Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebutkan, itu disebabkan karena terjaganya perekonomian dan sektor keuangan nasional.
“Kita sudah dalam kondisi apresiasi bukan depresiasi. Jadi dibandingkan awal 2023 kita sekarang pada posisi apresiasi lagi,” kata Febrio dalam BTPN Economic Outlook 2024 di Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 22 November 2023.
Pada akhir Oktober 2023, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat nyaris menembus angka Rp16.000 per USD yaitu mencapai Rp15.910 per USD.
Namun, pada Rabu pagi, 22 November 2023, nilai tukar rupiah telah menguat dan berada pada level Rp15.541 per dolar AS.
Baca juga: Dolar AS Libas Penguatan Rupiah |
Di tengah tingginya suku bunga acuan bank sentral AS atau The Fed yang mencapai 5,25-5,5 persen, menurut Febrio, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS biasanya mengalami pelemahan yang cukup signifikan karena larinya modal asing ke pasar keuangan AS.
“Akan tetapi, dengan kenaikan suku bunga kebijakan The Fed yang mencapai 500 basis poin (bps) dalam posisi yang sangat cepat, kurs kita terjaga dengan sangat kuat,” jelas Febrio.
Resiliensi sektor keuangan nasional
Resiliensi sektor keuangan nasional juga tampak dari selisih atau spread suku bunga Surat Berharga Nasional (SBN) 10 Tahun dengan US Treasury (UST) 10 Tahun yang hanya sekitar 200 bps.Padahal di tengah ketidakpastian pasar keuangan pada 2008-2009 lalu, spread SBN dan UST bisa mencapai 400 bps.
“Saat ini yang terjadi adalah, di tengah ketidakpastian global yang sangat besar ini, emerging economies biasanya mengalami depresiasi karena modal balik ke dolar AS, Indonesia justru mengalami resiliensi, spread antara SBN kita dengan UST berada di sekitar 200 bps,” ucap Febrio.
Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan kepercayaan investor domestik dan global kepada kondisi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia.
“Ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang resilient dan inflasi yang kita jaga sangat baik," ujar Febrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News