melalui bauran kebijakan yang lebih agresif guna secepatnya melandaikan inflasi berjalan maupun ekspektasi inflasi," pungkas Ryan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
